Nagari LunangLunang adalah sebuah Nagari di Kecamatan Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Nagari Lunang merupakan salah satu nagari yang berada di ujung selatan Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan nagari yang mempunyai sejarah budaya Minangkabau sebagai kerajaan Minangkabau terakhir pasca peristiwa menghirabnya Bundo Kandung (Mande Rubiah) ke sebuah negeri yang dinamakan Tanah Kemenangan atau yang dikenal saat ini dengan sebutan Nagari Lunang. Lahirnyaa Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari yang kemudian menjadi pedoman bagi 8 (delapan) kabupaten di Sumatera Barat untuk menyusun Perda yang mengatur tentang pemerintahan nagari di daerahnya adalah cikal-bakal dibentuknya nagari-nagari di kecamatan Lunang.[1] SejarahDi Lunang ini terdapat keluarga Mande Rubiah yang dipercaya merupakan keturunan Bundo Kanduang, seorang raja perempuan Minangkabau yang menyelamatkan diri dari musuhnya yang menyerang Pagaruyung dari Timur. Ia menyelamatkan diri bersama anak dan menantunya ke daerah ini. Hingga kini masih didapati makam keluarga Kerajaan Pagaruyung di nagari Lunang dan juga sebuah rumah gadang yang tak lain adalah istana Bundo Kanduang yaitu Rumah Gadang Mande Rubiah.[2] Di Lunang ini mayoritas didiami oleh pecahan Suku Malayu yang secara historis merupakan keturunan dari pendatang dari Sungai Pagu dan daerah lain di sekitar Lunang. Selain itu juga terdapat Suku Caniago di nagari ini. adapun nama-nama suku di Nagari Lunang adalah: Malayu, Malayu Gadang Rantau Kataka, Malayu Gadang Kumbuang, Malayu Durian / Rajo, Malayu Kecik, Malayu Tangah, Caniago Patih dan Caniago Mangkuto.[3] Mande Rubiah sekarang bernama kecil Rakinah. suaminya bernama Suhardi Sutan Indra (suku Malayu Gadang Rantau Kataka) dan tujuh orang anak (enam putera dan satu puteri) ; Mar Alamsyah Sutan Daulat, Zulrahmansyah Daulat Rajo Mudo, Noval Nofriansyah Sutan Daunu, Marwansyah, Zaitulsyah, Heksa Rasudarsyah, Naura Puti Kabbarasti. Sedangkan keturunan dari Dang Tuanku Remendung yang jejaknya tak terekam oleh pagaruyung atas permintaan bundo kanduang sendiri dengan mengatakan bahwa ia dan keturunannya sudah mengirap ke langit untuk mengelabui raja Tiang bungkuk yang mengejarnya sampai ke pagaruyung (kisah Kaba Cindua Mato).[4] Setelah meninggalkan pagaruyung dang menghilang, bundo kanduang kembali ke lunang tempat asal nenek moyangnya, adityawarman. Sementara Cindua Mato putra juru kunci Istana (dan masih keponakannya) diperintahkan untuk naik tahta menggantikan Dang Tuanku Remendung sebagai putra mahkota alam minangkabau. Bundo kanduang mengirap (hijrah) agar tak terjadi pertumpahan darah yang lebih besar karena pertikaiannya dengan raja Tiang Bungkuk yang menewaskan anaknya Rangkayo Imbang Jayo (dalam kisah Cindur Mato). Lunang dan Renah Sekalawi berjarak kira-kira 40 km, Dang Tuanku Remendung, melahirkan dua orang anak yakni Sutan Sarduni dengan gelar Rio Mawang dan Putri Sariduni[4] Saat dewasa pangeran Sutan Sarduni pergi mencari asal usul keluarganya ke renah sekalawi, dan ia menemukan kakeknya masih hidup dan menjadi raja jang pat petuloi ke I di Sekalawi. Akhirnya kakeknya Rajo Mudo gelar Megat Sutan Saktai Rajo Jonggor turun tahta digantikan oleh cucunya Sutan Sarduni gelar Rio Mawang sebagai Raja Jang Tiang Pat ke II, oleh karena Bundo Kanduang ingin menghapus jejak keturunannya dari kejaran Raja Tiang Bungkuk, seluruh keturunan Dang Tuanku Sutan Remdungpun menggunakan dua bahasa, Melayu Minang, dan bahasa yang berkembang direnah Sekalawi yang penduduknya berasal dari pendatang Serawak Kalimantan, Cina, dan Majapahit. Jadi keturunan Dang Tuanku Sutan Remendung masih berada di Renah Sekalawi (Lebong sekarang) bisa dilihat dari tambo-tambo yang turun temurun yang terdapat di Suku VIII (Azhari Moeis, Desa Semelako dan Suku IX Muara Aman.[4] Sebelum tahun 70 an daerah ini menutup diri dari dunia luar. Tahun 1971, wali nagari dan tokokh2 Masyarakat kampung dan perantau mengusulkan kepada bupati Pessel waktu itu Drs. Abrar, daerah ini diusulakan ke pemerintah pusat sebagai penerima Transmigrasi dari pulau Jawa. usulan tersebut tereleasasi pada tahun 1973. Semenjak itu terjadi akulturasi antara suku jawa dan minang yang saling menghargai. Secara berangsur perekonomianpun mulai membaik. kebudayaan pun ikut berkembang.[5] Di zaman kekuasaan Kesultanan Inderapura, nagari Lunang berada dibawah penguasaan Kesultanan Inderapura. Wilayah AdministrasiNagari Lunang merupakan salah satu nagari yang berada di ujung selatan Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan nagari yang mempunyai sejarah budaya Minangkabau yaitu Rumah Gadang Mande Rubiah dan di nagari ini juga tempat dimakamnya Cindur Mato, Dang Tuangku, Bundo Kandung, Puti Bungsu dan lainya yang merupakan cagar Budaya yang sampai saat ini tetap dipelihara dengan baik dan disini pula pada tahun 1983 diambil api Porda Propinsi Sumatera Barat Pada mulanya nagari Lunang merupakan nagari yang mempunyai tanah wilayat yang luas sedangkan masyarakat masih sangat sedikit sehingga kemajuan nagari dalam membangun sangat lambat, maka untuk mempercepatkan pembangunan maka tahun 1972 sebanyak 10.000 ha tanah ulayat nagari lunang diserahkan kepada pemerintah untuk dijadikan Transmigrasi Umum sampai terjadi tiga Desa yaitu Desa Tanjung Beringin, Desa Talang Sari dan Tanjung Sari.[6] Sehubungan dengan Program Pemerintah Provinsi Sumtera Barat yaitu Kembali Kepada Nagari dimana Nagari Lunang yang sebelumnya terdapat 7 pemerintahan terendah (Desa) antara lain :
maka tahun 2002 terjadi Penggabungan Desa tersebut diatas menjadi Nagari Lunang yang dipimpin oleh Wali Nagari Bustami Mp.Dt.Rajo Nan Sati. dan selama + 8 tahun berjalan dengan aman dan penuh persaudaraan antar masyarakat.[7] PemekaranMengingat untuk kemajuan Nagari dalam membangunan disegala bidang, maka Nagari Lunang diusulkan kepada pemerintah untuk Pemekaran Nagari sesuai dengan Perda Pesisir Selatan Nomor :............... tahun 2002 maka Nagari Lunang dimekarkan menjadi 4 Nagari yaitu :
Dengan adanya Perda 9 tahun 2010 tentang perobahan Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari, maka Nagari Lunang melakukan pemekaran Nagari yaitu Nagari Sindang Lunang sesuai dengan Perda Nomor 101 tahun 2011 tentang Pembentukan Pemerintahan Nagari Lunang di Kecamatan Lunang.[6] DemografiBatas Wilayah
Kampung
Jumlah PendudukLaki-laki berjumlah : 1.669 0rang Perempuan berjumlah : 1.792 orang Jumlah Penduduk : 3.461 orang Jumlah Kepala Keluarga : 898 KK KK Miskin : 170 KK Jarak ke Ibukota
Kehidupan SosialNagari Lunang merupakan salah satu Nagari yang Dominan Penduduknya Pemeluk Agama Islam dan mempunyai adat dan budaya yang selalu dan tetap dilestarikan berlandasan ”Adaik Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah” Masyarakat Nagari Lunang terdiri dari 8 suku yang dipimpin oleh masing suku yang dinamai Penghulu Suku dan dibantu oleh beberapa pemangku adat sebagai pelindung dan sebagai pemperhatikan dalam pelaksanaan sosial budaya sehari-hari oleh masyarakat hal ini disetiap tahun pada hari raya ke II di Lunang diadakan acara ritual yaitu Tradisi Manjalang Ka Rumah Gadang Mande Rubiah yang dihadiri oleh seluruh masyarakat. Baik nagari Lunang maupun dari nagari tetangga dan disini pula pemuka Adat, Urang Siak, Tokoh masyarakat serta semua unsur masyarakat mengadakan pertemuan dalam hal membicarakan adat dan budaya salingka nagari dan sampai saat ini semua masyarakat tanpa asal usul tetap rukun saling berbaur sesamanya.[8] Keadaan EkonomiSesuai dengan keadaan georafis Nagari lunang dengan wilayah Tataran serta perbukitan yang sangat luas maka lebih kurang 90 % masyarakatnya adalah petani dengan komoditi unggulan sawit, Padi, jagung dan Karet dll. sSat ini masyarakat ekonominya cukup bagus namun nagari lunang dalam pelaksanan ekonominya terkedala Inspastruktur penunjang belum memuaskan seperti : lahan masyarakat masih banyak musim hujan digenangi air dan juga akses jalan usaha tani belum sempurna sesuai yang diharapkan oleh petani.[9] Kondisi PemerintahanNagari Lunang terdiri dari 4 Kampung, oleh sebab itu potensi perangkatnya terdiri dari Seorang Wali Nagari, satu orang Sekretaris Nagari (Seknag), Dua (2) Orang Kasi, Tiga (3) Orang Kasi dan Empat (4) orang Kepala Kampung.[10][11] Referensi
|