Nasbahry Couto

Nasbahry Couto
Lahir20 Mei 1950 (umur 74)
Bukittinggi, Sumatera Barat
KebangsaanIndonesia
AlmamaterPascasarjana Institut Teknologi Bandung 1999
Dikenal atasPerancang monumen Kota Padang, dan penulis
Suami/istriSiti Komala
Anak
  • M. Ridho Bahry
  • Febriyanti Minda Bahry
  • Selma Naka Maha Bahry
Tugu Simpang Tinju, monumen untuk mengenang perjuangan Bagindo Aziz Chan rancangan Nasbahry Couto.

Drs. Nasbahry Couto, M.Sn. (lahir 20 Mei 1950) adalah seorang penulis, pelukis, budayawan, dan pengajar Indonesia. Ia lahir dari keluarga guru yang seniman, dan masa remajanya tahun 1963 -1969 dia belajar melukis pada pelukis lanskap Wakidi yang disebut sebagai salah seorang tokoh genre Mooi indie dalam khasanah seni lukis Indonesia. Sebagai hobi melukis ia tertarik dengan En Plein Air atau Plein Air Painting. Disamping itu juga berminat mengkaji bidang psikologi persepsi, desain, arsitektur dan sejarah.

Karier

Setelah lulus Sarjana Muda pada jurusan Komunikasi Seni di Departemen Seni Rupa, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB,1973, dia melanjutkan studi pada jurusan Seni Grafis (Desain Grafis) pada tahun-tahun itu kedua bidang ini tidak dibedakan, dan lulus tahun 1979 pada fakultas yang sama. Ia pernah mengajar di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang dan Fakultas Teknik Universitas Bung Hatta.[1] tahun 1980-1995. Dalam karirnya merancang dan membangun sejumlah monumen perjuangan di Kota Padang.[2][3][4]

Setelah sukses merancang dan melaksanakan dekorasi untuk acara Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ) ke-13 tahun 1983 dalam skala kota seperti merancang lampu hias di GOR Agus Salim, merancang gerbang-gerbang pintu masuk kota Padang, grafis petunjuk lokasi dan dekorasi lainnya untuk memeriahkan acara tersebut. Atas keberhasilan itu, dia kemudian (1984-1985) diminta Pemerintah Kota Padang untuk mengembangkan rancangan monumen yang berkaitan dengan sejarah perjuangan melawan kolonial di Kota Padang. Saat itu adalah era kepemimpinan Wali Kota Padang Syahrul Ujud, yang menginginkan imaji kota padang sebagai kota perjuangan. Walaupun sebelumnya sudah dijuluki sebagai Padang Kota Tercinta. Dia mengadakan studi literatur dan diskusi dengan para pejuang di kantor balai kota, melihat lokasi dan mencatat peristiwa, merancang,konsep serta mensketsa, sebelum dikerjakan. Kemudian semua naskah konsep serta sketsa perencanaan diterima oleh Drs. H.Zuiyen Rais.M.s sebagai ketua Bappeda kota Padang saat itu yang peranannya sangat besar dalam proses perencanaan karena Zuiyen juga sarjana sejarah dari FIS IKIP Padang. Pembangunan monumen ini terlihat berlangsung sampai 1992.

