Mbaba Belo SelambarMbaba Belo Selambar yang berarti 'membawa sirih selembar" adalah salah satu ritual sebelum pernikahan dalam suku Karo.[1] Ritual ini merupakan bagian dari rangkaian ritus Pernikahan adat Karo.[1] Ritual ini dilaksanakan baik oleh pihak perempuan, maupun pihak laki-laki.[1] Tentang Mbaba Belo SelambarDalam suku Karo, ritual pernikahan diawali dengan masa peminangan.[1] Masa ini dalam bahasa Karo disebut mbaba belo selambar.[1] Dalam ritual ini pula, peran laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan perempuan.[1] Maba belo selambar merupakan suatu ritual meminang seorang gadis.[1] Peminangan ini dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki.[1] Peminangan ini dilakukan untuk menanyakan kesediaan dari gadis tersebut dan keluarganya.[1] Keluarga yang dimaksud tidak hanya orangtuanya, tetapi juga sembuyak, anak beru, singalo bere-bere, dan kalimbubu.[1] Pada zaman dahulu acara mbaba belo selambar biasanya dilakasanakan pada malam hari setelah makan malam selesai.[1] Dalam acara Mbaba Belo Selambar, dari pihak laki-laki maupun perempuan harus dihadiri oleh beberapa pihak yang wajib untuk menghadiri ritual tersebut.[2] Pihak yang harus hadir adalah laki-laki yang melamar, orang tua laki-laki, sembuyak, senina sikaku ranan, kalimbubu singalo ulu emas, dan anak beru.[2] Sedangkan bagi pihak perempuan, yang harus hadir adalah gadis yang dilamar, orang tua, sembuyak, senina sikaku ranan, kalimbubu singalo bere-bere, singalo perbibin, dan anak beru.[2] Tata Cara Mbaba Belo SelambarMbaba Belo Selambar diawali dengan penyerahan kampil persentabin oleh pihak laki-laki (pelamar).[3] Pihak laki-laki ini harus menyiapkan enam buah kampil tersebut.[3] Isi dari kampil adalah rokok dan peralatan makan sirih.[3] Lima kampil yang telah disediakan pihak laki-laki diserahkan kepada pihak perempuan.[3] Satu kampil lainnya diberikan kepada kalimbubu singalo ulu emas.[3] Ritus Mbaba Belo Selambar dapat dikatakan selesai apabila sudah ada kesepakatan dan kesediaan dari pihak perempuan terhadap lamaran yang telah diberikan oleh pihak laki-laki.[3] Lalu, di dalam ritus ini dilakukan ersinget-singet. Dalam ersinget-singet, kedua belah pihak membicarakan hal-hal berikut berikut.[3]
Setelah ersinget-singet selesai dibicarakan, maka selanjutnya akan diadakan kesepakatan bersama dengan cara melakukan sijalapen ( baisanya dengan keluarga dekat), yang terdiri dari:[4]
Setelah acara sijalapen selesai, anak beru pihak laki-laki menyerahkan pundun dan penindih pudun.[5] Pundun dan penindih pundun adalah daun nipah yang diikat.[5] Kedua benda ini adalah tanda kesepakatan yang telah tercapai.[5] Kedua benda ini diberikan kepada pihak perempuan sebanyak lima buah. Isi dari ini kedua benda ini merupakan tentang pelaksanaan nganting manuk.[5] Referensi
|