Penduduk RassPenduduk Rass (Arab:أصحاب الرس, Ashab ar-Rass) adalah sebuah komunitas yang namanya disebutkan di dalam Al-Qur'an, dalam Surah Al-Furqaan 25:38 dan Surah Qaaf 50:12. Mereka dikisahkan sebagai kaum penyembah berhala yang bertempat tinggal dekat dengan telaga, di dalam kisah lain disebutkan sungai. Dikatakan bahwa kaum ini pernah diutus seorang rasul bernama Hanzhalah bin Shafwan[1][2] yang kemudian dibunuh oleh penduduk Rass dengan cara ditenggelamkan, kemudian diutus kembali seorang rasul yang bernama Syu'aib untuk memperingati mereka. EtimologiSecara harfiah Ashab (أصحاب) memiliki arti "pemilik" dan kata Rass (الرس) berarti sumur yang dilingkari bebatuan.[3] Maka artinya adalah "Pemilik (telaga) Rass." Mengenai hal ini, ada yang berpendapat, sebuah sumur tertentu yang menjadi milik kabilah Tsamud sehingga mereka dikenal dengan sebutan Ashab al-Rass. Sementara itu, Al-Bakari dalam kitabnya Al-Mujam, sebagaimana dikutip Sami bin Abdullah Al-Maghluts dalam bukunya Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, menyatakan, Al-Rass dengan baris fathah pada awalnya dan kemudian tasyid pada huruf Syin memiliki makna Al-Bir (sumur). Selain itu, ia juga bisa bermakna Al-Mafdan (bahan tambang) dan mendamaikan di antara kaum. Sedangkan menurut Abu Manshur, Abu Ishaq berkata, Al-Rass yang dimaksud dalam Al-Qur'an itu adalah suatu kaum yang mendustakan nabi mereka dan membenamkannya ke dalam sumur. Pendapat cendikiawan muslimMenurut Ibnu Juraij dari Ibnu 'Abbas bahwa mereka adalah penduduk salah satu kampung di Tsamud. As-Sadi mengatakan, Penduduk Rass adalah sisa-sisa Kaum Tsamūd. Mereka adalah penduduk sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi yang keduanya diceritakan oleh Allah di dalam al-Quran. As-Sadi mengatakan bahwa sumur yang ditinggalkan terletak di tanah Aden, kemudian As-Sadi menambahkan bahwa setelah Dzul Qarnain mengelilingi berbagai negeri dan memasuki kota Rass, dia menemukan rajanya, penduduknya, wanitanya, anak-anaknya, hewan-hewannya, barang-barangnya, pepohonannya, dan buah-buahnya, semuanya menjadi batu hitam.[4] Sedangkan menurut Ibnu Jarir memiliki pendapat, bahwa yang di maksud penduduk Rass adalah Ashab al-Ukhdud (Penggali parit) yang diceritakan dalam Surah Al-Buruj. Menurut pendapat Yunus bin Abdul A’la, penduduk ini terletak di Yamamah yang lebih dikenal dengan nama Falaj,[5] sedangkan menurut pendapat Ibnu Abi Hatim[6] dan cendikiawan muslim[7] lainnya mengatakan, bahwa penduduk itu terletak di Azerbaijan. Kisah Kaum RassMenurut hadits yang sangat panjang dari penjelasan Ali bin Abu Thalib mengenai Ashabur Rass. “Kaum Rass adalah sebuah kaum yang menyembah pohon sanobar, yang diberi nama Syah Dirakht, secara bahasa memiliki arti "Raja Pohon". Dikatakan bahwa yang pertama kali menanam pohon itu adalah Yafith bin Nuh pasca badai topan di tepian mata air, mata air tersebut dikenal dengan sebutan Rowsyan Oub. Kaum Rass memiliki dua belas desa yang makmur ditepian sungai yang dinamakan Sungai Rass. Desa-desa tersebut bernama Oban, Odzar, Die, Bahman, Isfand, Farwadin, Ordi Bahsyt, Khordad, Murdad, Tiir, Mihr, dan Syahriwar kemudian nama-nama desa tersebut oleh Bangsa Persia dijadikan nama-nama bulan dalam sistem penanggalan mereka. Penduduk desa tersebut menanam pohon sanobar disetiap