Miosis
Miosis adalah pengecilan pupil mata yang berlebihan secara tidak terkendali. Istilah miosis berasal dari Yunani kuno yaitu μύειν mūein, yang berarti "menutup mata". Pupil mata yang mengalami miosis ukurannya akan mengecil hingga kurang dari 2 mm.[1] Pupil adalah lingkaran hitam yang berada di tengah-tengah bola mata. Miosis dapat terjadi pada satu atau kedua mata. PenyebabUkuran pupil dikontrol oleh dua otot yang bekerja berlawanan yaitu otot dilator pupilae dan otot sfingter pupilae. Permasalahan miosis biasanya disebabkan oleh gangguan pada otot sfingter atau saraf yang mengontrol otot tersebut. Saraf yang mengontrol otot sfingter berasal dari otak yang merupakan bagian dari sistem saraf parasimpatis,[2][3] sedangkan saraf yang mengontrol otot dilator adalah bagian dari sistem saraf simpatis.[4] UsiaBayi yang baru lahir ukuran pupil matanya tetap kecil selama kurang lebih 2 minggu. Pupil juga cenderung mengecil saat seseorang menua karena otot yang mengatur ukuran pupil mengalami kelemahan.[2] PenyakitPenyakit yang dapat menyebabkan kondisi miosis adalah sindrom Horner yang dapat terjadi karena diturunkan oleh orang tua atau setelah mengalami trauma atau operasi pada daerah leher.[2] Neurosifilis (infeksi bakteri pada otak yang disebabkan karena sifilis) yang tidak diobati akan menyebabkan pupil Argyll Robertson. Pupil Argyll Robertson adalah kondisi yang ditandai dengan bentuk pupil yang mengalami miosis dan ireguler yang tidak memberikan respons terhadap cahaya. Kondisi ini disebabkan oleh gangguan di daerah otak tengah yang timbul karena lesi di bagian dorsal nukleus Edinger-Westphal. Lesi di nukleus ini akan menghambat proses dilasi pupil dan relaksasi sfingter pupilae.[2][5] Meskipun pupil Argyll Robertson adalah tanda klasik pada neurosifilis, kondisi ini juga dapat timbul pada penyakit diabetes melitus,[6] strok,[1][6] alkoholisme kronis,[6] ensefalitis,[6] sklerosis multipel,[1][7] penyakit Lyme,[1] nyeri kepala trigeminal,[7][8] dan herpes zoster.[5] Kekurangan vitamin D yang berat akan menyebabkan uveitis dan iridosiklitis (inflamasi pada iris).[7][9] Uveitis dengan nyeri hebat akan memicu spasme otot siliaris yang akan menyebabkan miosis.[1][10] Perdarahan intrakranial,[11] trauma pada kepala,[12][13] dan tumor di daerah otak tengah yang memengaruhi sistem saraf simpatis akan menyebabkan miosis.[13] Penderita diabetes melitus dengan katarak yang menjalani prosedur fakoemulsifikasi memiliki potensi besar untuk mengalami miosis yang disebabkan karena tindakan operasi. Hal ini disebabkan karena ukuran pupil pada penderita diabetes lebih kecil bila dibandingkan dengan orang normal. Pada tahun 1965, Ambache dan kawan-kawan menemukan asam hidroksi tidak jenuh (yang kini disebut dengan prostaglandin) yang menyebabkan miosis setelah tindakan operasi pada daerah mata. Miosis setelah operasi katarak ini berhubungan erat dengan trauma pada iris, uveitis, robeknya kapsul anterior, dan robeknya kapsul posterior yang menyebabkan hilangnya struktur badan kaca (corpus vitreuos).[14] Penyakit-penyakit autoimun memberikan efek samping pada mata. Kelainan mata yang disebabkan karena penyakit autoimun ini adalah keratitis, keratokonjungtivitis, skleritis, episkleritis, uveitis, neuritis optik, dan eksoftalmus. Dari tujuh bentuk kelainan mata ini, uveitis (infeksi pada uvea) akan menyebabkan miosis. Uvea merupakan tempat otot siliaris yang berhubungan dengan sinyal parasimpatis nukleus Edinger-Westphal, sehingga infeksi pada uvea akan menyebabkan miosis.