Tercatat sejak 1945 sampai 1949 lebih dari 30 peristiwa penting yang terjadi di Kota Padang, ini dibuktikan dengan dibangunnya lebih dari 30 tugu perjuangan yang ada di 11 kecamatan di Kota Padang. Namun yang dibicarakan dalam pertemuan di balai kota padang tahun 1984 itu hanya beberapa yang dianggap penting. Pertama adalah kelompok saksi bisu sejarah kota Padang diantaranya adalah peninggalan penjajah kolonial seperti a) Monumen Michiels Padang (Sekarang disebut Taman Melati di depan museum Adityawarman). Tempat ini hanya didiskusikan, sebab sudah ada beberapa tugu peringatan di tempat itu. b) kuburan belanda di terminal lintas andalas (sekarang Plaza Andalas) kemudian dibangun Monumen Pemuda Syarif. c) Bekas kuburan belanda di simpang ujung gurun ( sekarang kantor Dinas PDK) Di halaman depan kantor itu kemudian dibangun Tugu Bambu Runcing.(1984?) Rancangan dan konsepnya oleh Nasbahry saat itu adalah bambu runcing sebagai simbol perjuangan rakyat. Simbol ini sangat stereotipe dengan susunan bentuk tiga buah bambu runcing. Keberadaan saksi bisu sejarah kota Padang ini memang banyak yang terancam punah. Baik dalam bentuk bangunan umum perumahan, monumen kolonial, tanda-tanda lain seperti kuburan, yang ditempel dengan menggonjongkannya atau lainnya. kerugiannya adalah kita kehilangan perasaan bahwa kita pernah di jajah oleh kolonial karena tanda-tanda dan saksi bisu kolonialisme (cultural heritage) itu juga sudah menghilang dari depan mata kita.

Kedua adalah kelompok peristiwa sejarah perlawanan rakyat yang ingin di abadikan dalam bentuk monumen dan arau tugu. Umumnya, ada desakan peserta diskusi agar rancangannya bersifat naratif dan stereotipe untuk menggambarkan sifat heroik, dramatis dan kepahlawanan. Diantaranya . 1).Peristiwa pengibaran bendera proklamasi kemerdekaan, 21 Agustus 1945.( Monumen Pengibaran Bendera Proklamasi ). Di kantor polisi (lama) dekat kantor pos pusat padang. Karena banyaknya yang akan dirancang maka pikiran praktis saat itu rancangannya meniru adegan Pengibaran Bendera AS di Iwo Jima yang fenomenal itu yang struktur desainnya berbentuk segitiga. Tetapi dibuat terbalik. 2) Peristiwa Padang Area 27-Nopember 1945 yang sering disebut ( Monumen Padang Area). Konsep dasarnya semangat api gejolak perjuangan rakyat kota Padang yang tadinya juga naratif dan realis, yang kemudian dikembangkan lagi oleh Ibenzani Usman dalam bentuk yang lebih abstrak 3) Peristiwa Rimbo Kaluang 21 Februari 1946 (Monumen Pertempuran Pertama di kota padang dibangun1987 adalah untuk mengenang peristiwa penyerangan markas dan gudang senjata sekutu di Rimbo Kaluang pada tanggal 21 Februari 1946. Monumen ini dibangun di tempat yang kini menjadi Taman Rimbo Kaluang (rimba kelelawar itu adalah batas kota Padang tahap dua). Tahap pertama batas kota Padang zaman kolonial adalah Plaza Andalas sekarang, lurus sampai balai kota terus ke kantor polisi dan rumah sakit tentara ganting. Rancangan dan Konsep monumennya bersifst naratif menggambarkan tentara sedang menyerbu.4) Peristiwa Penyerangan penduduk terhadap tentara sekutu dan pasangannya di daerah Teluk Bayur tahun 1947. Konsep rancangannya adalah lambang senjata pejuang melawan musuh. Realisasinya kurang diketahui. 5).Peristiwa Olo (1947) yaitu pemuda Syarif yang asalnya dari Padang Panjang dan tinggal di Koto Marapak, kemudian membakar rumah Belanda (sekarang menjadi kantor pusat BPD atau Bank Nagari Sumbar) dengan bom molotov: kemudian dibangun (Monumen Pemuda Syarif). Konsepnya juga bersifat naratif dimana seseorang yang tangannya terikat ke belakang saat akan dibunuh oleh belanda setelah dipenjarakan, dan dia disaksikan oleh penduduk Padang (patung kecil- kecil dibelakangnya). Letak monumen ini dirancang di depan terminal lintas andalas (sekarang Plaza Andalas) karena tidak memungkinkan di halaman kantor pusat Bank Nagari. 6) Peristiwa Banda Buek, 18 Januari 1947. (Monumen Pengeboman Pasar Banda Buek). dan rancangannya juga bersifat naratif. Seseorang menunjuk ke atas langit untuk memberitahu kedatangan pesawat belanda yang membom Banda Buek. Di sekitarnya beberapa orang menjongkok ketakutan mendongak ke langit. 7) Peristiwa Linggarjati: Tugu Linggarjati. Di padang 3 mei 1947. Tugu batas itu ada di belokan jln. Linggarjati Tabing Padang. Hanya dibicarakan karena tugunya sudah ada.8) Peristiwa Perjuangan Bagindo Azis chan: kemudian direncanakan (Monumen Simpang Tinju). Yaitu untuk mengenang kebulatan tekad beliau mempertahankan kota Padang dan terbunuh 19 juli 1947 di kawasan itu.9). Untuk mengenang Perjuangan rakyat kuranji: yang telah berlangsung sejak tahun 1902 maka oleh Syahrul Ujud minta direncanakan Museum Perjuangan Rakyat Kuranji.namun gagal direalisasikan walauoun sketsa bangunannya sempat di buat.Yang di bangun tahun 1985 dikuranji adalah monumen Tugu Perintis Kemerdekaan.di depan kantor camat kuranji. Perancangnya tidak diketahui. Dan terkenal pula julukan Harimau Kuranji.10) Peristiwa perjuangan rakyat Pauah.13 oktober 1945. Saat itu di bangun 1989 Tugu Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Pauh, namun perancangnya tidak tercatat.

