Mosaik-mosaik Delos

Mosaik Yunani dari zaman Helenistik yang menggambarkan Dewa Dionisus dalam wujud daimon bersayap menunggang seekor macan,[1][2] ditemukan di situs Rumah Dionisus, Delos, Daerah Aigea Selatan, Yunani, akhir abad ke-2 SM, Museum Arkeologi Delos

Mosaik-mosaik Delos adalah sekumpulan besar karya seni mosaik Yunani Kuno yang ditemukan di Pulau Delos, Kepulauan Kiklades, negara Yunani. Sebagian besar mosaik yang masih lestari di Pulau Delos dibuat pada abad ke-2 SM dan awal abad ke-1 SM atau pada zaman Helenistik dan permulaan zaman penjajahan Romawi di Yunani. Mosaik-mosaik Helenistik tidak lagi dibuat sesudah tahun 69 SM karena terkendala perang melawan Kerajaan Pontos yang menyebabkan Pulau Delos mengalami penyusutan populasi secara mendadak dan tidak lagi diperhitungkan sebagai salah satu pusat dagang utama. Di antara situs-situs arkeologi Yunani dari zaman Helenistik, Pulau Delos merupakan situs dengan salah satu kumpulan karya seni mosaik terbanyak yang masih bertahan hingga kini. Kira-kira setengah dari semua mosaik teselasi buatan Yunani dari zaman Helenistik yang masih lestari adalah mosaik yang ditemukan di Pulau Delos.

Ada bermacam-macam jenis perkerasan di Pulau Delos, mulai dari perkerasan dengan lapisan kerikil atau batu pecah sampai dengan perkerasan dengan lapisan mosaik yang tersusun dari keping-keping tesera. Sebagian besar corak hias berbentuk susunan pola geometris sederhana, dan hanya segelintir mosaik yang dibuat dengan teknik opus tessellatum dan opus vermiculatum guna menghasilkan gambar-gambar latar maupun benda nyata yang jelas dikenali, alami, dan berwarna-warni. Mosaik-mosaik Delos ditemukan di tempat-tempat peribadatan, bangunan-bangunan publik, maupun tempat tinggal pribadi. Rumah tinggal pribadi biasanya memiliki denah tidak beraturan jika tidak memiliki pelataran tengah berperistilium.

Meskipun ada sedikit jejak pengaruh Punik-Fenisia dan Romawi-Italia, mosaik-mosaik Delos pada umumnya sejalan dengan tren-tren utama dalam seni rupa Helenistik. Para hartawan yang mendanai pembuatan karya-karya seni lukis dan seni pahat di Pulau Delos mungkin pula telah mendatangkan seniman-seniman mosaik dari luar pulau. Mosaik-mosaik Delos menampakkan ciri-ciri yang mirip dengan mosaik-mosaik di negeri-negeri berbudaya Yunani lainnya, misalnya mosaik-mosaik Makedonia di kota Pela. Mosaik-mosaik Delos menampakkan pula beberapa unsur dari tradisi-tradisi seni lukis Yunani Kuno dan kerap menggunakan teknik latar hitam yang juga digunakan dalam pembuatan tembikar sosok-merah pada zaman Klasik. Beberapa langgam dan teknik yang terlihat pada mosaik-mosaik Delos tampak jelas pada mosaik-mosaik dan karya-karya seni Romawi, meskipun mosaik-mosaik buatan Romawi dari zaman yang sama, misalnya mosaik-mosaik Pompeii, menampakkan perbedaan-perbedaan mencolok antara kawasan barat dan kawasan timur Mediterania dari segi produksi dan desain.

Perkiraan waktu pembuatan

Kiri: Likurgos membunuh Ambrosia, mosaik dari kawasan utara Pulau Delos,[3] Museum Arkeologi Delos
Kanan: Burung-burung merpati bertengger di pinggiran mangkuk, Museum Arkeologi Delos

