Mordechai Vanunu
Mordechai Vanunu (bahasa Ibrani: מרדכי ואנונו) (lahir 14 Oktober 1954), juga dikenal dengan nama baptisnya John Crossmann, adalah mantan teknisi nuklir Israel yang mengungkapkan program senjata nuklir Israel kepada pers Inggris pada 1986. karena itu ia dipancing ke Roma oleh seorang agen Mossad Israel, diculik, dan diselundupkan ke Israel. di sana ia diadili secara rahasia dan dijatuhi hukuman karena tuduhan seagai pengkhianat. Ia dihukum kurungan selama 18 tahun, dan lebih daripada 11 tahun dari masa itu dijalaninya dalam kurungan tersendiri. Vanunu dibebaskan dari tahanan 21 April 2004 dan ia dikenai pembatasan dalam berbicara dan melakukan perjalanan. Sejak itu ia telah beberapa kali ditangkap karena melanggar batasan-batasan tadi, termasuk memberikan sejumlah wawancara kepada wartawan asing dan berusaha menigngalkan Israel. Pada Maret 2005 ia dikenai 21 tuduhan "melanggar perintah-perintah yang sah", dengan ancaman penjara maksimum dua tahun untuk setiap tuduhan. Kemudian ia dilepaskan sambil menunggu proses peradilan, di bawah batasan-batasan ketat seperti sebelumnya. Vanunu dianggap sebagian kelompok aktivis hak-hak asasi manusia sebagai tahanan karena hati nurani. Dalam keterangan persnya pada 19 April 2005, Amnesty International mengatakan, "Bila Vanunu ditahan karena melanggar batasan-batasan yang dikenakan kepadanya, Amnesty International akan menganggapnya sebagai tahanan karena hati nurani."[1]. Vanunu telah dicalonkan sebagai pemenang Hadiah Nobel Perdamaian setiap tahun dari 1988 sampai 2004 dan dipilih sebagai rektor Universitas Glasgow Desember 2004. Pemerintah Israel masih menganggapnya sebagai pengkhianat, dan Vanunu terus bersikap kritis terhadap tindakan-tindakan Israel, dan bahkan menolak perlunya sebuah negara Yahudi. SejarahLatar BelakangVanunu dilahirkan di Marrakesh, Maroko dari suatu keluarga Yahudi. Ayahnya adalah seorang rabi. Ia memiliki 11 saudara lelaki dan wanita, dan pindah dengan keluarganya ke Israel pada 1963 di bawah Undang-undang Kepulangan orang Yahudi. Vanunu masuk dinas militer Angkatan Pertahanan Israel selama 3 tahun dengan pangkat sersan. Setelah berhenti dengan hormat, Vanunu belajar filsafat pada Universitas Ben-Gurion Negev. Di situ ia menjadi kritis terhadap banyak kebijaksanaan pemerintah Israel, membentuk sebuah kelompok bernama "Kampus" dengan 4 mahasiswa Yahudi dan 5 mahasiswa Arab. Vanunu juga mengagumi guru besarnya Evron Pollakov, seorang profesor kiri di Universitas ben Gurion yang pernah menolak untuk mengabdi kepada Angkatan Pertahanan Israel di Lebanon dan dipenjarakan karena itu. Vanunu juga berafiliasi dengan sebuah kelompok bernama "Gerakan untuk Kemajuan Perdamaian". Antara 1976-1985, Vanunu bekerja sebagai teknisi nuklir pada Pusat Riset Nuklir Negev, sebuah fasilitas Israel yang—menurut mayoritas ahli pertahanan—digunakan untuk memproduksi senjata nuklir. Pusat ini terletak di gurun Negev, di selatan dari Dimona. Kebanyakan lembaga intelijen di seluruh dunia memperkirakan bahwa Israel telah mengembangkan senjata nuklir seawal tahun 1960-an, namun negara itu dengan sengaja mengembangkan "kebijakan pengelabuan dengan sengaja". Israel tidak mengakui ataupun menyangkal bahwa negara itu mempunyai senjata nuklir. Ketika bekerja di sanalah, salah satu kelompok sayap kiri yang di dalamnya Vanunu menjadi anggotanya, memprotes penghancuran reaktor nuklir Osiraq milik Irak oleh Israel pada 1981. Reaktor nuklir