Umumnya rancangan yang dibuat dapat direalisasikan menjadi landmark kota, monumen dan tugu. Dan disesuaikan pula dengan interpretasi penduduk kota Padang. Diantara yang dapat menjadi landmark kota adalah monumen padang area. Namun yang langsung di buatnya adalah monumen pemuda syarif bersama Asnam Rasyid dan Gito Ruspriyatno yang saat itu mahasiswa tahun akhir jurusan seni rupa IKIP Padang. Yang kedua adalah monumen padang area, dikerjakan dia dalam bentuk team dari Universitas Bung Hatta.Tugu Simpang Tinju memang dia yang merencanakannya tetapi seperti biasanya, pembuatannya bukan dia tetapi dikoordinir oleh Pemda Padang khususnya Kabag.Kesra Pemda Padang saat itu Nasrudin Thaib untuk dikerjakan seniman lainnya.

Untuk merancang dan membangun Monumen Padang Area, dibentuk sebuah team di Universitas Bung Hatta, dimana Ibenzani Usman sebagai salah satu anggotanya dan disepakati berbentuk tiga pilar api semangat perjuangan. Selanjutnya, konstruksi bangunan ini mulai dikerjakan pada 17 Agustus 1990 oleh Ir. Syamsul Asri (arsitek) dan Ir. Ahmad Dahlan (Sipil) dan Nasbahry Couto sendiri .[3] Dan dana proyek konstruksinya dilaksanakan secara swakelola. Monumen ini sering disebut Monumen Perjuangan Simpang Haru, Peristiwa yang terjadi adalah penyerbuan masyarakat sekitar ke sekolah teknik di Simpang Haru itu yang markas tentara sekutu pada 27 Nopember 1945. Konsepnya sering dihubungkan dengan Tungku Tigo Sajarangan atau tigo tali sapilin Minangkabau. Tetapi tiga pilar pilinan beton seperti api bergejolak ke atas, adalah gambaran simbolik titik awal perjuangan masyarakat kota Padang saat itu, yang menyebabkan merebaknya gejolak perlawanan di kawasan kota lainnya. Konstruksi bangunan cukup rumit dan di dasar bangunan ada ruang yang tadinya di bangun untuk pajangan dokumen sejarah kota padang yang diterangi lampu. Pada dinding bentuk wadah di bagian bawah monumen diukirkan relief dari semen kisah kota Padang sebagai kota perjuangan. Relief ini dikerjakan oleh Muzni Ramanto.dkk. dari Jurusan Seni Rupa FBSS.IKIP Padang.[5] Monumen ini dibangun atas sumbangan Kamardy Arief yang saat itu Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI), 200 jt. dan selesai tahun 1991.

