Memulai
Tips
--Pesan ini dikirim secara otomatis menggunakan bot. 1 Februari 2021 03.45 (UTC)
Ada kesalahan pada Persentase Umat Muslim pada 2018 admin , Persentase Umat Muslim pada thn 2018 hrsnya 86,7% bukan 87% . Tolong jangan dibulatkan yaaa Persentasenya , 86,7% aja persentase Umat Muslim di Indonesia . Soalnya di Wikipidea Inggris persentasenya 86,7% juga , dan tidak dibulatkan. Bayu Fuller (bicara) 1 Februari 2021 03.50 (UTC)Balas
Bung Bayu, harap lain kali tidak menambahkan tokoh yang belum diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada tanggal 10 November (Hari Pahlawan) pada artikel Daftar pahlawan nasional Indonesia dan artikel-artikel turunannya (semoga Anda mengerti maksud saya). Alex Kawilarang sendiri belum diangkat menjadi pahlawan nasional. --Glorious Engine (bicara) 1 Oktober 2021 09.01 (UTC)Balas
WTF bung, Anda pakai pranala ini sebagai sumber ????? Disitu cuma disebut "layak" bukannya "diangkat", dalam arti lain belum jadi pahlawan --Glorious Engine (bicara) 1 Oktober 2021 09.15 (UTC)Balas
Salam sejahtera. Saya lihat saudara menambahkan kata "sekuler" di halaman Piagam Jakarta tanpa pembahasan terlebih dahulu. Penambahan ini tidak sesuai karena:
- "Sekularisme" bukan berarti "tidak setuju dengan syariat Islam". "Sekularisme" berarti pemisahan agama dan negara. "Kebangsaan" belum tentu sekuler, ada anggota kelompok kebangsaan yang tidak setuju dengan tujuh kata, tetapi tetap tidak mau agama sepenuhnya dipisahkan dari negara. Dalam pidatonya yang dianggap sebagai asal-mula Pancasila, Soekarno mencetuskan asas "ketuhanan", seperti yang dituliskan di artikelnya. Soekarno adalah bagian dari kelompok kebangsaan, dan tidak tepat untuk menyebut Soekarno sebagai seorang "sekuler".
- Istilah "golongan kebangsaan" adalah istilah yang digunakan oleh anggota BPUPK sendiri dan oleh literatur-literatur ilmiah. Penambahan harus didasarkan pada sumber tepercaya, sesuai dengan kaidah Wikipedia.
- Tidak masalah apa yang dikatakan oleh Wikipedia bahasa lain. Isi artikel ini dilengkapi dengan sumber-sumber tepercaya, penambahan harus didasarkan pada sumber tepercaya. Kalau ada pertentangan antarsumber, harus dibahas dulu di halaman pembicaraan dan tidak boleh ditambahkan sepihak. Selain itu, artikel Piagam Jakarta di Wikipedia Bahasa Indonesia sudah berstatus artikel pilihan, sementara di Wikipedia Bahasa Inggris masih belum.
Terima kasih. GuerraSucia 4 Maret 2022 13.41 (UTC)Balas
- 1. Saya sudah tidak menyunting masalah " piagam jakarta ", untuk masalah kebangsaan menjadi sekuler itu hanya saran saya saja yang juga dirujuk dari versi bahasa Inggris dan bahasa Jerman. Sy sudah tidak ingin mengedit laman itu lagi.
- Tidak masalah apa yang dikatakan Wikipedia bahasa yang lain, yang menjadi acuan adalah sumber tepercaya. GuerraSucia 15 Maret 2022 13.36 (UTC)Balas
- 2. Untuk masalah laman wikipedia jinayah, masalah hukum cambuk didepan umum itu bisa menjadi sensitif terhadap sebagian pengguna wikipedia. Hal itu bisa menjadi sangat offensif terhadap sebagian pengguna wikipidea, oleh karena itu alangkah baiknya bisa dihapus karena menjadi kontroversi di Wikipedia: Kebijakan pengguna
- Alasan yang Anda gunakan untuk menghapus di ringkasan suntingan bukan itu, Anda terang-terangan menyatakan tidak suka dengan hukum jinayah, sehingga Anda menghapus gambar tersebut. Namun demikian, kalau argumennya karena itu sensitif, Wikipedia tidak melakukan penyensoran. GuerraSucia 15 Maret 2022 13.36 (UTC)Balas
- 3. Saya menghormati semua keputusan dan kebijakan dari Wikipedia Indonesia, tetapi saya minta samakanlahh konteks di Wikipedia Indonesia dengan Wikipedia bahasa lain. Kita tidak bisa membedakan hal tersebut hanya untuk menghibur masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim saja. Sementara, kita membawa dua muka saat kita bertemu warga negara Indonesia yang beragama Non Muslim.