ini diyakini sebagai bagian dari rencana pengembangan senjata nuklir Irak. Yerusalem Post, suratkabar Israel, menyatakan bahwa Vanunu ikut serta di dalam protes-protes ini [2][pranala nonaktif permanen], dan mengatakan bahwa Vanunu terdorong oleh antipatinya terhadap Israel dalam aksi-aksinya yang belakangan ini. Vanunu tidak pernah menanggapi tuduhan-tuduhan ini. Di Dimona, dyakini bahwa Vanunu menjadi semakin merasa terganggu oleh apa yang secara luas diyakini sebagai program senjata nuklir Israel di mana ia bekerja. Pada 1985, ia diberhentikan dari Dimona dan meninggalkan Israel. Ia tiba di Nepal, dan mempertimbangkan untuk memeluk agama Buddha, lalu pergi ke Burma dan Thailand. Pada 1986, ia pergi ke Sydney, Australia. Selama di Sydney, Vanunu tinggal di sebuah losmen di Kings Cross, Sydney dan bekerja secara tidak tetap, pertama sebagai pencuci piring hotel dan terakhir sebagai sopir taksi. Vanunu juga mulai mengunjungi gereja lokal St. John. Di sana ia bertemu Pendeta John McKnight yang bekerja dengan tunawisma dan pecandu obat bius. Vanunu masuk agama Kristen dan dibaptis di Gereja Anglikan. Itu membuatnya terasing dari keluarganya. Selama di Sydney, ia bertemu dengan Peter Hounam, seorang wartawan dari The Sunday Times di London. Penyingkapan rahasia, penculikan, dan penerbitanPada awal September 1986, Vanunu terbang ke London dengan Hounam, dan, dalam suatu pelanggaran terhadap perjanjiannya untuk tidak mengungkapkan rahasia negara, ia menceritakan kepada The Sunday Times pengetahuannya tentang program nuklir Israel, termasuk foto-foto yang secara rahasia diambilnya di suatu tempat di Dimona. Karena khawatir bahwa ini merupakan penipuan sekelas Buku Harian Hitler, The Sunday Times menghabiskan waktu yang lama sekali untuk membuktikan cerita Vanunu dengan ahli-ahli terkemuka.[3] Vanunu yang tampaknya frustrasi oleh penundaan ini sementara Hounam menyelesaikan penelitiannya, mendekati surat kabar saingan The Sunday Times, yaitu Sunday Mirror, yang dimiliki oleh Robert Maxwell. Pada 1991, seseorang yang menyebut dirinya bekas perwira Mossad yang bernama Ari Ben-Menashe menuduh bahwa Maxwell telah membisiki Mossad tentang Vanunu. Mungkin pula bahwa mereka dibuat siuman oleh pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Kedutaan Besar Israel di London oleh para wartawan Sunday Mirror. Pemerintah Israel mempunyai hubungan yang baik dengan Perdana Menteri Margaret Thatcher, dan agar tidak dipermalukan, Britania berusaha membuat Vanunu keluar dari negara itu dengan kehendaknya sendiri. Integritas wilayah Italia tidak mendapatkan penghargaan yang sama. Pada 30 September, seorang agen Mossad Israel, Cheryl Bentov, yang beroperasi dengan nama "Cindy" dan menyamar sebagai seorang turis Amerika, mulai menjalin hubungan dengan Vanunu, dan akhirnya membujuknya untuk terbang ke Roma bersamanya untuk liburan. Setibanya di Roma, agen-agen Mossad membiusnya dan menyelundupkannya ke Israel dalam sebuah kapal barang. Itulah awal dari apa yang kemudian menjadi suatu penahanan soliter selama lebih dari sepuluh tahun di penjara-penjara Israel. Pada 5 Oktober, Sunday Times menerbitkan informasi yang telah diungkapkan Vanunu, dan memperkirakan bahwa Israel telah memproduksi lebih dari 100 buah kepala nuklir. DipenjarakanVanunu diadili di Israel dengan tuduhan berkhianat dan spionase. Proses pengadilan, yang diselenggarakan secara rahasia, berlangsung di Pengadilan Distrik di Yerusalem di