N-219
N-219 Nurtanio merupakan pesawat penumpang dan serba guna yang dikembangkan oleh PT Dirgantara Indonesia (PTDI). Spesifikasi dasar mencakup kapasitas 19 penumpang dan dua mesin turboprop produksi Pratt and Whitney PT6A–42, masing-masing bertenaga 850 shp.[2] Pesawat ini mampu terbang dan mendarat di landasan pendek sehingga mudah beroperasi di daerah-daerah terpencil.[3] Pesawat ini terbuat dari logam dan dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel yang memastikan bahwa pesawat ini bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan juga kargo. Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam. Berbekal kelebihan tersebut, pesawat ini juga lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu DHC-6 Twin Otter. Pesawat N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Kemampuan tersebut memungkinkan kecepatan yang cukup rendah namun terkendali sehingga memudahkan manuver ketika melalui wilayah tebing dan pegunungan.[4] PTDI telah sukses melakukan uji terbang perdana pesawat N219 pada tanggal 16 Agustus 2017. Uji terbang dilakukan menggunakan purwarupa pesawat N219 selama 340 jam untuk mendapatkan type certificate (TC).[5] Setelah melakukan uji coba penerbangan beberapa kali, pada 10 November 2017 pesawat N219 diberi nama “Nurtanio” oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, bertempat di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.[6] Nama Nurtanio dipilih oleh Presiden sebagai penghargaan kepada Marsekal Muda TNI (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo yang merupakan sosok perintis industri pesawat terbang Indonesia. SejarahPada tahun 2003, PT Dirgantara Indonesia pertama kali mengungkapkan rencana pengembangan pesawat dengan kapasitas 19 penumpang dan sejumlah model helikopter sipil sebagai bagian dari rencana program pembenahan yang dicanangkan berjalan untuk 5 tahun ke depan. Langkah tersebut direncanakan mengingat antisipasi pada penghentian lini produksi model CN-212, NAS-332 Super Puma, BO-105, dan Bell 412, pada saat itu. Proyek diharapkan dapat berjalan dengan membuka kerjasama antar negara Asia Tenggara dan juga dengan mengandalkan teknologi penerbangan yang didatangkan dari negara-negara Barat.[7] Proyek akhirnya dilaksanakan dengan proposal pendanaan pada tahun 2006 yang bersumber dari kerjasama Qatar-Indonesia Joint Investment Fund dengan nilai investasi sebesar US$65 juta yang mana porsi sebesar 70% dikontribusikan oleh Qatar sedangkan sisanya sebesar 30% didanai oleh Indonesia.[8] Pada Juni 2011, harga per unit diestimasi akan berada pada angka US$4 juta dan prototipe pertama diprediksi akan terbang pada 2014.[9] Hingga tahun 2014, target tersebut belum terpenuhi dan harga estimasian sebelumnya mengalami kenaikan menjadi US$5 juta.[10] Pada Agustus 2016, Airbus Defense and Space menyatakan komitmen untuk memberikan bantuan dalam pencapaian sertifikasi untuk model N-219 setelah dulu juga sempat membantu sertifikasi untuk model N-250 dan berkolaborasi dalam produksi CN-235, yang mana keduanya juga merupakan produk yang berasal dari pengembangan PTDI.[11] Pengembangan dilanjutkan dengan target penyelesaian prototipe pertama pada pertengahan 2016 dan uji terbang pertama ditargetkan berjalan pada akhir tahun yang sama. Namun, target tersebut meleset sehingga jadwal terbang pertama berubah menjadi kuartal pertama tahun 2017 dan produksi pesawat ditargetkan mulai pada 2018.[12] Prototipe pertama akhirnya selesai pada 2017 dan uji coba terbang pertama dilaksanakan pada 16 Agustus 2017 di Bandara Husein Sastranegara dengan durasi percobaan selama 26 menit dari lepas landas hingga pesawat kembali mendarat.