desa. Mereka mengairinya dengan irigasi yang berpusat di pohon sanobar tersebut. Mereka juga mengharamkan diri untuk minum dari air tersebut, baik untuk diri mereka atau ternak mereka. Mereka membuat aturan siapa yang meminumnya, maka akan dibunuh. Mereka meyakini, bahwa pohon sanobar tersebut dianggap sebagai Hayat al-Ilahiyah (Kehidupan Ketuhanan), maka terlarang bagi siapapun untuk mengambil kehidupannya. Mereka selalu mengadakan acara sehari dalam satu bulan sebagai hari besar untuk membuat persembahan bagi masing-masing desa. Pada hari raya itu, mereka keluar menuju pohon sanobar dengan membawa hewan-hewan kurban, menyembelihnya, kemudian membakarnya. Ketika asap pembakaran tersebut naik keatas, mereka bersujud kepada pohon tersebut, menangis, dan mengadakan permohonan. Bahkan, ketika hari raya tersebut mencapai puncaknya, yaitu hari raya yang mereka sebut Isfandr, Setelah kekafiran mereka berlangsung lama, kemudian seorang rasul diutus kepada mereka dari Bani Israil dari keturunan Yahuda. Lalu, rasul itu mengajak kepada kaum Rass untuk menyembah Allah, dan meninggalkan kesyirikan. Namun mereka tetap tidak beriman, kemudian rasul tersebut mendoakan keburukan terhadap pohon tersebut, tiba-tiba, pohon tersebut menjadi kering dan layu. Setelah mereka menyaksikan hal tersebut, sebagian dari mereka berkata: “Sesungguhnya lelaki ini telah menyihir tuhan kita!”. Sebagian yang lain menimpali: “Sungguh tuhan kita telah murka kepada kita, saat lelaki ini mengajak kepada kekafiran, maka kita tinggalkan dia dan ajakannya”. Lalu, mereka sepakat untuk membunuh rasul tersebut. Kemudian mereka menggali sumur yang dalam dan membuang rasul tersebut ke dalamnya, menutup lubangnya dengan batu besar. Dari semua penduduk yang di dakwahi oleh Nabi Hanzhalah hanya ada seorang budak hitam yang beriman kepada Allah, ia mempunyai kebiasaan mengumpulkan kayu bakar di hutan, setelah mendapat kayu yang cukup ia menjualnya ke pasar dan hasilnya dibelikan makanan dan minuman. Setelah itu dia mendatangi sumur tempat Nabi Hanzhalah dilemparkan. Ia lalu mengangkat batu penutup mulut sumur dengan pertolongan dari Allah. Kemudian ia menurunkan makanan dan minuman tersebut untuk nabi tersebut, lalu meletakkan dan memasang kembali batu penutup tersebut seperti semula. Kemudian pada suatu hari budak hitam tersebut melakukan kebiasaannya mencari dan mengumpulkan kayu bakar, setelah selesai mengumpulkan kayu dalam jumlah yang cukup. Ketika hendak membawa kayu tersebut ke pasar, budak tersebut merasakan kantuk yang sangat, akhirnya dia merebahkan dirinya dan tidur. Lalu Allah menidurkan budak tersebut selama tujuh tahun dengan posisi semula, lalu dia bergerak berpindah posisi ke sisi lain selama tujuh tahun pula. Setelah itu dirinya terbangun dan mengangkut kumpulan kayu bakarnya, budak tersebut menyangka hanya tidur sejenak saja. Lalu ia pergi ke pasar dan menjual kayu bakarnya serta membeli makan dan minuman sebagaimana biasa. Setelah itu dirinya mendatangi sumur tempat dilemparkannya Nabi Hanzhalah, namun ternyata dirinya tidak menemukan nabi tersebut. Sebelumnya telah terjadi sebuah peristiwa yang menimpa kaumnya, lalu mereka semua sepakat mengeluarkan nabinya dari dalam sumur serta beriman dan membenarkan nabinya.[8][9] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|