- Sekali lagi, acuan Wikipedia Bahasa Indonesia bukan Wikipedia bahasa lain, tetapi sumber tepercaya. Selain itu, tidak ada yang pernah mengklaim di sini kalau istilah "sekuler" tidak ditambahkan untuk mengakomodasi orang Muslim. Argumen yang saya kemukakan adalah argumen ilmiah bahwa label "sekuler" tidak tepat untuk menggambarkan kelompok kebangsaan. Makanya saya sebutkan di situ kalau pembahasannya malah tidak nyambung, karena Anda terus menerus "membantah" argumen yang tidak pernah disampaikan siapa pun di sini. GuerraSucia 15 Maret 2022 13.36 (UTC)Balas
- 4. Untuk artikel "Perda Syariah", itu tidak tertulis dalam Undang Undang, Konstitusi atau hukum Indonesia manapun. Untuk masalah hukum di Aceh, itu diklasifikasikan menjadi Otonomi Khusus. Pemerintah tidak pernah mengasih otonomi Khusus itu kepada provinsi Lain selain Aceh, oleh karena itu tidak ada kebijakan Provinsi lain untuk menerapkan peraturan daerah berbasis hukum kriminal Islam. @Rahmat Denas memiliki bias di Artikel "perda syariah", hukum di Indonesia tidak merujuk apapun mengenai implementasi syariat Islam kecuali di otonomi khusus bagian provinsi Aceh dan juga hukum status personal Muslim. Bayu Fuller (bicara) 15 Maret 2022 13.19 (UTC)Balas
- Itu pendapat pribadi Anda, kenyataannya tetap ada sejumlah pemerintah daerah yang mengesahkan perda Syariah (ngomong-ngomong peraturan daerah jelas-jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011). Terlepas perdanya sah secara hukum atau tidak, Anda tidak bisa menghapusnya begitu saja. Cukup aneh juga kalau Anda malah menuduh @Rahmatdenas: memiliki bias, padahal beliau menggunakan sumber-sumber tepercaya untuk mengembangkan artikel perda syariah, sementara Anda hanya menggunakan pendapat pribadi yang bias, sumber primer, dan sumber yang "tidak dishow up ke publik". GuerraSucia 15 Maret 2022 13.36 (UTC)Balas
- Saya meminta maaf kalau saya menghasilkan banyak suntingan tanpa mengutip rujukan tertentu. Tetapi ini berdasarkan pernyataan Pemerintah Indonesia sendiri. Provinsi Aceh satu satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam. https://www.france24.com/en/live-news/20210820-sharia-law-around-the-world. Syariat Islam itu tidak bisa diidentifikasikan dari Undang Undang yang hanya samar samar memberikan hak agar wilayah tersebut untuk menerapkan syariat Islam tetapi harus disebutkan dengan secara eksplisit, seperti Undang Undang No.11 tentang Pemerintahan Aceh. Karena syariat Islam mencakup semua hal tentang pemidanaaan agama, bahkan orang yang berpindah agama dari Islam ke agama lainpun bisa dipidana dalam perspektif Syariat Islam. Aceh telah samar samar memidanakan orang yang keluar dari Agama Islam (murtad) melalui Qanun Aqidah nomor 8 tahun 2015. Jadi yang diimplikasikan dalam Undang Undang Nomor 12 tahun 2011 tidak secara eksplisit membolehkan Perda Syariah kalau hal itu tidak secara jelas mencakupi pelaksaaan syariat Islam bagi Muslim, hal itu bisa dikategorikan sebagai Peraturan Daerah saja. Sebagai tambahan, Undang Undang Nomor 12 tahun 2011 sudah diganti menjadi UU Nomor 15 tahun 2019 dimana sudah tidak dibolehkannya lagi ada pidana 6 Bulan, seperti dalam Undang Undang sebelumnya pada tahun 2011. Jadi Perda Syariah sekarang hanya mencakup Hukum Personal Muslim seperti tentang pembangunan Masjid dan Pesantren, tidak dibolehkan memuat hukum Pidana lagi.https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/121716/uu-no-15-tahun-2019 https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39188/uu-no-12-tahun-2011 Bayu Fuller (bicara) 15 Maret 2022 14.53 (UTC)Balas
Masalahnya itu adalah penafsiran hukum Anda secara pribadi. Dalam kata lain, Anda melakukan riset asli dengan menggunakan sumber-sumber primer, yaitu peraturan perundang-undangan. Anda bisa mempublikasikan pendapat Anda kalau perda syariah bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi di media massa atau jurnal ilmiah. Kalau Anda merasa argumen Anda sangat kuat, Anda juga bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung, seperti yang pernah dicoba untuk kanun jinayat Aceh. Namun, Wikipedia bukan tempat untuk menerbitkan hasil riset asli. Faktanya tetap kalau sejumlah daerah pernah mengeluarkan perda syariah, dan terlepas apakah itu sah atau tidak, terlepas kita suka dengan perda itu atau tidak, belum ada putusan pengadilan yang menyatakan kalau perda-perda tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Selama belum ada putusan tersebut, perda tersebut tetap menjadi bagian dari hukum nasional. Kalaupun suatu saat ada putusan pengadilan ataupun pendapat ilmiah yang diterbitkan di jurnal ilmiah, bukan berarti keterangan soal perda syariah bisa dihapus saja. Langkah yang tepat dalam hal ini adalah menambahkan keterangan "menurut Mahkamah Agung, perda ini tidak berlaku", atau "menurut pakar hukum X, perda syariah tidak memiliki kekuatan hukum karena bertentangan dengan ini dan itu". Untuk templat navigasi "hukum di Indonesia" pun saya rasa juga masih bisa dipertahankan, karena yang dibahas artikel tersebut adalah fenomena daerah-daerah mengeluarkan perda syariah. Isi perda syariah tidak hanya hukum jinayat, tetapi bisa juga hukum mengenai muamalat, ibadah, dan keluarga.
