Muhammad Sroedji

Mochammad Sroedji
Informasi pribadi
Lahir(1915-02-01)1 Februari 1915
Bangkalan, Madura, Hindia Belanda
Meninggal8 Februari 1949(1949-02-08) (umur 34)
Karang Kedawung, Jember, Jawa Timur, Indonesia
Suami/istriNy. Mas Roro Rukmini
Anak
  • Drs. H. Sucahjo
  • Drs. H. Supomo
  • Sudi Astuti
  • Pudji Redjeki Irawati
Penghargaan sipilBintang Gerilya
Bintang Sakti
Bintang Mahaputra Utama
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1943 - 1949
PangkatLetkol.Inf. Anumerta
Pertempuran/perangAgresi Militer Belanda I
Agresi Militer Belanda II
Pangkat terakhirnya adalah Mayor Inf., tetapi karena gugur dalam tugas, maka diberikan Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) menjadi Letkol. Inf. (Anumerta).
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Letnan Kolonel Inf. (Anumerta) Mohammad Sroedji (1 Februari 1915 – 8 Februari 1949) merupakan tentara yang berjuang di Kabupaten Jember melawan penjajah Belanda. Ia Gugur akibat berondongan peluru pasukan Belanda pada tahun 1949. Pada tahun 2016, Presiden Joko Widodo menganugerahkan Tanda Kehormatan Republik Indonesia Bintang Mahaputera Utama kepada Alm. Letkol inf. (Anumerta) Mohammad Sroedji.

Kehidupan awal

Moch. Sroedji dilahirkan di Bangkalan-Madura, pada 1 Februari 1915. Ia adalah putra dari pasangan Bapak H. Hasan dan Ibu Hj. Amni. Istri Sroedji bernama Hj. Mas Roro Rukmini, yang lahir dari pasangan Mas Tajib Nitisasmito dan Siti Mariyam. Dari perkawinan tersebut terlahir 4 orang anak, diantaranya Drs. H. Sucahjo, Drs. H. Supomo, Sudi Astuti, dan Pudji Redjeki Irawati.

Pendidikan

Moch. Sroedji mengenyam pendidikan di Hollands Indische School (HIS). Ia kemudian menimba ilmu di Ambacts Leergang (semacam sekolah pertukangan). Bidang pertukangan dibagi menjadi dua. Yang pertama, Ambacthsshool. Sekolah ini menerima lulusan dari HIS, HCS, dan sekolah Peralihan. Berikutnya, Ambachts Leergang, yang menerima lulusan Sekolah Bumiputra Kelas Dua dan vervolgschool. Keduanya memiliki masa pendidikan 3 tahun. Ambachts leergang mencetak tukang listrik, mebel, dan lain-lain, sedangkan Ambacthsshool mencetak mandornya. Pada tahun 1938 sampai tahun 1943, Moch. Sroedji bekerja sebagai Pegawai Jawatan Kesehatan sebagai Mantri Malaria di RS Kreongan Jember (kini menjadi RS Paru).

Karier militer

Moch. Sroedji memulai karier militernya di Jember pada akhir tahun 1943. Semula pangkatnya adalah komandan kompi alias Chuudanchoo (Chuu: menengah, Danchoo: pimpinan/perwira) di Peta Besuki. Jabatan sebagai komandan kompi ia dapat setelah mengikuti Pendidikan Perwira Tentara PETA angkatan I di Bogor (seangkatan dengan Ahmad Yani dan Soeharto - sumber sang patriot-red). Setelah lulus PETA, ia ditugaskan sebagai komandan kompi untuk Karesidenan Besuki – Batalyon 1 Kencong – Jember di bawah Daidancho Soewito Soediro. Moch. Sroedji juga turut berperan aktif dalam memelopori terbentuknya BKR dan TKR untuk wilayah Karesidenan Besuki. Pada bulan September 1945 sampai dengan Desember 1946, ia berturut-turut dilantik sebagai Komandan Batalyon 1 Resimen IV Divisi VII TKR yang berdomisili di wilayah Kencong, Jember. Antara Mei 1948 hingga Oktober 1948, Moch. Sroedji menjadi Komandan Resimen 40 Damarwoelan pada Divisi VIII. Pada tanggal 25 Oktober 1948, sesuai hasil keputusan Menteri Pertahanan RI. No. A/532/42, Resimen 40 Damarwoelan dilebur dan diubah namanya menjadi Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur. Survive di Blitar. Tempat pengungsian pasukan Damarwoelan terpencar di berbagai daerah. Namun kemudian dapat disatukan di Blitar. Mereka mengungsi lebih dari 3 bulan. Kesemuanya diurus panitia. Waktu terus bergulir, beban konsumsi dan akomodasi seluruh anggota resimen semakin membengkak. Pada akhirnya, kesemua itu ditanggung oleh Komandan Sroedji.

Aksi Wingate

Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur mengadakan Wingate Action (dari daerah Blitar ke daerah Besuki) menuju jalur Lumajang – Klakah – Jember – Banyuwangi. Wingate Action tersebut berlangsung selama 51 hari. Menempuh perjalanan panjang, dengan jarak sekitar 500 km. Sepanjang perjalanan, Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur mengalami banyak pertempuran. Puncak pertempuran terjadi pada 8 Februari 1949 di Desa Karang Kedawung, Mumbulsari, Jember. Letkol Moch. Sroedji gugur di medan perang, setelah berhari-hari bertahan dari gempuran dan kejaran pihak Belanda. Jenasah Letkol Moch. Sroedji dikebumikan di Pemakaman Umum Kreongan. Sementara di bekas wilayah pertempuran dibangun sebuah monumen untuk memperingati apa yang telah terjadi pada 8 Februari 1949.Letkol inf. (Anumerta) Mohammad Sroedji meninggal pada pertempuran di Jember di usia 34 tahun pada 8 Februari 1949 di Desa Karangkedawung, Mumbulsari, Jember.

Anugerah Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera

Pada tanggal 5 oktober 1949, Letkol Sroedji mendapatkan Tanda Jasa Pahlawan Bintang Gerilya dari Presiden Soekarno, dan juga tanda Jasa kehormatan Bintang Sakti dari Presiden Soeharto pada tanggal 8 Maret 1975.[1]

Pemerintah indonesia memberikan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera yang sudah ditetapkan dengan Keppres RI Nomor 91/TK/Tahun 2016 tertanggal 3 November 2017. Dua tokoh yang menerima Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera antara lain Alm. Mayjen TNI (purn) Andi Mattalatta asal Provinsi Sulawesi Selatan dan Alm. Letkol Inf (Anumerta) Sroedji yang berasal dari Jawa Timur. Penghargaan ini secara resmi langsung diserahkan Presiden Joko Widodo kepada masing-masing keluarga atau perwakilan dari penerima gelar tersebut.[2]

Referensi

  1. ^ "Berjuang Sampai Akhir: Perjuangan Mochammad Sroedji | dave.indrakusuma | Indonesiana". INDONESIANA.TEMPO.CO (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-01-18. 
  2. ^ Mulyono, Yakub. "Meski Terima Penghargaan, Letkol Sroedji Belum Ditetapkan Pahlawan". detiknews. Diakses tanggal 2019-01-18. 

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya