Moenadi
Mayor Jenderal (Purn.) H. M. Moenadi (26 Desember 1923 – 12 Januari 2013) adalah tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah pada periode 1966 hingga 1974. Ia merupakan pengganti Gubernur Mochtar yang diindikasi (menurut orde baru) terlibat Gerakan 30 September 1965.[2][3] KarierSebelum menjadi gubernur, ia adalah seorang tentara dan pejuang di era revolusi terutama di daerah eks Keresidenan Semarang dan Pati/Muria.[4][5] Ia dikenal ketika menjadi salah satu pendiri Kodim 0718/Pati di bawah era Jenderal Gatot Soebroto (yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Daerah Militer Diponegoro) pada tahun 1949 bertempat di Desa Soronini.[6] Gubernur Jawa TengahPenunjukannya sebagai gubernur diinisiasi oleh Mayjen Basoeki Rachmat (yang saat itu menjadi Menteri Dalam Negeri) ketika dalam perjalanan di atas pesawat dari Jakarta menuju Semarang.[7] Ia juga dikenal sebagai Ketua Dewan Presidium IKIP Semarang (Sekarang Unnes Semarang).[8] Program kerjanya kebanyakan terkait pertanian. Salah satunya adalah peresmian Terowongan Air Soebekti yang ada di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Boyolali pada Juli 1969.[9] Selain itu, ia juga ikut menyumbang mesin pompa kepada masyarakat Desa Jambean Kidul, Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati yang bersumber dari Kali Juwana.[10] Istrinya (Alm. Isriati Moenardi) adalah tokoh yang berperan dalam pendirian PKK di Indonesia.[11] Ia juga mengagas ide dan pelaksanaan pembangunan Masjid Baiturrahman yang berlokasi di Simpang Lima, Semarang kepada jamaah haji asal Jawa Tengah pada musim haji tahun 1967.[12] Menurut Mochtar Lubis dalam Indonesia Raya, ia termasuk salah satu pejabat pemerintah yang mengkritik program PMA dan PMDN yang menurutnya tidak berhasil dalam pemerataan pembangunan di masyarakat.[13] Dalam hal ini, ia memberi contoh di daerah Blora di mana program yang dilakukan oleh Pertamina dan Perhutani dianggap gagal dalam memberdayakan dan membangun ekonomi masyarakat.[13] Selain itu, ia pernah memberi hadiah sepeda motor kepada pebulutangkis asal Kudus, Liem Swie King ketika menjadi juara Kejuaraan Nasional Bulu Tangkis pada tahun 1974.[14] Pasca GubernurSetelah tidak menjadi gubernur dan menduda (istri pertamanya meninggal dunia), ia kemudian menikah kembali pada tahun 1980 dengan seorang mualaf keturunan Tionghoa bernama Tan Li Chuk yang kemudian berganti nama menjadi Yuyuk Fatimah.[15] Selain itu, ia sempat menjadi direktur pabrik bumbu penyedap masakan (moto) bernama Inti Moto (berlokasi di Palur dan kini sudah tutup).[15][16] KematianIa wafat pada 12 Januari 2013 di Surakarta, Jawa Tengah. Sebagai penghargaan, namanya dijadikan sebagai nama jalan di Ungaran, Semarang dan Pati.[17] Referensi
|