Saya akan berikan contoh lain. Misalnya, saya bisa berpendapat Dekret Presiden 5 Juli 1959 tidak konstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum, karena Presiden tidak punya wewenang untuk membubarkan Konstituante dan secara sepihak menyatakan kembali ke UUD 1945. Namun, ini hanya pendapat pribadi saya saja. Saya tidak bisa memasukkannya ke Wikipedia karena tergolong sebagai riset asli. Berbeda kalau misalnya pakar X mengeluarkan pendapat seperti itu di sebuah jurnal ilmiah, maka saya bisa masukkan ke Wikipedia dengan penjelasan, "pakar X mengkritik Dekret Presiden 5 Juli 1959 karena...." GuerraSucia 15 Maret 2022 16.18 (UTC)Balas
Selesai --Glorious Engine (bicara) 5 Maret 2022 03.13 (UTC)Balas
Terimakasih bung Glorius 🙏. Tolong keep an eye yaa, masih ada laman di Wikipedia bahasa di Indonesia ini yang harus dilindungi semi juga yang bermuatan hal yg sensitif utk mencegah vandalisme dari Pengguna IP dan pengguna yang tidak terdaftar. Bayu Fuller (bicara) 20 Maret 2022 05.00 (UTC)Balas
Halo, suntingan Anda di artikel ini sudah mengarah ke riset asli. Harap melakukan suntingan yang membangun ke depan. Ohya, untuk 3.143 perda bermasalah itu referensinya ada di sini kalau Anda malas mencari sumber. Rahmatdenas (bicara) 6 Maret 2022 04.59 (UTC)Balas
- Tidak semua list kebijakan pemerintah itu dicatat oleh Kemendagri, tidak selalu semua datanya pasti akurat juga. Pada 2021, Kemendagri mencatat estimasi sensus bahwa ada 28,8 juta orang Indonesia yang beragama Kristen. Padahal disisi lain, pada sensus resmi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2018 (3 tahun lalu) mencatat bahwa populasi Kristen sudah mencapai 28,5 juta. Masa bisa dalam 3 tahun, populasi kristen hanya meningkat 300 ribu ? Pada 2021, di sensus Kemendagri juga terdapat kesalahan dalam data banyaknya provinsi Non Muslim. Pada pernyataannya, ada 4 provinsi di Indonesia yang mayoritas Non Muslim, sementara 30 provinsi adalah Muslim. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/09/30/sebanyak-8688-penduduk-indonesia-beragama-islam#:~:text=Berdasarkan%20data%20Direktorat%20Jenderal%20Kependudukan,mayoritas%20penduduk%20Indonesia%20adalah%20muslim. Tetapi pada kenyataannya provinsi Mayoritas Non Muslim di Indonesia ada 5 (Papua Barat, Papua, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Bali). Sementara 29 provinsi adalah Muslim. Ini juga dinyatakan dalam peta penyebaran agama mereka ,https://gis.dukcapil.kemendagri.go.id/arcgis/apps/MapSeries/index.html?appid=0510ddf68e094d56a07a7bf9f5330dfe, tetapi pada pernyataannya Kemendagri hanya menyatakan bahwa Provinsi mayoritas Non Muslim hanya ada 4. Ini berarti pernyataan mereka masih belum sempurna. Selain Kemendagri, presiden atau gubernur juga bisa mencabut perda. Bayu Fuller (bicara) 16 Maret 2022 21.57 (UTC)Balas