Panembahan

Panembahan merupakan gelar bangsawan ningrat jawa yang artinya orang yang disembah atau sebagai junjungan (bahasa Melayu: Yang Dipertuan), berasal dari kata manembah artinya menyembah. Umumnya gelar Panembahan levelnya berada di bawah gelar Sultan (Raja Besar).

Gelar Panembahan ini berada satu level di atas gelar Pangeran Dipati/Pangeran Adipati (Raden Adipati). Pangeran Dipati merupakan gelar untuk Pangeran senior anggota Dewan Mahkota yang berada di bawah koordinator mangkubumi.

Lebih tinggi levelnya dari gelar Panembahan adalah gelar Sunan. Gelar Sunan sendiri berada di bawah dari gelar Sultan. Di Kesultanan Banjar, Sultan yang turun tahta dan menyerahkan jabatannya kepada penggantinya melepaskan gelar Sultan, kemudian memakai gelar Panembahan atau Sunan (misalnya Sunan Sulaiman Saidullah).

Panembahan setara dengan gelar shogun di Jepang. Gelar Panembahan dipakai pada beberapa kerajaan di Kalimantan, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Madura dan lain-lain. Setingkat di bawah gelar Panembahan adalah Panembahan Anom atau Panembahan Muda, yang merupakan putera mahkota dari Panembahan atau penguasa daerah yang kekuasaan dan kewenangannya lebih kecil dari Panembahan

Misalnya:

  • Panembahan Jimbun, raja Demak pertama.
  • Panembahan Giri, pengganti gelar untuk penguasa Giri Kedaton yang diturunkan levelnya dari gelar Sunan Giri yang tidak digunakan lagi setelah dikalahkan VOC.
  • Panembahan Singaperbangsa, juga dikenal dengan nama Raden Adipati Singaperbangsa, bupati Karawang pertama (masa jabatan 1633-1677).
  • Di Kesultanan Banjar, gelar Panembahan dipakai oleh mangkubumi misalnya Panembahan Di Darat (dahulu Pangeran Dipati Anom). Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin, gelar Pangeran Antasari karena kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan Belanda, secara teknis sebagai pengganti Sultan Banjar yang dibuang ke Jawa.
  • Panembahan juga dipakai sebagai gelar raja daerah di Kalimantan Barat seperti Kerajaan Matan, Kerajaan Simpang, Kerajaan Sukadana, Kerajaan Mempawah, dan lain-lain.[1]

Catatan kaki

  1. ^ (Belanda) van Eysinga, Philippus Pieter Roorda (1841). Handboek der land- en volkenkunde, geschiedtaal-, aardrijks- en staatkunde von Nederlandsch Indie. 3. Van Bakkenes. hlm. 177. 
Kembali kehalaman sebelumnya