Motif tumbuh-tumbuhan NusantaraMotif tumbuh-tumbuhan Nusantara adalah ornamen khas di Indonesia yang diterapkan menggunakan teknik pahat pada batu untuk hiasan candi, pada benda-benda produk yang terbuat dari tanah liat, kain bersulam, bordir, tenun dan batik, barang-barang yang terbuat dari emas, perak, kuningan, perunggu, sampai benda-benda berukir dari kayu.[1][2] SejarahMotif tumbuh-tumbuhan sebelumnya belum berkembang pada zaman prasejarah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan van der Hoop (1949) bahwa dalam zaman prasejarah di Indonesia tidak terdapat ornamen tanaman, tetapi kemudian, pada zaman pengaruh Hindu yang datang dari India, ornamen tumbuh-tumbuhan menjadi sangat umum dan sejak ini pula menjadi bagian yang utama dalam dunia ornamentasi di Indonesia. Motif tumbuh-tumbuhan semakin subur dan mendapat tempat yang istimewa setelah datang pengaruh Islam sekitar abad ke-15. sebaliknya, motif manusia dan binatang atau motif makhluk hidup yang beraneka pada zaman Hindu semakin surut, bahkan di beberapa daerah ditinggalkan. motif flora terpadu dengan motif benda-benda alam misalnya bebatuan, bukit atau gunung, awan, setelah mendapat pengaruh dari Cina. Motif meander yang telah dikenal pada zaman prasejarah bahkan berkembang menjadi motif awan, sementara motif tumpal adakalanya digubah menjadi motif api dan praba atau sinar. RagamMotif Hias BungaDi antara berbagai macam bunga, teratai merupakan bunga yang sering dijadikan motif hias. Motif hias bunga teratai melambangkan kemurnian dan kesucian. Dalam kepercayaan Budha, teratai disimbolkan sebagai kemurnian karena muncul tidak tercela meskipun dari dalam lumpur. Delapan helai mahkota bunga merupakan simbol delapan sikap kesusilaan. Di Keraton Cirebon, teratai dianggap sebagai lambang kebesaran dalam ketatanegaraan. Motif Hias Patra, Lung, dan SulurPatra artinya daun. Umumnya motif hias patra berbentuk stilisasi sehelai daun yang diulang-ulang tersusun berderet, tetapi patra juga merupakan gubahan dedaunan yang merupakan bagian motif tumbuh-tumbuhan. Kata Lung dalam bahasa Jawa menunjuk pada sejenis tunas atau batang tanaman menjalar yang masih muda dan melengkung-lengkung bentuknya. Sementara Sulur dipakai dipakai untuk menanamkan motif hias tumbuh-tumbuhan yang digubah dengan bentuk dasar lengkung pilin tegar dan juga bagian batang yang menjalar menyerupai spiral. Referensi
|