[13] Presiden Joko Widodo meresmikan pesawat N-219 dengan julukan Nurtanio sebagai penghormatan kepada Marsekal Nurtanio Pringgoadisuryo setelah meninjau prototipe di Landasan Udara Halim Perdanakusuma pada 10 November 2017.[6] Hingga pertengahan 2019, PTDI masih berusaha melengkapi jam terbang uji coba yang diperlukan untuk mampu mendapatkan sertifikasi yang dibutuhkan untuk produksi massal N-219.[14] Proses sertifikasi masih berlanjut hingga awal 2020 dan PTDI mengekspektasi pemenuhan kontrak akan mulai sejak tahun 2022.[15] Manajemen juga memformulasikan rencana untuk mendirikan anak perusahaan terpisah yang dikonsentrasikan sebagai lini produksi khusus perakitan N219.[16] DesainN-219 ini dikembangkan dari CASA C-212 Aviocar dan, seperti desain itu, juga dari semua konstruksi logam. Pesawat ini diklaim akan memiliki volume kabin terbesar di kelasnya (6,50 x 1,82 x 1,70m).[17] Sebuah sistem pintu yang fleksibel untuk memungkinkan misi serbaguna untuk mengangkut penumpang dan kargo. Pesawat ini dirancang untuk memenuhi FAR 23 (pesawat kategori komuter). N-219 Nurtanio memiliki 2 mesin turboprop Pratt and Whitney PT6A–42 yang masing-masing dapat mengerahkan daya sebesar 850 shp dengan menggunakan 4-blade metal propeller produksi Hartzell[18] dan mampu mengangkut 19 penumpang secara keseluruhan. Pengembangan N-219 ditujukan sebagai program nasional yang juga berniat mendukung industri komponen lokal, sehingga kandungan lokal pada N-219 ditujukan agar berada dalam porsi 80%.[19] Konfigurasi bentuk N-219 ditujukan agar dapat membantu konektivitas antar wilayah Indonesia, khususnya mencakup wilayah pedalaman, dan disesuaikan dengan keadaan permukaan bumi wilayah Indonesia yang didominasi oleh kepulauan dan deretan pegunungan. Rencana di masa mendatang juga melibatkan pengembangan varian model N-219 sebagai pesawat amfibi untuk memudahkan akses pada wilayah yang dikelilingi oleh perairan.[14][19] Sebagai pesawat terbang serba guna, N-219 dapat dikonfigurasi untuk berbagai fungsi mulai dari penerbangan komersial hingga penggunaan militer dan misi penyelamatan. Pesawat dapat digunakan untuk transportasi penumpang maskapai komersial dan personel militer, transportasi logistik dan korban bencana, search and rescue, serta pengawasan dan patroli.[20] SpesifikasiPerforma berikut merupakan klaim dari PT Dirgantara Indonesia[21]
PemasaranPTDI muncul sebagai salah satu partisipasi pada pameran Singapore Airshow 2018 dan memasarkan portofolio produknya terutama N-219 yang masih dalam pengembangan utama.[23] Hingga Juli 2019, PTDI masih dalam proses pemenuhan jam terbang minimal yang diperlukan untuk mendapatkan sertifikasi yang menjadi salah satu izin legal untuk memulai produksi massal N-219 yang ditargetkan dapat mulai berjalan pada akhir tahun 2019.[14][24] Namun, selama proses pengembangan, sudah muncul sejumlah pihak yang menunjukkan ketertarikan pada model N-219 hingga menempatkan pesanan sebagai pelanggan pertama ketika produksi telah berjalan.[25] Kelompok peminat tersebut didominasi oleh maskapai penerbangan domestik Indonesia dan cabang dari Tentara Nasional Indonesia, dengan rinciannya sebagai berikut:
Rencana distribusi ke luar negeri juga telah muncul selama proses pengembangan. Indonesia memiliki perjanjian bilateral dengan Cina yang ketika terdapat pesawat terbang yang telah bersertifikasi pada salah satu negara, maka pesawat tersebut dianggap layak terbang pada negara pasangannya dan dapat secara legal diperjualbelikan. Indonesia juga berniat merancang perjanjian yang serupa dengan Meksiko sehingga diharapkan dapat mendorong ekspor N-219.[28] Pangsa pasar internasional yang dituju juga mencakup negara Uni Eropa, Kolombia, dan Uni Emirat Arab.[29] Lihat juga
Referensi
|