Pantun Bima (patu Mbojo) adalah sarana penungkapan pikiran dan perasaan masyarakat etnik Bima (Badrun, 2014:12). Pantun (patu) adalah salah satu tradisi lisan yang ada di Bima. Di antara jenis tradisi lisan yang ada di Bima antara lain: mpama (cerita khayal/dongeng), nggahi tua (sejenis gurindam), nggahi dana (ucapan berirama), nggahi bale (sejenis pepatah), dan kasaro (puisi untuk memuja roh). Pantun Bima dalam penggunaannya lebih sering dinyanyikan atau dilafalkan dengan menggunakan irama tertentu. Pertunjukkan musikalisasi pantun Bima biasa deisebut dengan biola katipu/biola. Pertunjukan biola ketipu biasa diadakan pada acara syukuran. Selain itu, pantun yang diiramakan, dahulu sering dipertunjukkan di sawah ketika menanam padi bersama (mura ndiha). Pertunjukkan tersebut dilakukan oleh seorang pematu wanita (penyanyi) dan diiringi oleh seorang pria pemain biola.
Perbedaan dan Persamaan Pantun Bima denga Pantun Melayu
Menurut ZM dalam Badrun (2014:7) Perbedaan antara pantun Bima dengan pantun Melayu terletak pada sampiran dan persajakan. Pantun Bima cenderung tidak memiliki sampiran dan tidak bersajak akhir. Sedangkan pantun Melayu memiliki kedua hal tersebut. Kemudian, persamaan antara pantun Bima dengan pantun Melayu terletak pada tema dan makna pantun yang disajikan.
Referensi
- Badrun, Ahmad. 2014. Patu Mbojo: Struktur, Konsep Pertunjukkan, Proses Penciptaan, dan Fungsi. Mataram: Penerbit Lengge.