Penanggungan kredit

Penanggungan kredit ialah suatu persetujuan di mana pihak ketiga, demi kepentingan kreditur, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur, bila debitur itu tidak memenuhi perikatannya.[1] Dalam hukum dikenal dengan sebutan Accessoir yakni Perjanjian tambahan yang berlaku dan absah sesuai perjanjian pokok.[2] Bank sebagai kreditor dari transaksi kredit, jaminan mutlak diperlukan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pokok Perbankan, yakni dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi janjinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Ada prinsip yang dimiliki bank kepada nasabahnya dalam ilmu ekonomi, di mana hal ini disebut dengan The Five C’s of Credit, yakni, character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), condition of economic (suasana pembangunan ekonomi), dan collateral (jaminan).[3]

Jaminan penanggungan (borgtocht) dalam hal ini maksudnya adalah orang ketiga (borg) yang akan menanggung pengembalian uang pinjaman, apabila pihak peminjam tidak sanggup mengembalikan pinjamannya sebagaimana ada dalam pasal 1820 KUH Perdata.[4] Penanggungan ini diatur secara mendalam dalam pasal 1820 sampai pasal 1850 KUH Perdata.

Alasan penanggungan

Penanggungan ini tidak serta merta terjadi begitu saja, ada alasan yang menyertainya, seperti:[5]

  1. Ada hubungan kepentingan antara si penanggung dan peminjam, yang biasanya terjadi adalah kepentingan ekonomi usaha dengan si peminjam.
  2. Penanggungan ini memegang peranan penting dan banyak terjadi dalam bentuk bank garansi, yang mana si penanggung adalah bank.

Akibat hukum penanggungan

Penanggungan memiliki sifat sebagai perjanjian yang mengikuti (accessoir) , sebagaimana ada dalam pasal 1821 KUH Perdata.[6] Kedudukan jaminan sebagai perjanjian accessoir, maka memiliki akibat hukum :

  1. Adanya perjanjian penanggungan ini, yang berangkat dari perjanjian pokok (harus ada perjanjian pokok).
  2. Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian penanggungan ini juga ikut batal.
  3. Jika perjanjian pokok hapus, maka perjanjian penanggungan ini juga ikut hapus.
  4. Adanya peralihan piutang pada perjanjian pokok, maka perjanjian yang melekat akan ikut beralih.

Referensi

  1. ^ Pasal 1820 KUHPerdata. 
  2. ^ Suharsono, Fienso (2010), Kamus Hukum (PDF), Vandetta Publishing, hlm. 5 
  3. ^ Patrik, dkk, Purwahid. Hukum Jaminan. Kota Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. hlm. 61. 
  4. ^ Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 
  5. ^ Patrik, dkk, Purwahid. Hukum Jaminan. Kota Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. hlm. 63. 
  6. ^ Pasal 1821 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 
Kembali kehalaman sebelumnya