hadapan Hakim Kepala Eliahu Noam dan hakim-hakim anggota Zvi Tal dan Shalom Brener. Ia tidak diizinkan berhubungan dengan media, namun ia menuliskan rincian penangkapannya (atau "pembajakannya", demikian istilahnya) di telapak tangannya, dan sementara ia dipindahkan, ia memperlihatkan tangannya di jendela mobil yang membawanya kepada para wartawan yang menunggu sehingga mereka dapat memperoleh informasi (photo). Hal ini menyebabkan prosedur standar Israel untuk pengangkutan tahanan diubah agar tak terulang lagi. Pada 27 Februari 1988, pengadilan Israel memvonisnya 18 tahun hukuman penjara sejak tanggal penangkapannya. Pemerintah Israel menolak mengeluakan salinan kasus pengadilan ini sehingga, setelah ancaman tindakan hukum, pengadilan setuju untuk membiarkan ringkasan yang disensor diterbitkan dalam Yedioth Ahronoth, sebuah surat kabar Israel, pada akhir 1999. Hukuman mati di Israel dibatasi untuk keadaan-keadaan khusus. Pada 2004, bekas direktur Mossad Shabtai Shavit mengatakan kepada Reuters bahwa pilihan hukuman mati tanpa pengadilan pernah dipertimbangkan pada 1986, namun ditolak karena "Orang Yahudi tidak melakukan hal itu kepada sesama orang Yahudi" (lihat [4]). Pemerintah Israel menahannya dalam isolasi yang hampir total selama lebih dari 11 tahun, konon karena khawatir bahwa ia akan mengungkapkan lebih banyak rahasia nuklir Israel dan karena ia masih terikat kontrak yang mengharuskannya merahasiakan masalah ini. Namun demikian banyak kritik mengatakan bahwa Vanunu tak memiliki informasi lain yang akan benar-benar menjadi ancaman bagi keamanan Israel, dan bahwa motivasi pemerintah Israel yang sesungguhnya adalah menghindari dirinya dan sekutu-sekutunya seperti Amerika Serikat dipermalukan. Ray Kiddir, yang saat itu seorang ilmuwan nuklir senior Amerika di Laboratorium Nasional Lawrence Livermore, mengatakan:
Upayanya yang terakhir untuk naik banding kepada Mahkamah Agung Israel pada 1990 gagal. Sementara di penjara, Vanunu mengatakan, ia ikut serta dalam suatu pemberontakan kecil, seperti misalnya menolak berbicara kepada para penjaga, hanya membaca koran-koran berbahasa Inggris, dan hanya menonton TV BBC. Ia bahkan menolak makan ketika makanan itu diberikan kepadanya sehingga sebagian kecil dari hidupnya tidak dapat dikontrol oleh Israel. "Ia adalah orang yang paling keras kepala, berprinsip, dan keras, yang pernah saya jumpai," kata pengacaranya, Avigdor Feldman. PembebasanPada 2004, tak lama sebelum jadwal pembebasannya, Vanunu tetap melawan di bawah interogasi oleh dinas keamanan Shin Bet. Dalam rekaman-rekaman wawancara yang dipublikasikan setelah ia dibebaskan, ia terdengar berkata, "Saya bukan pengkhianata, bukan pula mata-mata. Saya hanya ingin dunia tahu apa yang sedang terjadi." Ia juga mengatakan, "Kita tidak membutuhkan sebuah negara Yahudi. Yang harus ada adalah sebuah negara Palestina. Orang Yahudi dapat, dan sudah hidup di mana saja, sehingga sebuah Negara Yahudi tidak diperlukan."[6][7] Diarsipkan 2004-11-04 di Wayback Machine. Vanunu dibebaskan dari penjara pada 21 April 2004. Ia menyatakan kehinginannya untuk sama sekali memisahkan diri dari Israel. Ia menolak untuk berbicara dalam bahasa Ibrani, dan berencana untuk pindah ke Eropa atau Amerika Serikat ([8] Diarsipkan 2021-02-26 di Wayback Machine.) segera setelah pemerintah Israel mengizinkannya. Vanunu dikenai sejumlah pembatasan oleh pemerintah Israel, yang menyatakan bahwa mereka khawatir bahwa ia akan menyebarkan rahasia negara lebih lanjut dan bahwa ia masih terikat oleh perjanjiannya untuk tidak mengungkapkan rahasia negara. Batasan-batasan itu mewajibkan bahwa:
Vanunu berkata bahwa pengetahuannya kini sudah kedaluwarsa, dan bahwa tak ada lagi yang dapat ia ungkapkan yang belum diketahui luas. Meskipun dikenai berbagai batasan di atas, sejak ia dilepaskan, Vanunu dengan bebas telah memberikan sejumlah wawancara kepada pers asing, termasuk wawancara telepon langsung dengan Radio BBC Skotlandia. Pada 22 April 2004, Vanunu meminta kepada pemerintah Norwegia paspor Norwegia dan suaka di sana dengan "alasan kemanusiaan", demikian kantor-kantor berita Norwegia. Ia juga mengirimkan permohonan ke sejumlah negara lain, dan menyatakan bahwa ia akan menerima suaka di negara manapun karena ia khawatir akan hidupnya. Bekas PM Norwegia Kåre Wiloch yang konservatif telah meminta pemerintahan konservatif untuk memberi Vanunu suaka, dan Universitas Tromsø telah menawarkannya pekerjaan. Permohonan ini, serta permohonan suaka di Swedia telah ditolak karena kedua negara itu tidak menerima permohonan suaka tanpa orangnya datang sendiri. Vanunu berkata bahwa pengetahuannya sekarang semuanya ketinggalan waktu, dan bahwa ia tak memiliki lebih banyak kemungkinan membuka, bahwa sudah tidak secara luas dikenal. Walau negara membatasi, sejak pembebasannya Vanunu telah secara bebas mengadakan wawancara kepada pers asing, termasuk wawancara telepon langsung kepada Radio BBC Skotlandia. Penangkapan2004
2005Dalam sebuah wawancara dengan Jeff Heinrich dari surat kabar Montreal Gazette, ia berkata ia ingin pindah ke Kanada. “Saya memilih Kanada,” katanya. Pada 26 Januari 2005, BBC melaporkan bahwa wakil kepala bironya, Simon Wilson, dilarang ke Israel setelah BBC menolak untuk menyerahkan materi wawancara yang dibuatnya dengan Vanunu kepada sensor Israel. Wilson diizinkan kembali ke Isarael pada 12 Maret setelah menandatangani sebuah surat permohonan maaf yang berisi pengakuan bahwa ia telah melanggar hukum [12].
DukunganParlemen Eropa telah mengutuk perlakuan Israel atas Vanunu, dan merujuk kepada penahanannya oleh agen-agen Mossad sebagai pelanggaran besar terhadap kedaulatan Italia dan hukum internasional. Amnesty International menggambarkan perlakuannya sebagai "perlakukan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat [...] yang seperti itu dilarang oleh hukum internasional". Vanunu menerima Right Livelihood Award pada 1987, dan dianugerahi gelar doktor kehormatan oleh Universitas Tromsø pada 2001. Ia juga dinominasikan oleh Joseph Rotblat untuk Hadiah Nobel Perdamaian setiap tahun sejak 1988 hingga 2004. Pada 2005 ia memperoleh Hadiah perdamaian dari Rakyat Norwegia (Folkets fredspris). Para penerima Hadiah ini sebelumnya termasuk Vytautas Landsbergis (1991), Alva Myrdal (1982), Mairead Corrigan dan Betty Williams. Myrdal, Corrigan dan Williams juga memperoleh Penghargaan Perdamaian Nobel. Pada Desember 2004, sebagai suatu pernyataan solidaritas, ia dipilih oleh mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Glasgow untuk menjabat selama tiga tahun sebagai Rektor [14]. Pada Jumat 22 April 2005 ia secara resmi diangkat ke dalam jabatan itu [15] Diarsipkan 2005-11-17 di Wayback Machine., namun ia tidak dapat menjalankan tugas-tugasnya karena ia masih dilarang keluar dari Israel. Sejak saat itu, Glasgow Herald telah melakukan kampanye untuk pembebasannya. Lihat pulaRujukan
Pranala luar
|