Penelitiannya yang berkaitan dengan budaya visual dan seni tradisi Minangkabau didasari oleh semiotika (ilmu tanda) dan ilmu persepsi visual kemudian menjadi tesisnya pada program pasca sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1998 kemudian dibukukan dengan judul Budaya Visual Tradisi Minangkabau (2008). Di samping ilmu semiotika dan persepsi visual dalam penelitian tersebut, ia mengkaitkan budaya visual Minangkabau itu dengan sejarah yang berakar pada kosmologi Hindu Jawa (hasta brata).

Setelah selesai mengikuti program pascasarjana tahun 1999, di ITB, maka sekitar tahun 2000 -2004 pekerjaannya terlibat sebagai tenaga ahli di proyek konsultan Pt. Tantejo Gurhano (Tano) Padang dengan Ir. Ahmad Dahlan, untuk pengkajian dan pengembangan lingkungan bangunan tradisional. Mengadakan ceramah dan seminar tentang bangunan tradisional Minangkabau. Seminar intangible cultural heritage Minangkabau di TMII Jakarta tahun 2002, atas undangan prof. Dr.Edi Sedyawati dari UI dan kepala UPT Museum Adityawarman Padang, Usria Davida yang hasilnya di bukukan. Pengerjaan beberapa proyek museum Adityawarman Padang, terkait masalah tradisi Minangkabau.Di samping mengajar kemudian mulai fokus menulis buku yang berkaitan dengan seni, seni rupa, desain dan masalah kebudayaan secara umum. Karena memahami aplikasi desain grafis; sejak tahun 1990-an, secara otodidak dan ahli dari Jerman. Maka pada tahun 2007, mulai menekuni dunia penerbitan dan percetakan buku di Unp Press atas permintaan Rektor Universitas Negeri Padang Prof. Dr. Z. Mawardi Effendi, dan istirahat 2017 setelah pensiun 2015. Dia sempat keliling perguruan tinggi di Asia Tenggara 1993, saat menjabat kepala.UPT. Perencanaan dan Pengembangan Fak.Teknik ke Fak.Teknik Industri dari Univ.Bung Hatta (1991-1995) .

Untuk pengembangan studinya tentang masalah persepsi visual dia kemudian menulis buku Psikologi persepsi pada Kawasan Desain Komunikasi Visual tahun 2011,[6] yang diterbitkan UNP Press, Padang. Buku ini kemudian menginspirasi terbitnya buku Psikologi Persepsi dan Desain Informasi: Sebuah Kajian Psikologi Persepsi dan Prinsip Kognitif untuk Kependidikan tahun 2016 oleh Media Academi ,Yogyakarta..[7] Karena banyak berkecimpung di berbagai bidang maka memudahkannya untuk menulis teori seni, desain dan arsitektur. Dan juga mengenai sejarah.

Diantara buku yang pernah ditulisnya adalah Seni Rupa : Teori dan Aplikasi[8]; Pengantar Sosiologi Seni[9] Dimensi Teknologi pada Seni Rupa[10] Konsep dan Prinsip Dasar Visual untuk Seni Rupa, Arsitektur dan Desain[11] Ringkasan Perkembangan Desain Grafis Barat [12] ; Couto, Nasbahry & Harmaini Darwis, Konsep untuk Desain Arsitektur [13]; Minarsih, Zubaidah A & Nasbahry (Ed), Seni Rupa dalam Kawasan Seni dan Budaya [14] Budiwirman & Nasbahry C (Ed), Buku ajar metode reproduksi grafika [15] ; Nizwadi Jalinus & Nasbahry C (Ed) Kerapatan adat nagari banagari : sebuah monografi dan potensi Nagari Labuh & Parambahan, Kecamatan Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat;[16]; Elfida Agus & Nasbahry C (Ed), Perilaku dalam Arsitektur [17], M.Nasrul Kamal & Nasbahry C (Ed), Budaya belajar adaptif kerajinan perak : kasus masyarakat Nagari Koto Gadang, Provinsi Sumatera Barat [18]; Ardipal, & Nasbahry, (Ed). Disrupsi seni dan pendidikan seni musik;[19] Dan banyak lainnya yang tidak perlu disebut.

