Nano Romanza
Sumarno atau lebih dikenal sebagai nama Nano Romanza (1962 - 26 Mei 2018) adalah seorang musisi dan penyanyi dangdut era 80an yang mirip seperti Hj Rhoma Irama.[1]
BiografiNano Romanza atau nama aslinya Sumarno dilahirkan di Indramayu, Jawa Barat pada tahun 1962. Nano adalah orang yang pertama mencampurkan seni Drama Tarling dan Musik Dangdut. Mereka menyebutnya Dangdut Tarling. Artinya Musik dangdut dulu yang manggung, setelah itu baru drama Tarling (biasanya tengah malam hingga selesai berkisar 3-4 jam). Saat itu masyarakat masih menggemari drama Traling, drama panggung lucu-lucuan, tema yang isunya saat itu, dan dihiasi lagu-lagu sederhana. Musik penggiring Drama ini adalah cuma, suling, gitar listrik dan gendang. Dan saat itu juga Dangdut sangat digemari, sehingga menggabungkan dua pertunjukan ini dalam satu panggung. Nano adalah orang yang pertama juga mencampurkan cengkok nyanyian tarling ke dalam dangdut, mencamput cengkok Tarling ke dalam dangdut. Dia juga berexperimen dengan dangdut campur cengkok Tarling, hingga ke rock. Saat ke suksesan Nano dengan Rolista, Rhoma Irama sangat terganggu saat itu. Karena Nano muncul dengan berani membawakan lagu daerah, Mencampurkan musik dangdut, gamelan jawa dan lainnya, dan dandanannya juga mengikuti Rhoma Irama saat itu. Tetapi memang saat itu dandanan penyanyi dangdut hampir sama, tidak hanya Nano, Marakarma juga. Sehingga beberapa orang menjulukinya pesaing Rhoma Irama, dan Group Rolistanya sempat di juluki Soneta 2. Dulu mereka suka tampil di TVRI, Aneka Ria Safari. Dari sinilah Rhoma Irama mengetahui Nano dengan dandanan yang mirip dengan dia. Dari dari sinilah muncul ide, fans rhoma Irama harus mengikuti dandanan seperti Rhoma Irama. Nano juga sempat mendapat tawaran main film, tapi sayang, tidak terlaksana baik, sehingga film putus tengah jalan. Kalau Rhoma Irama berbasis Islam secara pemikiran dan lagu-lagunya, Nano muncul dengan idealisme Nasionalismenya. Salah satu yang khas adalah Intro awal pembukaan sebelum konser dia selalu menyapa penonton dengan Saudara sebangsa dan setanah air. Assalamuaikum, lalu mengucapkan salam sejahtera bagi yang beragama lain. Selanjutnya dia sering melantunkan pantun Jawa dulu sebelum memulai menyanyi. Bagi Nano Indonesia berbagai suku dan ras, juga agama, harus bersatu dibawah Indonesia yang di apit oleh Bhineka Tunggal Ika. Dan hidup damai dan tentram. Nano juga sangat kental dalam hal Kejawennya, dia percaya akan dunia lain (Bagi saya Mistik adalah Budaya), dia sering melakukan ritual ini, seperti berjalan jauh, tidur di tempat yang dianggap kramat sebelum menuliskan lagu/ide dalam musiknya. Hal ini sama dilakukan oleh penyanyi sinden wayang dan seni daerah lainnya. Biasanya mereka mendatangi kuburan penyanyi legendaris dahulu dan mendapatkan Wejangan agar suara lebih bagus dan sukses. Pertama kali sutradara datang kerumahnya sangat terpana sekali. Bagaimana mungkin ada sosok seorang yang sudah tua dan rapuh ditempat yang gelap seperti ini sambil merokok dan mendengarkan lagu yang cukup bagus. Lagunya "Nikah Lari". Ternyata lagu itu sudah 2 tahun dia buat, dan dia dengarkan setiap hari. Dia tidak dapat memasarkan lagu ini karena tidak ada yang membiayainya untuk di angkat. Sepontan Sutradara mengambil lagu ini untuk diangkat ke publik. Ia Pertama kali Sutradara/Cinematography bertemu dengan dia tidak sengaja. Disaat kesibukan shooting Kang Jaham dan teman sesama profesi musik dangdut Tarling, mereka selalu menyebut nama Nano. Terlintas oleh sutradara untuk mengetahui dan ingin berkenalan sama yang namanya Nano Romanza. Maka Kang Jaham mengajak ke rumah Nano. Kang Jaham adalah salah satu personil musik group Pimpinan Nano Romanza ini dulunya. Begitu banyak nama group yang dibuat oleh Nano saat itu, tetapi awal muncul Nano dimulai saat dia membuat group bernama Putra Budaya pada tahun 1979 di Indramayu. Dan setelah itu, tahun 1983 berubah menjadi Rolista (Rombakan Lingkungan Seni Tarling). Bagi sutradara, Nano adalah sosok yang sangat klise dalam cerita seorang dengan ke suksesannya yang kini sudah hancur terpuruk. Banyak kasus seperti ini. Dan sutradara mengangkat Nano Romanza ke dalam film sebagai simbol tentang hal ini, kesuksesan dan terpuruk, simbol kejayaan Tarling Dangdut, dan juga menghormati sosok yang menjadi legend. Dia juga lambang dari Idealisme yang terpuruk akan globalisasi jaman. Kini dia hidup dengan istri ke 7 nya bernama Dewi Anggun (penyanyi yang sedang meniti karir). Mereka tinggal di rumah kecil pinggir kali di Kertasemaya Indramayu. Bagi sutradara mengangkat Nano ikut dalam karakter dalam film adalah sebuah penghargaan terhadap dia dalam musik dangdut Tarling.[2] Nano Romanza telah menghembuskan nafas terakhirnya di Indramayu, Jawa Barat pada tanggal 26 Mei 2018 di usia 56 tahun akibat sakit yang ia derita, ia meninggalkan istri ketujuhnya, Dewi Anggun. DiskografiLagu
Pranala luarReferensi
|