Penggalian-penggalian arkeologi di Pulau Delos yang dilakukan Perguruan Prancis di Athena dimulai pada tahun 1872[4] dan menghasilkan deskripsi-deskripsi pertama tentang mosaik-mosaik Delos dalam laporan arkeolog Prancis, Jacques Albert Lebègue, yang dipublikasikan pada tahun 1876.[5] Ada 354 mosaik Delos yang masih lestari dan sudah diteliti arkeolog Prancis, Philippe Bruneau.[2][6][7] Sebagian besar dari mosaik-mosaik tersebut diperkirakan berasal dari penghujung zaman Helenistik, semasa dengan penghujung zaman Republik Romawi, yakni paruh kedua abad ke-2 SM dan awal abad ke-1 SM.[2][6][8][9][10] Beberapa mosaik diperkirakan berasal dari zaman Klasik, dan salah satu di antaranya diperkirakan berasal dari zaman Kekaisaran Romawi.[6] Philippe Bruneau yakin bahwa mosaik-mosaik yang belum dapat diperkirakan waktu pembuatannya, dilihat dari langgam seninya, dibuat pada zaman yang sama dengan sebagian besar mosaik lain, yakni antara tahun 133 sampai tahun 88 SM.[6]

Sesudah memenangkan Perang Makedonia III pada tahun 167 atau 166 SM, Republik Romawi menyerahkan Pulau Delos kepada negara-kota Athena. Orang Athena kemudian mengusir sebagian besar penduduk asli Pulau Delos.[3] Bangsa Romawi menghancurkan Korintus pada tahun 146 SM sehingga status Pulau Delos sebagai pusat dagang utama di Yunani agak sedikit pulih. Kemakmuran dari perdagangan, kegiatan pembangunan, dan jumlah populasi Pulau Delos menurun drastis sesudah diserang bala tentara Mitridates VI, Raja Pontos, pada tahun 88 dan tahun 69 SM, dalam perang antara Kerajaan Pontos dan Republik Romawi.[11] Andaikata tidak diserang Pontos pun, Pulau Delos tetap saja akan ditinggalkan orang secara perlahan-lahan sesudah Republik Romawi dapat berdagang secara langsung dengan Dunia Timur. Hubungan langsung Republik Romawi dengan Dunia Timur inilah yang mengetepikan peran Pulau Delos sebagai salah satu titik persinggahan utama di jalur dagang yang membentang jauh sampai ke Tiongkok.[12]

Karakteristik

Komposisi

Komposisi mosaik-mosaik dan perkerasan di Pulau Delos mencakup perkerasan sederhana dengan lapisan kerikil, lapisan batu pecah pualam putih, lapisan tembereng keramik, dan lapisan tesera.[2][6][13] Ada dua macam teknik pembuatan lapisan tesera, yakni opus tessellatum dan opus vermiculatum. Opus tessellatum adalah teselasi sederhana menggunakan keping-keping tesera dengan ukuran rata-rata delapan kali delapan milimeter,[14] sementara opus vermiculatum adalah teselasi menggunakan keping-keping tesera dengan ukuran di bawah empat kali empat milimeter.[2][6][15] Banyak mosaik Delos yang tersusun dari campuran dua macam tesera tersebut, sementara perkerasan yang paling umum adalah perkerasan dengan lapisan batu pecah. Perkerasan semacam ini ditemukan di 55 unit rumah tinggal dan biasanya digunakan untuk melapisi lantai dasar.[16] Mayoritas mosaik Delos tersusun dari pecahan-pecahan batu pualam yang ditata menutupi lantai dan direkatkan dengan semen. Cara lain untuk memperkeras lantai adalah melapisinya dengan tanah yang dimampatkan atau batu-batu gneis pipih.[17] Lantai dapur dan jamban diperkeras dengan lapisan tembikar, batu-bata, atau pecahan ubin agar kedap air.[18] Pita-pita timbal yang dibenamkan ke dalam semen kerap digunakan untuk memperjelas pinggiran mosaik-mosaik corak hias geometris, tetapi tidak digunakan dalam pembuatan mosaik-mosaik bergambar benda nyata yang lebih rumit teselasinya.[19]

