Nüwa menambal langitKisah mitologi Nüwa Menambal Langit (Hanzi=女娲补天; pinyin=Nǚwā bǔtiān) menjadi suatu tema umum dalam budaya Tiongkok. Keberanian dan kebijaksanaan Nüwa menginspirasi masyarakat Tiongkok kuno untuk mengendalikan elemen-elemen alam dan menjadi salah satu subyek favorit para pujangga, pelukis, dan pematung Tiongkok[1] berbagai sastra dan seni, seperti novel, film, lukisan, dan patung; misalnya patung yang menghiasi Kota Nanshan-Shenzhen,[2] dan Ya'an.[3] Nuwa pencipta manusiaHuainanzi menceritakan pada suatu masa yang sangat kuno, keempat tonggak penyangga langit runtuh tanpa penjelasan apa penyebabnya. Sumber-sumber lain menjelaskan bahwa penyebabnya adalah pertempuran antara Gong Gong dengan Zhuanxu atau Zhu Rong. Tidak terima akan kekalahannya, Gong Gong membenturkan kepalanya ke Gunung Buzhou (不周山) yang merupakan salah satu pilar penahan langit. Hal tersebut menyebabkan separuh langit runtuh dan meninggalkan lubang menganga sementara bumi retak, poros bumi melenceng ke tenggara sementara langit melenceng ke barat laut. Itulah sebabnya daratan di Tiongkok sebelah barat lebih tinggi dibandingkan yang timur dan sungai-sungai sebagian besar mengalir ke tenggara. Hal yang sama terjadi pada matahari, bulan, dan bintang-bintang yang bergerak ke barat laut. Api membakar hutan sehingga binatang-binatang liar menjadi ganas dan menyerang manusia, sementara air yang keluar dari retakan bumi tidak menjadi surut.[4] Nüwa yang melihat kekacauan tersebut segera bertindak untuk memperbaiki langit. Ia mengambil batu-batu lima warna (merah, kuning, biru, hitam, dan putih), konon dari dasar sungai, meleburnya dan ia gunakan untuk menambal langit; itulah sebabnya langit memiliki awan beraneka warna. Nüwa kemudian membunuh seekor penyu (atau kura-kura) raksasa, sebagian versi menyebut nama kura-kura tersebut Ao, memotong keempat kakinya, dan meletakkannya di keempat ujung langit sebagai tiang yang baru. Namun, Nüwa tidak melakukannya dengan sempurna; keempat kaki penyu tersebut tidak sama panjang sehingga langit menjadi miring. Ia kemudian membunuh naga hitam yang menjadi penyebab banjir (beberapa versi menamainya Xiangliu), mengusir hewan-hewan buas, memadamkan api, dan mengatasi banjir menggunakan sejumlah besar abu hasil pembakaran ilalang. Dunia kembali damai seperti semula.[4][5] Maharani NuwaTerdapat berbagai versi daftar Tiga Maharaja dan Lima Kaisar, yaitu para pemimpin awal umat manusia sekaligus pahlawan kebudayaan menurut kepercayaan Tiongkok Utara[6] tergantung sumber yang digunakan. Pada salah satu variasi, Nüwa termasuk dalam daftar Tiga Maharaja yang memerintah setelah Fuxi dan sebelum Shennong.[7] Pada masa pemerintahannya yang matriarki, Nüwa bertempur melawan kepala suku dari suku tetangganya dan berhasil mengalahkannya, kemudian membawanya ke atas gunung. Kepala suku tersebut merasa malu karena dikalahkan seorang wanita sehingga ia membenturkan kepalanya ke Bambu Surgawi dengan tujuan untuk bunuh diri sekaligus membalas dendam. Perbuatannya menyebabkan langit robek dan air bah menerjang bumi, menyebabkan terjadinya banjir besar di seluruh dunia dan membunuh semua manusia kecuali Nüwa dan para pasukannya. Selanjutnya, Nüwa menambal langit menggunakan batu-batu lima warna sehingga banjir menyusut.[8] Kultur
Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|