Ngalungsur pusakaNgalungsur Pusaka merupakan salah satu upacara adat yang berasal dari Desa Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat[1]. Kegiatan adat yang dilaksanakan adalah membersihkan benda-benda pusaka peninggalan Prabu Kean Santang atau Syech Sunan Rochmat.[2] Kegiatan dilaksanakan di makam keramat Godog. Tujuan dari upacara adat ini yaitu untuk menghormati jasa Syech Sunan Rochmat yang berjasa dalam menyebarkan ajaran Islam di daerah Pasundan. Syech Sunan Rochmat atau lebih terkenal dengan nama Prabu Kean Santang merupakan anak dari Prabu Siliwangi yang menjabat sebagai raja di Padjajaran. Upacara adat Ngalungsur Pusaka dilaksanakan secara bersama dengan kegiatan Maulid Nabi Muhammad saw.[2] Kegiatan ini dipimpin oleh juru kunci yang disebut kuncen. KegiatanKegiatan inti dari Ngalungsar Pusaka yaitu memandikan atau mencuci benda-benda peninggalan yang dianggap keramat, dan menjadi saksi dari sejarah perjuangan Syech Sunan Rachmat dalam menyebarkan agama Islam.[2] Kegiatan dipimpin oleh juru kunci yang membawa seluruh benda pusaka yang ada di makam Godog. Alasan pemilihan makam Godog ini berkaitan dengan sejarah Prabu Kean Santang ketika menerima wangsit untuk bertapa setelah menganut agama Islam.[3] Perjalanan Prabu Kean Santang melawati tiga titik terlebih dahulu, pertama gunung Ceremai, kedua gunung Tasikmalaya, dan titik ketiga gunung Garut. Syarat lainnya, dari setiap titik lokasi, Prabu Kean Santang harus membawa peti yang berisi tanah pusaka yang berfungsi sebagai tanda, apabila peti tersebut berubah hal itu berarti di tempat itulah Prabu Kean Santang harus bersemedi. Perjalanan pertama menuju gunung Ceremai. Tiba di sana Prabu Kean Santang bergegas menyimpan peti pusaka di tanah, tetapi tidak ada perubahan akan peti tersebut. Prabu Kean Santang pun melanjutkan perjalanannya ke gunung Tasikmalaya, tetapi hasilnya masih sama. Peti pusaka tersebut tidak berubah, akhirnya Prabu Kean Santang melanjutkan perjalanannya ke titik terakhir yaitu gunung Suci di Garut. Di gunung tersebut, peti pusaka berubah, masyarakat menyebut istilah tersebut dengan sebutan godeg[3]. Akhirnya Prabu Kean Santang pun bersemedi di tempat tersebut. Sekarang tempat tersebut diberi nama Makam Godog. Ketika membawa benda pusaka tersebut, sang juru kunci melantunkan selawat.[3] Selain juru kunci, kegiatan ini melibatkan masyarakat yang mempunyai peran sebagai penjaga ketika benda pusaka dipamerkan. Benda pusaka dibersihkan menggunakan minyak keletik, minyak wangi, dan jeruk nipis. Setelah selesai, juru kunci dan masyarakat mengembalikan benda pusaka tersebut ke area makam godog. Beberapa benda pusaka yang dimaksud di antaranya keris, rante jagad, dan terompet. Terompet bisa mengeluarkan bunyi khas apabila ditiup. Konon, bedan tersebut digunakan oleh Syekh Sunan Rochmat Suci sebagai media untuk menyeru masyarakat berkumpul ketika hendak menggelar musyawarah. Selain benda-benda pusaka tersebut, ada juga pecut yang dinamai cemeti. Ada benda yang berfungsi sebagai alat ukur waktu untuk menjalakan ibadah salat. Benda tersebut disebut rante jagad.[1] Makam GodogBerbicara tentang tradisi Ngalungsur Pusaka, erat kaitanya dengan tempat pelaksanaan upacara adat tersebut, yaitu makam Godog.[3] Makam Godog terletak di Lebak Agung, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut.[3] Lokasi tersebut terkenal karena terdapat makam Prabu Kean Santang atau yang dikenal dengan sebutan Makam Godog Syeh Sunan Rohmat Suci. Oleh sebab itu, makam Godog dijuluki makam keramat.[4] Sekarang, tempat ini banyak dikunjungi masyarakat untuk berziarah atau wisata religi. Selain makam Prabu Kean Santang, ada pula tokoh-tokoh lain yang dimakamkan di tempat ini. Tokoh tersebut yaitu Sembah Dalem Sarepeun Agung, Sembah Dalem Sarepeun Suci, Sembah Dalem Kholipah Agung, dan Santuwaan Marjaya Suci. Di bagian luar makam Godog, terdapat dua makam yaitu makam Syekh Dora dan makam Sembah Pager Jaya yang pernah menjadi juru kunci makam tersebut. Jadi, jumlah makam yang ada di tempat itu sebnayak sembilan makam.[4] Referensi
|