Dalam pernikahannya telah dikaruniai dua orang putri, yaitu Febriyanti Minda Bahry dan Selma Naka Maha Bahry, dan putra Muhammad Ridho Bahry adalah hasil pernikahan sebelumnya yang ibunya (Elvita Marise) meninggal setelah beberapa bulan melahirkan.

Referensi

  1. ^ Nasbahry Couto (2008). Budaya Visual Tradisi Minangkabau. Padang: UNP Press.
  2. ^ Rahmat Irfan Denas (26 Februari 2019). "Tetenger Kota Padang, "Sandera" Sejarah Tugu Padang Lidah Api". Harian Khazanah. 
  3. ^ a b Marshalleh Adaz (2017). Nilai Sejarah Tugu Monumen Perjuangan di Kota Padang. Padang: Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. 
  4. ^ "Ini 5 Monumen Paling Bersejarah di Kota Padang". Padangkita.com. 2021-09-25. Diakses tanggal 2022-12-31. 
  5. ^ Couto, Nasbahry (2008). Budaya Visual Tradisi Minangkabau. Pafang: Unp press. hlm. 160. ISBN 978-979-8587-37-5. 
  6. ^ Couto, Nasbahry (2010). Psikologi Persepsi pada Kawasan Komunikadi Visual. Padang: Unp press. ISBN 978-602-8819-16-9. 
  7. ^ Couto, Nasbahry (2016). Psikologi Persepsi dan Desain Informasi: Sebuah Kajian Psikologi Persepsi dan Prinsip Kognitif untuk Kependidikan. Jogyakarta: Media academi. ISBN 978-602-74482-5-4. 
  8. ^ Couto, Nasbahry (2009). Seni Rupa : Teori dan Aplikasi. Padang: Unp Press. ISBN 978 979 8587 78 8. 
  9. ^ Couto, Nasbahry (2013). Pengantar sosiologi seni. Padang: Unp Press. ISBN 9786028819718. 
  10. ^ Couto, Nasbahry (2008). Dimensi Teknologi pada Seni Rupa. Padang: Unp Press. ISBN 9789798587382. 
  11. ^ Couto, Nasbahry (2007). Konsep dan Prinsip Dasar Visual untuk Seni Rupa, Arsitektur dan Desain. Padang: Unp Press. ISBN 9789798587146. 
  12. ^ Couto, Nasbahry (2009). Perkembangan Desain Grafis Barat. Padang: Unp Press. ISBN 9789798587641. 
  13. ^ Couto, Nasbahry (2010). Konsep untuk Desain Arsitektur. Padang: Unp Press. ISBN 9786028819121. 
  14. ^ Couto, Nasbahry (ed). Seni Rupa dalam Kawasan Seni dan Budaya. Padang: Unp Press. ISBN 9786028819435. 
  15. ^ Couto, Nasbahry (ed). Buku Ajar Metode Reproduksi Grafika. Rajawali Press. ISBN 9786233721745. 
  16. ^ Couto, Nasbahry (ed). Kerapatan adat nagari banagari : sebuah monografi dan potensi Nagari Labuh & Parambahan, Kecamatan Limo Kaum, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Yogyakarta: Ikatan Guru Indonesia (IGI) DIY. ISBN 9786239039899. 
  17. ^ Perilaku dalam arsitektur. Yogyakarta: Ikatan Guru Indonesia (IGI) DIY. ISBN 9786237317067. 
  18. ^ Couto, Nasbahry (editor). Budaya belajar adaptif kerajinan perak : kasus masyarakat Nagari Koto Gadang, Provinsi Sumatera Barat. Yogyakarta: Uwais Inspirasi Indonesia. ISBN 9786232272712. 
  19. ^ Couto, Nadbahry (Ed). Disrupsi seni dan pendidikan seni musik. Yogya: K-Media. ISBN 9786233169660. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya