Mohammad Basyuni
Mohammad Basyuni, lahir di Sidoarjo pada 21 April 1973, ia adalah guru besar di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Indonesia. Pada tahun 2008, ia lulus dari United Graduate School of Agricultural Sciences, Kagoshima University, Jepang dan melanjutkan posisi Postdoctoral Fellow dari 2008-2010 di bawah dukungan Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) di Center of Molecular Biosciences, Tropical Biosphere Research Center, University Ryukyus, Jepang. Basyuni kembali ke Indonesia pada tahun 2010 dan melanjutkan minatnya untuk memahami signifikansi fisiologis, biologis, ekologis, dan farmakologis lipid tanaman termasuk isoprenoid dan poliisoprenoid rantai panjang di mangrove, serta memahami faktor-faktor keberhasilan atau kegagalan program restorasidan rehabllitasi mangrove.[1] Ia mengampu mata kuliah Bioteknologi Kehutanan (S1 Kehutanan), Pemuliaan Pohon (S1 Kehutanan), Silvika (S1 Kehutanan), Genetika Hutan (S1), Fisiologi Seluler Tanaman (S1), Metabolisme Sekunder (S3 Pertanian), Rekayasa Genetika Tanaman (S3/S2 Pertanian) dan Biologi Molekular Tanaman (S3 Pertanian) di Program Pasca Sarjana S2 Agroteknologi dan S3 Ilmu Pertanian di Universitas Sumatera Utara.[2] Mohammad Basyuni merupakan dosen Fakultas Kehutanan dan Ketua Pusat Unggulan Iptek (PUI) Mangrove (Center of Excellence for Mangrove), Universitas Sumatera Utara bersama dengan Robert Sibarani yang merupakan dosen Fakultas Ilmu Budaya dinobatkan sebagai ilmuwan berpengaruh dunia berdasarkan Stanford University Ranking.[3] Setiap tahun Stanford University mengeluarkan data pengaruh karya ilmiah semua penelitia dunia. Berdasarkan 5 indikator, yaitu citations, h-index, co-authorship adjusted hm-index, citations to papers in different authorship positions dan composite indicator (c-score). Tahun 2021 dibagi atas 2 kategori besar, yaitu year career/all dan paper 2021. Khusus dari Indonesia ada masuk 98 orang peneliti yang dinobatkan sebagai ilmuan berpengaruh dunia. Dari UI ada 11 orang, dari ITB ada 8 orang dan USU ada 2 peneliti, yakni Mohammad Basyuni dan Robert Sibarani. Pada tahun sebelumnya, dua dosen USU atas nama Himsar Ambarita dan Mahyuddin juga dinobatkan sebagai ilmuwan berpengaruh dunia.[4] Pada tahun 2020, ia pernah mencatat hattrick penghargaan sekaligus, yakni meraih World Class Professor Award 2020 Skema B dari Kemdikbud, meraih penghargaan Peneliti Terbaik 1 Universitas Sumatera Utara tahun dan JSPS Core to Core 2020-2023 dari Japan Society for the Promotion of Science. Sedangkan di tahun 2021 kemarin, Basyuni berhasil meraih penghargaan The Selected Projects of The eASIA Joint Research Program dari eASIA Joint Research Program, mengerjakan proyek tingkat internasional dengan ilmuwan dari Jepang (Prof. Tadashi Kajita, Universitas Ryukyus) dan Filipina (Dr Venus Leopardas dari Mindanao State University di Naawan).[5] Ia ahli dalam bidang molecular biotechnology, lipid biochemistry, ecology, dan restoration. Berdasarkan data dari Google Scholar beliau sudah menuliskan 326 artikel yang membahas berbagai hal terkait dengan bidang ilmunya. Ia merupakan salah satu dari 29 ilmuwan internasional terpilih yang menjadi 2022/2023 Mentors pada Juli 2022 lalu. Para mentor dari program bertajuk Science Leadership Collaborative ini berasal dari berbagai negara, mulai dari Jepang, Amerika Serikat, Indonesia, Prancis, India, sampai dengan Australia. Mereka terafiliasi dengan sejumlah institusi bereputasi global seperti AstraZeneca, Universitas Gadjah Mada, Anjani Mashelkar Foundation, Institut Teknologi Bandung, dan Smithsonian National Museum of Natural History.[6] Ia melakukan penelitian kerjasama antar Pemprov Sumut diwakilkan oleh Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah dengan Pemerintah Inggris diwakilkan oleh Wakil Duta Besar lnggris dan Timor Leste, Rob Fenn. Penelitian tersebut tentang Riset Ekosistem Hutan Mangrove di Bawah Kemitraan DIPI/LPDP (Rispro Kolaborasi Internasional) dan UK Research and Innovation yang berjudul: MOnitoring Mangrove ExteNT & Services (MOMENTS): What is controlling Tipping Points? Kolaborasi ini diteliti bersama Peter Bunting dari Aberystwyth University, Thorsten Balke dari University of Glasgow, Thang Thi Xuan Nguyen dari Thuy Loi University, Vietnam yang mendapatkan dana riset sebesar Rp 11,5 miliar melalui program Newton Fund. Newton Fund adalah dana bantuan pemerintah lnggris untuk kemitraan UK-Indonesia Science & Technology Partnership yang dibentuk untuk tujuan kerjasama terkait riset dan penelitian, serta hubungan bilateral antara Indonesia dan Inggris. Melalui kerja sama Newton Fund ini, lnggris bekerjasama dengan beberapa lembaga pendanaan riset seperti Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Dana llmu Pengetahuan lndonesia (DlPl) dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).[7] Referensi
|