Pendarahan subarachnoid
Pendarahan subarachnoid merupakan pendarahan yang terjadi pada selaput otak di bagian ruang subarachnoid. Pendarahan ini paling sering terjadi pada trauma kepala. Pada pendarahan akibat non-traumatik paling sering terjadi pada kasus aneurisma atau malformasi arteri-vena di otak yang pecah.[1] EpidemiologiInsiden pendarahan subarachnoid banyak dilaporkan di Amerika Serikat, Finlandia dan Jepang. Di Amerika Serikat insidensinya mencapai 6-16 kasus per 100.000 populasi dengan jumlah 30.000 kasus per tahun. Di Finlandia, perkiraan insidennya sekitar 14,4-19,6 kasus per 100.000 populasi. Sedangkan di Jepang insidensinya berkisar antara 11 sampai 18,3 kasus per 100,000 populasi. Di Australia, insidensi yang dilaporkan mencapai 26,4 kasus per 100.000 populasi, tetapi hanya pada pasien dengan usia 35 tahun lebih. Insidensi di Tiongkok dilaporkan rendah, tetapi tidak ada penelitian yang baik yang mendukung hal ini. Di Timur Tengah insidensi yang dilaporkan juga rendah, dengan perkiraan 5,1 kasus per 100.000 populasi di Qatar.[1] PenyebabTrauma merupakan penyebab pendarahan subarachnoid terbanyak. Pendarahan subarachnoid nontraumatik paling banyak disebabkan oleh malformasi vaskular. Pendarahan aneurisma merupakan penyebab utama dalam kelompok nontraumatik. Pada beberapa kasus, pendarahan subarachnoid terjadi setelah penggunaan obat tertentu seperti kokain.[2] Malformasi Arteri VenaMalformasi arteri vena merupakan pembuluh darah yang melebar dan saling terjalin di mana arteri mengalir langsung ke pembuluh vena. Keadaan ini terjadi paling sering pada pertemuan arteri otak, biasanya di dalam parenkim otak di daerah frontal-parietal, lobus frontal, cerebellum lateral atau lobus occipital di atasnya. Malformasi arteri vena juga dapat terjadi di dalam duramater. MAV dapat pecah atau langsung menghimpit jaringan otak sehingga mengakibatkan kejang atau iskemia. Pencitraan otak dengan CT-scan biasanya dapat menemukan MAV dengan ukuran lebih dari 1 cm, tetapi diagnosis harus dibuktikan dengan MRI. Terkadang suara bruit dari tengkorak menunjukkan adanya MAV. Angiografi konvensional diperlukan untuk diagnosis pasti dan penentuan apakah lesi tersebut dapat dibedah atau tidak. MAV permukaan dengan diameter lebih dari 3 cm biasanya dihilangkan dengan gabungan antara pembedahan mikro, pembedahan radio dan pembedahan endovaskular. MAV yang terletak dalam atau berukuran kurang dari 3 cm ditatalaksana dengan pembedahan radio stereotaktik, terapi endovaskular atau koagulasi dengan sinar proton terpusat.[3] AneurismaFaktor risiko penting dalam terbentuknya aneurisme adalah hipertensi, merokok, minum alkohol dalam jangka waktu lama, riwayat keluarga dengan aneurisma intrakranial dan jenis kelamin perempuan. Penyakit ginjal polikistik dominan autosom merupakan penyakit yang sangat terkait dengan aneurisme intrakranial. Orang dengan penyakit ini memiliki risiko 2 sampai 4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Keadaan lain seperti sindroma Marfan, sindroma Ehlers-Danlos tipe IV, neurofibromatosis tipe I dan displasia fibromuskular tidak terkait erat dengan aneurisme intrakranial. Letak dan jenis aneurisma merupakan hal yang penting dalam penentuan kemungkinan pecahnya. Kebanyakan aneurisma terletak di bagian depan dari Lingkaran Willis, sedangkan aneurisma di bagian belakang dari sistem basilar dan vertebral mencakup hanya 12% dari aneurisma intrakranial. Aneurisma berry sakular mencakup 90% dari keseluruhan morfologi aneurisme sedangkan aneurisme fusiformis hanya mencakup 10% nya saja dan letaknya paling umum di peredaran darah bagian belakang. Atherosklerosis dan diseksi merupakan mekanisme yang mungkin menyebabkan terbentuknya aneurisma fusiformis.[4] PatofisiologiMekanisme patofisiologi dari pendarahan subarachnoid melibatkan cedera otak awal dan iskemia otak terlambat, termasuk vasospasme otak. Setelah terjadinya pendarahan subarachnoid, cedera otak awal terjadi, berlangsung sampai 72 jam. Beberapa mekanisme berperan pada patogenesis cedera otak awal. Hal ini termasuk sinyal kematian sel, respon inflamasi, stres oksidatif, eksitoksisitas, disfungsi mikrosirkulasi, mikrotrombosis dan depolarisasi yang tersebar pada korteks. Cedera otak awal dan iskemia otak terlambat dikaitkan dikarenakan adanya jalur patogenik yang umum dan interaksi langsung. Keduanya mengakibatkan defisit neurologis fokal dan atau defisit kognititif fokal. Meskipun kemajuan dalam penelitian percobaan mengurangi akibat pendarahan subarachnoid, cedera otak masih merupakan penyebab kematian utama dan disabilitas pada pasien dengan pendarahan subarachnoid.[5] DiagnosisDiagnosis dari pendarahan subarachnoid ditegakkan berdasarkan gejala yang muncul dan dengan pemeriksaan lanjutan terutama dengan CT-scan. GejalaGejala utama dari pendarahan subarachnoid adalah nyeri kepala hebat dan mendadak atau nyeri kepala yang semakin berat dalam waktu singkat. Gejala yang meningkatkan kemungkinan pendarahan subarachnoid adalah kejadian saat aktivitas berat, pingsan, muntah, nyeri leher dan kejang. Defisit neurologis fokal, meningismus dan atau pendarahan retina dapat muncul, tetapi hampir 50% penderita memiliki hasil pemeriksaan neurologis normal.[6] CT-scanCT-scan merupakan pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan ketika dicurigai adanya pendarahan subarachnoid. Pada saat terjadinya pendarahan, darah di ruang subarachnoid tampak dengan jelas dengan pemeriksaan CT-scan, tetapi menjadi lebih sukar untuk dinilai seiring degradasi sel darah merah. Kemajuan dalam pencitraan saraf telah meningkatkan sensitivitas CT non-kontras, sehingga memunculkan pertanyaan terkait kebutuhan pungsi lumbal apabila dari pemeriksaan CT-scan menunjukkan hasil yang negatif.[6] PenangananLangkah awal dalam penilaian pasien dengan kecurigaan pendarahan subarachnoid mencakup penilaian saluran nafas, pencitraan CT, pengendalian tekanan darah, penilaian serial fungsi saraf dan persiapan angiografi. CT scan non-kontras dalam 24 jam mendeteksi lebih dari 95% pendarahan subarachnoid. Pengawasan rutin pasien pendarahan subarachnoid akut harus mencakup pemeriksaan saraf serial, pengawasan EKG dan pemeriksaan tekanan darah, elektrolit, berat badan, keseimbangan cairan dan doppler transkranial. Status volume darah harus dipantau ketat dan pemberian cairan yang cukup dengan cairan salin isotonik. Pemberian dexametason digunakan secara luas untuk mengurangi iritasi selaput otak dan pembengkakan selama dan setelah operasi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan yang mendokumentasikan keampuhannya.[7] Referensi
|