[13][15] Pada tumor Pancoast (tumor di daerah puncak atau apeks paru) yang telah mengalami penyebaran, salah satu tandanya adalah miosis yang timbul akibat sindrom Horner. Kondisi ini timbul berhubungan dengan iritasi ganglion simpatis yang ada di batang tubuh serta daerah servikal (tulang belakang) dan akibat reaksi hiperaktif simpatis yang bersifat kontralateral.[13][16] Penyakit rubela kongenital juga menyebabkan miosis melalui dua mekanisme yaitu gangguan pembentukan iris dan badan siliaris yang menyebabkan otot sfingter tidak terbentuk dengan sempurna atau bahkan tidak terbentuk sama sekali dan adanya proses inflamasi pada otot siliaris akibat infeksi virus rubela.[13][17] ObatObat golongan opioid seperti fentanil, oksikontin, kodeina, heroin, morfin, dan metadon akan merangsang otot sfingter pupilae. Selain itu, melalui mekanisme desaturasi oksigen obat-obatan ini akan menginduksi hiperkarbia atau hiperkapnia dan hipoksia. Pada kondisi ini pupil akan mengecil akibat aktivasi saraf parasimpatis.[18] Obat tetes mata yang digunakan untuk mengatasi glaukoma dan beberapa jenis pestisida[19] menyebabkan miosis dengan cara menekan aktivitas saraf simpatis.[1][20] Nikotin merupakan agonis nikotinik kolinergik nonselektif yang memiliki reseptor parasimpatis di terminal preganglion dan postganglion. Miosis akibat nikotin diawali dengan ikatan dengan reseptor kolinergik nikotinik di ganglia autonom, medula adrenal, dan sambungan neuromuskular. Kemudian impuls kolinergik akan menyebabkan otot sfingter mengalami kontraksi sehingga terjadi miosis.[4][13] Pada obat antidepresan serotonergik atau noradrenergik seperti mirtazapin, yang berperan terhadap terjadinya miosis adalah serotonin yang berfungsi sebagai efektor pada otot polos termasuk otot siliaris dan otot sfingter pupilae.[13][21] Antidepresan seperti GHB atau asam gamma-hidroksibutirat memiliki mekanisme yang berbeda. GHB merupakan metabolit dan prekursor untuk penghambat neurotransmiter GABA. GHB menyebabkan inhibisi pelepasan GABA, mencegah neurotransmisi dopamin di beberapa bagian otak, dan modulasi jalur opioid dan serotonin sehingga terjadi miosis.[13][22] Agen saraf seperti sarin, soman,[23] tabun, dan VX menyebabkan miosis melalui mekanisme inhibisi enzim asetilkolinesterase. Inhibisi ini menyebabkan akumulasi neurotransmiter asetilkolin dan stimulasi berlebihan dari reseptor kolinergik. Efeknya pada mata adalah stimulasi berlebih dari reseptor muskarinik pada otot sfingter pupilae sehingga terjadi miosis.[24][25] Mekanisme yang sama terjadi pada miosis akibat pestisida golongan organofosfat.[19][26] Obat antihipertensi seperti klonidin[12][13] adalah golongan agonis α2-adrenergik (termasuk obat simpatomimetik yang bekerja secara langsung).[27][28] Konsumsi obat ini akan menyebabkan interaksi dengan inhibitor α2-adrenoseptor yang ada di neuron noradrenergik sentral. Interaksi ini akan menurunkan impuls simparis ke iris sehingga akan terjadi miosis.[27][28] Obat penenang seperti diazepam, barbiturat, dan benzodiazepine dapat menyebabkan miosis meskipun tidak berlaku secara umum.[13][29] Diazepam tidak memiliki afinitas kimia untuk kolinoseptor muskarinik. Sehingga efek miosis yang ditimbulkan oleh diazepam berhubungan dengan penurunan aktivitas simpatis dan bukan sebagai akibat efek antikolinergik perifer.