Mosaik kubus pada lantai sebuah rumah di Pulau Delos

Lokasi dan penempatan

Meskipun ada yang ditemukan di tempat-tempat peribadatan dan bangunan-bangunan publik, sebagian besar mosaik Delos ditemukan di bangunan-bangunan tempat tinggal dan rumah-rumah tinggal pribadi.[20] Mayoritas dari rumah-rumah tinggal ini berdenah tidak beraturan, sementara jenis rumah tinggal terbanyak nomor dua adalah rumah-rumah tinggal yang memiliki pelataran tengah berperistilium.[21] Mosaik-mosaik sederhana biasanya ditempatkan pada area berlalu-lalang, sementara ruangan-ruangan yang diperuntukkan untuk menjamu tamu dihiasi dengan mosaik-mosaik yang lebih rumit.[22][23] Meskipun demikian, hanya 25 rumah di Pulau Delos yang dihiasi dengan mosaik-mosaik hasil penerapan teknik opus tessellatum dan hanya delapan rumah yang dihiasi mosaik-mosaik corak hias maupun gambar benda nyata hasil penerapan teknik opus vermiculatum.[6][15] Sebagian besar mosaik lantai hanya menampilkan pola-pola geometris.[6] Mosaik-mosaik yang dibuat dengan teknik opus vermiculatum dan opus tessellatum lebih lazim dijumpai di ruangan-ruangan lantai atas daripada di ruangan-ruangan lantai dasar.[24] Selain Rumah Dionisos dan Rumah Lumba-Lumba, pelataran berperistilium pada rumah-rumah di Pulau Delos hanya dihiasi mosaik bercorak tumbuh-tumbuhan dan pola-pola geometris.[23]

Mosaik bercorak roset dibingkai pola gelombang tunggal[25]

Pola dan corak hias

Salah satu dari sekian banyak pola dan corak hias yang terdapat pada mosaik-mosaik Delos adalah corak hias belah ketupat dalam tiga macam warna yang menciptakan ilusi tiga dimensi sehingga terlihat seperti kubus.[1][2] Pola ini terdapat di tiga lokasi berbeda sehingga menjadikannya salah satu pola terumum.[1] Corak-corak hias lainnya adalah gelombang dan segitiga berundak, sedangkan tema-tema utamanya adalah bidang maritim, teater, lingkungan hidup, serta benda-benda dan tokoh-tokoh dalam mitologi.[24] Pola gelombang tunggal, yang merupakan corak hias umum dalam seni rupa Helenistik, adalah pola yang paling banyak dipakai dalam desain bingkai mosaik di Pulau Delos. Pola gelombang tunggal juga ditemukan di situs-situs lain seperti Arsameia (meskipun terbalik gambarnya).[14][26] Corak hias roset pada mosaik-mosaik yang ditemukan di berbagai situs peninggalan zaman Helenistik di seluruh Mediterania kerap dipadukan dengan bingkai bercorak gelombang tunggal pada mosaik-mosak Delos.[25] Corak hias palmet khas Helenistik digunakan pada sebuah mosaik Delos untuk mengisi empat sudut di pinggir corak hias roset.[27] Ilusi relief tiga dimensi pada gambar-gambar benda nyata dalam mosaik-mosaik Delos dihasilkan lewat penggunaan polikrom, dengan warna putih, hitam, kuning, merah, biru, dan hijau.[14]

Asal-usul komposisi, teknik, tata letak, dan langgam mosaik-mosaik Delos tampak pada mosaik-mosaik kerikil dari abad ke-5 SM yang ditemukan di Olintos, Daerah Kalkidiki, kawasan utara Yunani. Mosaik-mosaik Olintos ditempatkan di tengah-tengah lantai semen dan menggunakan pola bumban, pola jalur berliku, dan pola gelombang yang ditata mengelilingi sebuah corak hias atau gambar benda nyata di tengah-tengah mosaik.[28] Skema desain semacam ini mirip dengan skema desain mosaik-mosaik buatan Makedonia dari abad ke-4 SM yang ditemukan di Pela, meskipun mosaik-mosaik kerikil di Pela menggunakan lebih banyak warna guna menghasilkan efek timbul.[29] Transisi dari mosaik kerikil ke mosaik tesela yang lebih rumit mungkin berlangsung untuk pertama kalinya pada abad ke-3 SM di Sisilia, ketika masih menjadi daerah bangsa Yunani zaman Helenistik, sebagaimana yang terlihat di situs Morgantina dan situs Sirakusa.[29][30] Seperti mosaik-mosaik Olintos, mosaik-mosaik Morgantina dihiasi pola bumban, gelombang, maupun jalur berliku, meskipun pola jalur berlikunya dibuat dengan perspektif.[29]

