Meilono Soewondo
Ir. Meilono Soewondo, MBA (aksara Jawa: ꦩꦺꦲꦶꦭꦺꦴꦤꦺꦴꦱꦸꦮꦺꦴꦤ꧀ꦢꦺꦴ, 29 Mei 1954 – 1 April 2008)[3] merupakan politisi Indonesia yang pernah menjadi Anggota DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk wilayah pemilihan Kota Madiun selama periode 1999-2002 dan sekaligus menjabat sebagai Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR RI dan Wakil Sekretaris Jenderal. Ia dikenal sebagai salah satu politisi idealis di Indonesia dan pernah mengajukan diri sebagai calon Ketua Umum Ikatan Alumni ITB (IA-ITB). Ia juga dikenal sebagai adik dari mantan Menteri Perumahan Rakyat Siswono Yudo Husodo dan anak dari mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta dr. Suwondo.[4] Ia wafat pada 1 April 2008 akibat penyakit langka yaitu ALS.[4] Riwayat HidupIa menempuh studi di Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung sebagai mahasiswa angkatan 1973 dan lulus pada tahun 1979.[5] Di ITB, di luar kegiatan akademik, ia pernah menjabat Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Mesin Institut Teknologi Bandung (HMM ITB) periode tahun 1976-1977. Selain itu, ia pernah menjadi tulang punggung tim bola basket ITB pada masanya.[6] KarierBerwirausahaSetelah lulus, ia berwiraswasta dengan membuka usaha kontraktor dan memperoleh pekerjaan jauh di Sumatra yaitu membuka lahan transmigrasi - saat itu yang menjadi Menteri Transmigrasi adalah Martono bukan kakaknya Siswono Yudo Husodo - dan sempat mengalami masa-masa pasang surut di dalam mengembangkan usaha.[6] Kuliah Magister di Amerika SerikatTiga tahun usaha sebagai kontraktor kemudian ditinggalkannya dan Nono - setelah menikah - berbekal sisa hasil usaha wiraswastanya berangkat ke Amerika Serikat guna belajar lebih jauh di bidang manajemen. Lingkungan belajar selama masa dua tahun menyelesaikan gelar master di bidang bisnis administrasi (Master of Business Administration (MBA)) telah memberikan bekal yang berarti bagi pribadi Meilono. Hampir sama dengan Indonesia, Amerika Serikat adalah negara besar yang sarat keberagaman: etnis, tingkat ekonomi, pendidikan, budaya, agama. Sangat menarik meskipun individualisme begitu menonjol tetapi rasa senasib-sepenanggungan juga tidak lenyap dari bangsa Amerika Serikat. Meilono menceritakan, ketika pesawat ulang alik Amerika Challenger meledak di udara, beberapa detik setelah tinggal landas, seluruh orang Amerika tertunduk lesu. Ini gabungan antara rasa duka terhadap tewasnya para astronaut serta rasa malu atas kegagalan bangsa Amerika meluncurkan hasil teknologi kebanggaan nasional.[6] Ketua IA-ITB Jakarta dan Terjun ke Politik NasionalKetua IA-ITB JakartaPada tahun 1995, Meilono terpilih sebagai Ketua IA-ITB Jakarta. Hal ini mengagetkan mengingat tradisi yang ada bahwa Ketua IA ITB Jakarta yang dianggap begitu strategis diduduki oleh pejabat tinggi pemerintahan. Sebab, pejabat tersebut biasanya akan mudah memberi peluang proyek atau membantu mencari dana untuk IA ITB meskipun dilakukan dengan cara menekan kiri-kanan.[6] Terpilihnya Nono yang swasta murni dan seorang "professional-owner" merupakan pertanda besar: kesadaran alumni ITB terhadap hakekat kemerdekaan dalam menentukan pilihan. Bahwa, selama ini pemilihan ketua ikatan alumni lebih didasarkan dengan pamrih meskipun semua orang tahu bahwa seorang pejabat tidak punya waktu untuk mengurus organisasi tetap saja dia yang akan dipilih sehingga dengan terpilihnya Meilono alumni ITB sadar akan "kemandiriannya". Seorang ketua alumni dipilih karena dia memang mampu dan mempunyai waktu untuk bekerja bagi organisasi. Memang, sebenarnya mustahil menyerahkan pada seorang pejabat yang setiap saat bisa berhenti dari kedudukannya atau menyerahkan pada seseorang yang posisinya sangat rentan, misalkan karena ia seorang karyawan yang masih berada di bawah "otoritas Bos Besar", tentu kerja profesionalnya bisa terganggu bahkan bisa memperalat jabatan sebagai ketua IA ITB untuk "posisi tawar menawar" dengan sang Bos Besar, baik guna mempertahankan jabatan ataupun mengincar kedudukan lebih tinggi.[6] Periode kepengurusan Meilono di Ikatan Alumni ITB Jakarta juga merupakan masa yang sangat sibuk. Berbagai kegiatan dibuat tidak sekadar dari rapat ke rapat yang menyentuh segenap lapisan alumni ITB seperti pemberian beasiswa, penyaluran kesempatan kerja, penerbitan buletin yang semakin reguler, kegiatan apresiasi seni, acara Iota Tau Beta, tarawih Ramadhan dan Halal bi halal, diskusi reguler masalah sosial - ekonomi -politik, penerbitan buku kumpulan tulisan alumni ITB serta program advokasi masalah alumni keluarga besar ITB.[6] Terjun ke Dunia PolitikSetelah reformasi bergulir, Meilono Soewondo memutuskan untuk masuk ke dunia politik dengan menjadi anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Pada Pemilihan Umum 1999, ia berhasil masuk ke DPR RI melalui daerah pemilihan Kota Madiun (saat itu sistem dapil belum dipakai). Saat masuk ke DPR, ia ditempatkan pada Komisi 9.[5] Keberanian Membongkar SkandalMomen paling berharga dari hidup Meilono Soewondo adalah ketika ia membongkar praktik suap yang ada di DPR pada tahun 2002.[5] Keberanian dalam membongkar praktik suap ini didukung dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, Meilono sempat merekam sekitar 100 short messages service yang diterima melalui telepon selular-nya. Bahkan, memori SMS yang ada di ponsel dicetak melalui printer yang berfasilitas infra red.[5] Referensi
|