[29] Obat kolinergik untuk pengobatan alzheimer seperti piridostigmin[13][30] dapat menyebabkan miosis karena memiliki efek kolinomimetik yang bersifat langsung. Obat kolinergik juga meningkatkan kadar asetilkolin yang berkerja pada reseptor nikotinik dan muskarinik kolinergik. Obat ini menghambat asetilkolinesterase sehingga memperpanjang efek asetilkolin.[31] Antipsikotik atipikal seperti olanzapin (merek Zyprexa)[13][32] merangsang kontraksi pupil dengan cara menghambat reseptor α1‐adrenergik. Selain itu, olanzapin menyebabkan miosis melalui afinitasnya untuk reseptor dopamin dan serotonin.[32] GenetikSeseorang yang lahir tanpa otot yang mengontrol pupil atau yang pembentukan ototnya tidak sempurna akan menderita miosis kongenital atau mikrokoria. Kondisi ini diwariskan dari satu atau kedua orang tua dan dapat terjadi pada satu atau kedua mata.[2][7] DiagnosisDiagnosis dibuat dengan melihat dan mengukur diameter pupil di dalam ruangan gelap. Yang dinilai pada pemeriksaan ini adalah bentuk dan ukuran pupil, kesimetrisan antara pupil kiri dan kanan, letak pupil pada bola mata, dan reaksi pupil terhadap cahaya terang.[1][2][2][33] Peralatan yang umum digunakan pada pemeriksaan pupil adalah penlight, transiluminator Finoff dengan lampu halogen, dan oftalmoskop.[34] Advanced penlight memiliki hasil pemeriksaan yang lebih akurat karena memiliki alat ukur pupil tambahan yang tidak dimiliki penlight biasa.[35] Oftalmoskop digunakan untuk melihat red reflex. Red reflex adalah fenomena refleksi yang terjadi ketika cahaya melewati pupil dan direfleksikan kembali oleh retina yang akan menghasilkan cahaya jingga kemerahan.[36] Inspeksi. Pupil normal berukuran antara 2–4 mm dalam kondisi ruangan terang dan 4–8 mm di dalam ruangan yang gelap.[1][2] Pupil terletak di tengah iris, berbentuk bulat, berwarna hitam, isokor (ukuran kiri dan kanan sama besar), dan reguler.[37][38] Pemeriksaan refleks cahaya. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat perbedaan respons pupil antara kedua mata. Mata kiri dan kanan secara anatomis saling berhubungan sehingga cahaya pada mata kiri akan menghasilkan miosis yang sama pada mata kanan. Jika sumber cahaya dijauhkan, pupil kedua mata akan membesar secara bersamaan. Hal ini disebut refleks cahaya konsensual atau consensual light reflex. Pemeriksa berdiri di samping orang yang akan diperiksa dan memintanya untuk melihat jauh pada satu objek. Tujuannya adalah untuk mencegah pengecilan pupil yang timbul ketika beralih fokus dari objek yang jauh ke objek yang dekat. Penlight diarahkan ke arah mata kiri dan kanan dengan jarak yang sama. Pemeriksa menilai kecepatan respons pupil kiri dan kanan terhadap cahaya, melihat kemungkinan adanya perbedaan respons, dan kecepatan pupil kembali ke keadaan semula saat cahaya dijauhkan.[39][40] PengobatanPengobatan yang diberikan akan didasarkan pada kondisi yang menyebabkan terjadinya miosis. Miosis yang disebabkan oleh obat, maka obat yang sedang dikonsumsi harus dihentikan dan diganti dengan obat alternatif dengan fungsi yang sama.[11][13] PencegahanMetode pencegahan yang paling baik adalah dengan mengenali faktor risiko penyebab miosis. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan adalah mengenakan alat proteksi, rutin melakukan pemeriksaan mata jika seseorang berhubungan dengan paparan pestisida atau agen saraf dari pekerjaan, dan berkonsultasi dengan dokter apabila mendapatkan terapi pengobatan dengan obat-obatan yang dapat menyebabkan miosis disertai dengan pengawasan rutin.[13] Referensi
|