Suku bangsa dan budaya

Selain dari lambang Tanit, dewi orang Punik-Fenisia, semua corak hias pada perkerasan di Pulau Delos adalah corak hias khas Yunani Helenistik, meskipun penggunaan lepa yang dipadukan dengan tatanan tesera pada beberapa perkerasan menampakkan sedikit pengaruh Italia.[9] Tiga suku bangsa utama di Pulau Delos adalah Yunani (sebagian besar asal Athena), Syam (bangsa Fenisia), dan Italia (bangsa Romawi). Mungkin sekali sebagian besar warga Italia di Pulau Delos adalah orang Italiot, masyarakat penutur bahasa Yunani asal Yunani Besar, yakni daerah yang sekarang menjadi kawasan selatan negara Italia.[31] Baik warga berkebangsaan Yunani, Italia, maupun Syam menghiasi rumah-rumah tinggal mereka dengan mosaik-mosaik, tetapi pakar sejarah seni Vincent J. Bruno berpandangan bahwa desain-desain mosaik mereka sepenuhnya sejalan dengan tradisi-tadisi artistik Yunani.[32]

Signifikansi

Mosaik unggas dan dedaunan, sekitar tahun 100 SM

Kumpulan karya seni mosaik Helenistik yang masih lestari

Arkeolog Prancis, François Chamoux, memandang mosaik-mosaik Delos sebagai "titik pasang tertinggi" dan puncak pencapaian seni mosaik Yunani Kuno yang memanfaatkan tesera untuk menciptakan gambar-gambar yang beragam, mendetail, dan beraneka warna.[8] Langgam Helenistik dalam pembuatan mosaik bertahan sampai Akhir Abad Kuno dan mungkin telah memengaruhi penyebarluasan pemanfaatan mosaik di Dunia Barat pada Abad Pertengahan.[8] Dalam penelitian yang dilakukannya terhadap rumah-rumah tinggal keluarga dan karya-karya seni di pusat-pusat dagang Mediterania, arkeolog Birgit Tang meneliti tiga situs arkeologi, yakni Pulau Delos di Laut Egea, Kartago di Tunisia, dan Emporion (sekarang Empúries, Katalonia) di Spanyol yang merupakan salah satu koloni Yunani pada masa lampau.[33] Alasan khusus Birgit Tang memilih ketiga situs tersebut untuk diteliti dan diperbandingkan adalah status situs-situs tersebut sebagai pusat dagang maritim dan tingginya taraf kelestarian reruntuhan rumah-rumah tinggal keluarga di situs-situs tersebut.[34]

Arkeolog Ruth Westgate mengemukakan dalam tulisannya bahwa Pulau Delos menampung kurang lebih setengah dari seluruh mosaik teselasi buatan Yunani dari zaman Helenistik yang masih lestari sampai sekarang.[35] Menurutnya, situs Pulau Delos serta situs Morgantina dan situs Soluntum di Pulau Sisilia adalah situs-situs dengan paling banyak peninggalan mosaik Yunani Helenistik yang masih tetap lestari.[36] Arkeolog Hariclia Brecoulaki berpendapat bahwa situs Pulau Delos memiliki kumpulan mosaik Yunani terbanyak.[2] Ia juga mengemukakan bahwa hanya Pela, ibu kota Kerajaan Makedonia, yang seperingkat dengan Pulau Delos dalam hal memiliki rumah-rumah tinggal pribadi (bukan tempat tinggal raja) berhiaskan lukisan-lukisan dinding yang dibuat dengan cermat, mosaik-mosaik bertanda tangan seniman pembuatnya, dan patung-patung pualam.[37] Arkeolog Katherine Dunbabin mengemukakan dalam tulisannya bahwa sekalipun mosaik-mosaik Helenistik telah ditemukan di Daratan Yunani, Asia Kecil, dan kawasan utara Afrika (di Kirene), hanya di Pulau Delos sajalah mosaik-mosaik tersebut ditemukan dalam "jumlah yang memadai sehingga memungkinkan dibuatnya kesimpulan-kesimpunan umum mengenai pemanfaatan maupun hakikatnya."[6]

Perbandingan dengan mosaik-mosaik Pompeii

Kiri: Gambar wajah Dionisos pada sebuah mosaik di situs Rumah Dionisos, Pulau Delos, Yunani, akhir abad ke-2 SM
Kanan: Gambar sosok Aleksander Agung pada mosaik Aleksander di situs Rumah Faunos, Pompeii, Italia, akhir abad ke-2 SM atau awal abad ke-1 SM

