Mikrofosil
Mikrofosil adalah jenis fosil yang umumnya memiliki ukuran diantara 0.001 mm dan 1 mm.[2] Karena ukurannya yang kecil, studi visual dari mikrofosil membutuhkan mikroskop cahaya atau mikroskop elektron. Berkebalikan dari mikrofosil, sebuah fosil yang dapat diteliti dengan mata telanjang atau alat pembesar sederhana seperti kaca pembesar disebut dengan makrofosil. Mikrofosil merupakan sebuah fitur umum di catatan geologis, mulai dari eon Prakambrium hingga masa kini. Mereka merupakan salahsatu deposit paling umum pada lingkungan laut, namun mereka juga dapat ditemukan di deposit air payau, air tawar dan sedimen darat. Meski semua kerajaan kehidupan memiliki perwakilannya pada catatan mikrofosil, wujud yang paling umum ditemukan adalah cangkang protista (seperti test) atau kista mikroba dari Chrysophyta, Pyrrhophyta, Sarcodina, Acritarch dan Chitinozoa, bersama dengan serbuk sari dan spora dari tumbuhan berpembuluh. RingkasanMikrofosil merupakan sebuah istilah deskriptif yang digunakan untuk merujuk fosil hewan dan tumbuhan dengan ukuran yang lebih kecil daripada tingkat yang mana pada tingkat itu fosil dapat dianalisa menggunakan mata telanjang. Perbatasan antara ukuran fosil mikro dan makro yang paling umum digunakan adalah 1 mm. Mikrofosil dapat merupakan fosil lengkap (atau hampir lengkap) dari suaru organisme (seperti mikrofosil foraminifera dan kokolitofor), atau bagian komponen tubuh (seperti gigi kecil atau spora) dari hewan atau tumbuhan yang lebih besar. Mikrofosil memainkan peran yang teramat penting dalam meneliti iklim purba, dan juga umum digunakan oleh ahli biostratigrafi untuk menanggali suatu unit batuan. Mikrofosil ditemukan pada sisa-sisa batuan dan sedimen yang pernah ditinggali sebuah organisme. Mikrofosil daratan mencakup serbuk sari dan spora, sementara mikrofosil laut yang ditemukan di sedimen laut adalah salahsatu sumber mikrofosil paling besar di Bumi. Dimanapun di lautan, organisme protista mengganda dengan cepat, dan kebanyakan dari mereka menumbuhkan cangkang kecil yang mudah terfosilisasi. Hal tersebut mencakup fosil cangkang dari foraminifera, dinoflagellata dan radiolaria. Paleontolog tertarik dengan mikrofosil ini karena mereka dapat digunakan untuk menentukan bagaimana iklim dan lingkungan berubah seiring waktu, dan membantu menemukan sumber minyak bumi dan gas alam.[3] Beberapa mikrofosil terbentuk dari organisme kolonial seperti Bryozoa (terkhususnya pada Cheilostomata), yang dapat membentuk koloni yang besar, dan diklasifikasikan bedasarkan perbedaan kecil dari test mereka. Pada 2017, mikroorganisme fosil ditemukan pada sebuah endapan ventilasi hidrotermal di Sabuk Batuhijau Nuvvuagittuq di Quebec, Kanada, yang berasal dari 4280 juta tahun lalu, menjadikannya catatan kehidupan paling tua di Bumi, menyarankan "sebuah kemunculan hampir instan kehidupan" (dalam skala waktu geologi), setelah pembentukan lautan sekitar 4410 juta tahun lalu, dan tak lama setelah pembentukan bumi 4540 juta tahun lalu.[4][5][6][7] Bagaimanapun, beberapa ilmuwan mengklaim bahwa kehidupan masih dapat terbentuk lebih awal lagi, pada 4500 juta tahun lalu[8][9] Referensi
|