Dalam analisis komparatifnya atas seni mosaik di Dunia Yunani-Romawi, pakar sejarah seni Hetty Joyce memilih mosaik-mosaik Delos dan mosaik-mosaik Pompeii sebagai sampel-sampel utama dalam rangka menentukan ciri-ciri khas dari bentuk, fungsi, dan teknik-teknik produksi mosaik di Dunia Timur Yunani dan Dunia Barat Latin.[38] Kedua situs tersebut sengaja dipilih karena perkerasan-perkerasannya yang masih terlestarikan dengan baik, waktu pembuatan sampel-sampelnya yang dapat diperkirakan berasal dari akhir abad ke-2 SM dan awal abad ke-1 SM, serta memadainya literatur ilmiah mengenai kedua situs tersebut sehingga memungkinkan dibuatnya perbandingan. Hal ini dimungkinkan oleh Philippe Bruneau yang sudah begitu banyak mendokumentasikan mosaik-mosaik Delos.[39] Setelah melakukan survei dan studi perbandingan mosaik-mosaik Yunani Helenistik dengan mosaik-mosaik Pompeii, Ruth Westgate menyimpulkan bahwa kepandaian membuat mosaik-mosaik Romawi, yang sezaman dengan lukisan dinding berlanggam Pompeii I dari akhir abad ke-2 SM dan permulaan abad ke-1 SM, diserap dari tradisi Yunani.[40] Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa mosaik-mosaik Pompeii dibuat dengan cara yang sudah menyimpang dari pembuatan mosaik-mosaik Yunani karena secara khusus menampilkan gambar-gambar benda nyata, alih-alih desain-desain abstrak, pada bidang polos perkerasan yang mungkin sekali dikerjakan tukang-tukang setempat. Pembuatan perkerasan-perkerasan tersebut agaknya terpisah dari pembuatan panel-panel mosaik bergambar benda nyata, yang mungkin dikerjakan pengrajin-pengrajin Yunani atas pesanan pelanggan-pelanggan Romawi mereka.[41]

Dalam penjelasannya mengenai kemiripan-kemiripan antara lukisan-lukisan dinding Helenistik di Pulau Delos dan lukisan-lukisan dinding berlanggam Pompeii I, Hetty Joyce mengemukakan bahwa perbedaan-perbedaan antara mosaik-mosaik Delos dan mosaik-mosaik Pompeii muncul dari kesengajaan untuk mengikuti selera artistik tertentu, alih-alih muncul dari ketidaktahuan satu sama lain akan tradisi masing-masing.[42] Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup bukti penerapan teknik opus signinum yang banyak ditemukan pada mosaik-mosaik Pompeii dan hanya ditemukan pada empat mosaik Delos, bukti penerapan opus sectile yang tampak pada mosaik-mosaik Pompeii dan tidak tampak pada mosaik-mosaik Delos, serta penggunaan pola-pola polikrom dan desain-desain benda nyata tiga dimensi pada mosaik-mosaik Delos versus desain-desain dua dimensi pada mosaik-mosaik Pompeii yang paling banyak menggunakan dua macam warna saja.[43] Kepandaian menciptakan kesan tiga dimensi melalui penggunaan desain-desain polikrom untuk menghasilkan ilusi cahaya dan bayang-bayang sebagaimana yang tampak pada mosaik-mosaik Delos baru tampak di Pompeii pada lukisan-lukisan dinding berlanggam Pompeii II (tahun 80–20 SM) dan dianggap sebagai kepandaian yang diturunkan dari tren-tren seni rupa Helenistik.[44] Pita timbal digunakan dalam pembuatan mosaik-mosaik Helenistik di Pulau Delos, Athena, serta Pela di Yunani, Pergamon di Turki, Kalatis di Rumania, Aleksandria di Mesir, dan Kersonesos di Semenanjung Krimea, tetapi tidak digunakan dalam pembuatan mosaik-mosaik kawasan barat Mediterania di Malta, Sisilia, dan Semenanjung Italia.[19] Ruth Westgate berpendapat bahwa mosaik-mosaik Helenistik dapat dikelompokkan menjadi dua rumpun besar berdasarkan berbagai macam langgam dan teknik pembuatannya, yakni rumpun barat dan rumpun timur.[41]

Keterkaitan dengan medium-medium seni rupa Yunani Kuno lainnya

Sisa-sisa mural yang ditemukan di Pulau Delos, dari sekitar tahun 100 SM

Tembikar sosok-merah tidak lagi diproduksi pada masa pembuatan mosaik-mosaik Delos, tetapi teknik latar hitam yang digunakan dalam pembuatan tembikar tersebut masih terlihat pada mosaik-mosaik kerikil buatan Makedonia dari abad ke-4 SM yang ditemukan di Pela maupun pada mosaik-mosaik Delos, misalnya pada mosaik tesera bergambar sosok Triton dengan warna kulit putih.[45] Teknik latar hitam kemudian digunakan pula dalam pembuatan karya-karya seni olah kaca seperti kaca kameo, teristimewa karya-karya seni olah kaca Romawi, misalnya Jambangan Portland, Permata Agustus, dan Kameo Agung Prancis.[45]

Lukisan-lukisan mural yang menampilkan corak hias bumban pada latar hitam di Pulau Delos sudah lebih dulu muncul dalam karya-karya seni lukis Yunani terdahulu, mulai dari lukisan pada permukaan bejana-bejana sampai mosaik-mosaik buatan Makedonia dari abad ke-4 SM di Pela, khususnya mosaik Perburuan Rusa.[46] Meskipun demikian, para pelukis Pulau Delos mungkin saja menciptakan genre hias tersendiri dengan memadukan unsur-unsur lama tersebut dengan teknik pewarnaan baru yang tampak alami.[46] Selain latarnya yang hitam, mosaik-mosaik semacam mosaik Perburuan Rusa juga terinspirasi oleh unsur ilusi tiga dimensi lukisan-lukisan Yunani.[47] Baik lukisan maupun mosaik di Pulau Delos mewarisi standar-standar kemahiran, pencahayaan, pembayangan, dan pewarnaan Yunani Klasik yang sama.[32] Baik pemahat, pelukis, maupun seniman mosaik di Pulau Delos mungkin merupakan bagian dari satu sistem patronasi kesenian, yang sesekali perlu mendatangkan seniman-seniman asing.[48]

Rumah-rumah dan kawasan-kawasan

Mosaik-mosaik Kawasan Utara

Kawasan utara Pulau Delos adalah kawasan pengrajin perhiasan, tempat ditemukannya bangunan-bangunan yang lebih tua, misalnya bengkel-bengkel pengrajin serta sisa-sisa arkeologi lainnya dari abad ke-3 SM dan awal abad ke-2 SM.[49] Pada paruh kedua abad ke-2 SM, bangunan-bangunan ini tergantikan oleh bangunan-bangunan rumah tinggal pribadi khas Delos, yakni rumah-rumah berdenah persegi panjang yang sempit memanjang dengan pelataran di bagian tengah, vestibula (ruang kecil) di bagian depan, dan ruang utama yang lebih luas di bagian belakang. Kawasan tempat Rumah Topeng berdiri adalah satu-satunya tempat di Pulau Delos tanpa denah semacam ini.[50] Beberapa rumah di kawasan utara Pulau Delos dihiasi dengan mosaik-mosaik yang menampilkan gambar-gambar bertema mitologi, antara lain gambar Likurgos dan Ambrosia pada sebuah mosaik di lantai atas bangunan, serta gambar Athena dan Hermes bersama seorang wanita yang sedang duduk pada sebuah mosaik di lantai ruangan utama.[24]

Mosaik-mosaik Kawasan Teater

Kebanyakan rumah di Kawasan Teater Pulau Delos yang padat berdenah tidak beraturan (misalnya berbentuk trapesium), alih-alih berdenah persegi atau persegi panjang.[51] Jalan-jalannya sempit dan tidak membentuk sudut siku apabila saling silang, berbeda dengan jalan-jalan di kawasan-kawasan lain yang biasanya saling silang membentuk sudut siku.[52] Seperti kebanyakan rumah yang sudah diekskavasi di Pulau Delos, rumah-rumah di Kawasan Teater memiliki pelataran terbuka tetapi tanpa portiko, alih-alih dengan peristilium berpilar.[53] Bagian dalam beberapa rumah di Kawasan Teater sama sekali tidak berhiasan, baik hiasan yang berupa mural maupun mosaik, tidak seperti lazimnya rumah-rumah di Pulau Delos.[9]

Rumah Dionisos

Menurut Katherine Dunbabin, mosaik Dionisos menunggang macan di situs Rumah Dionisos adalah salah satu contoh terbaik dari mosaik yang dibuat dengan teknik opus vermiculatum, dan memiliki kemiripan dengan mosaik Dionisos menunggang macan tutul di situs Rumah Topeng maupun leluhurnya yang lebih sederhana, yakni mosaik Dionisos menunggang citah berbahan baku kerikil yang ditemukan di Pela, ibu kota Kerajaan Makedonia.[1] Meskipun demikian, ada satu perbedaan yang mencolok, yakni sepasang sayap pada sosok Dionisos yang menandakan bahwa sosok tersebut bukanlah sosok Dionisos selaku dewa melainkan sosok perwujudannya sebagai daimon.[2][54] Keping-keping tesera yang menjadi bahan bakunya terbuat dari kaca, tembikar glasir timah, terakota, dan batu-batu alam yang dibentuk menjadi keping-keping dengan ukuran sekitar satu kali satu milimeter sehingga dapat ditata menjadi gambar dengan bentuk maupun warna yang sangat mendetail.[2][54]

Rumah Topeng

Situs ini diberi nama Rumah Topeng karena dihiasi mosaik topeng-topeng teater di sela-sela corak sulur-suluran yang ditata mengelilingi bidang bercorak kubus.[55] Mosaik-mosaik yang lebih memukau terdapat di empat ruangan sekitar pelataran peristilium yang diperkeras dengan pecahan batu pualam. Mosaik-mosaik di lantai serambi terbuat dari tembereng amfora.[56] Di tengah-tengah salah satu mosaik terdapat gambar Dionisos menunggang macan tutul dengan latar hitam yang mirip dengan mosaik di Rumah Dionisos.[55] Salah satu mosaik menampilkan gambar peniup seruling mengiringi orang menari. Orang yang digambarkan sedang menari mungkin adalah Silenos.[55] Hanya mosaik Dionisos yang dibuat dengan teknik opus vermiculatum. Mosaik-mosaik lain di Rumah Topeng tidak tampak alami, baik mosaik bergambar benda nyata maupun mosaik bergambar corak hias, tetapi tetap menunjukkan adanya usaha untuk meniru unsur-unsur teknik opus vermiculatum yang berfungsi menghadirkan kesan alami.[55]

Rumah Lumba-Lumba

Rumah Lumba-Lumba memiliki sebuah mosaik pada lantai area peristilium dengan desain yang tidak lazim di Pulau Delos, yakni mosaik lingkaran berbingkai persegi.[57] Pada tiap-tiap sudut bingkai persegi tampak sepasang lumba-lumba, masing-masing ditunggangi makhluk kecil bersayap yang membawa alat-alat kebesaran dewa-dewi Yunani, yakni tirsos, kadukeion, trisula, dan satu benda lagi yang sudah tidak tampak akibat rusaknya mosaik.[57] Di tengah-tengah lingkaran tampak sebuah desain roset dikelilingi bumban-bumban dedaunan dan sekawanan grifon.[57] Mosaik ini bertuliskan nama Asklepiades dari Arados (kota bangsa Fenisia, di kawasan barat Suriah sekarang ini) sehingga menjadi salah satu di antara dua mosaik Delos yang memuat tanda tangan seniman pembuatnya.[57]

Rumah Danau

Seperti kebanyakan rumah tinggal di Delos,[51] Rumah Danau berdenah tidak beraturan (bukan persegi maupun persegi panjang). Rumah Danau terletak di dekat sebuah danau keramat dan dihuni sejak sekitar tahun 300 SM sampai tahun 100 SM. Impluvium peristilium rumah ini dihiasi corak geometris yang ditata mengelilingi sebuah gambar roset. Pada keempat sisinya berjajar pilar-pilar batu utuh berlanggam Ionia.[58]

Rumah Trisula

Rumah Trisula memiliki panel-panel mosaik berlatar putih di area peristilium. Ada panel mosaik lumba-lumba hitam membelit jangkar merah dan ada pula panel mosaik sebatang trisula hitam. Corak-corak hias ini menyiratkan keterkaitan si empunya rumah dengan bidang maritim.[59] Mosaik-mosaik dua dimensi yang sederhana ini terlihat mencolok di antara mosaik-mosaik Helenistik yang menampilkan gambar benda nyata maupun corak-corak hias aneka warna yang sangat mendetail.[55] Mosaik-mosaik ini mungkin sebanding bahkan berkaitan dengan mosaik-mosaik perkerasan hitam-putih yang dibuat di Italia beberapa dasawarsa kemudian.[55]

Baca juga

Rujukan

  1. ^ a b c d Dunbabin (1999), hlm. 32.
  2. ^ a b c d e f g h i Brecoulaki (2016), hlm. 678.
  3. ^ a b Tang (2005), hlm. 14.
  4. ^ UNESCO ().
  5. ^ Lebègue (1876), hlm. 130-131, 133, 134-135, 140.
  6. ^ a b c d e f g h i Dunbabin (1999), hlm. 30.
  7. ^ Joyce (1979), hlm. 253, catatan kaki #1.
  8. ^ a b c Chamoux (2002), hlm. 375.
  9. ^ a b c Tang (2005), hlm. 48.
  10. ^ Joyce (1979), hlm. 253, catatan kaki #2; 255.
  11. ^ Tang (2005), hlm. 14, 32.
  12. ^ Joyce (1979), hlm. 253, catatan kaki #2.
  13. ^ Tang (2005), hlm. 45, 47.
  14. ^ a b c Joyce (1979), hlm. 256.
  15. ^ a b Tang (2005), hlm. 45.
  16. ^ Tang (2005), hlm. 47.
  17. ^ Joyce (1979), hlm. 255.
  18. ^ Joyce (1979), hlm. 255–256.
  19. ^ a b Joyce (1979), hlm. 258.
  20. ^ Dunbabin (1999), hlm. 30–32.
  21. ^ Tang (2005), hlm. 40.
  22. ^ Dunbabin (1999), hlm. 30–32, 306.
  23. ^ a b Tang (2005), hlm. 46–47.
  24. ^ a b c Tang (2005), hlm. 46.
  25. ^ a b Hachlili (2009), hlm. 9–10.
  26. ^ Hachlili (2009), hlm. 10.
  27. ^ Hachlili (2009), hlm. 11.
  28. ^ Joyce (1979), hlm. 259–260.
  29. ^ a b c Joyce (1979), hlm. 260.
  30. ^ Dunbabin (1979), hlm. 265.
  31. ^ Tang (2005), hlm. 14–15.
  32. ^ a b Bruno (1985), hlm. 13–14.
  33. ^ Tang (2005), hlm. 13–18.
  34. ^ Tang (2005), hlm. 13–14.
  35. ^ Westgate (2000), hlm. 255–256.
  36. ^ Westgate (2007), hlm. 313.
  37. ^ Brecoulaki (2016), hlm. 673, 678.
  38. ^ Joyce (1979), hlm. 253–263.
  39. ^ Joyce (1979), hlm. 253–254.
  40. ^ Westgate (2000), hlm. 255–275.
  41. ^ a b Westgate (2000), hlm. 255.
  42. ^ Joyce (1979), hlm. 254.
  43. ^ Joyce (1979), hlm. 256–257.
  44. ^ Joyce (1979), hlm. 257.
  45. ^ a b Bruno (1985), hlm. 31.
  46. ^ a b Bruno (1985), hlm. 21.
  47. ^ Hardiman (2010), hlm. 518.
  48. ^ Bruno (1985), hlm. 12–13.
  49. ^ Tang (2005), hlm. 32.
  50. ^ Tang (2005), hlm. 40–41.
  51. ^ a b Tang (2005), hlm. 33.
  52. ^ Tang (2005), hlm. 31.
  53. ^ Tang (2005), hlm. 33–34.
  54. ^ a b Dunbabin (1999), hlm. 32–33.
  55. ^ a b c d e f Dunbabin (1999), hlm. 35.
  56. ^ Dunbabin (1999), hlm. 33–35.
  57. ^ a b c d Dunbabin (1999), hlm. 33.
  58. ^ Crane & Perseus Digital Library.
  59. ^ Dunbabin (1999), hlm. 35, 306.

Sumber

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya