Masjid Agung Wolio
Masjid Al-Muqarrabin Syafyi Shaful Mu'min atau lebih dikenal dengan Masjid Agung Wolio adalah sebuah masjid bersejarah yang berlokasi di Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. SejarahMasjid ini dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Sakiuddin Durul Alam Kesultanan Buton dan merupakan lambang kejayaan Islam pada masa itu. Para ahli meyakini masjid ini adalah masjid tertua di Sulawesi Tenggara. Sejatinya ada masjid lain yang lebih tua dibangun pada masa Sultan pertama Buton, Kaimuddin Khalifatul Khamis (1427-1473). Hanya masjid itu terbakar dalam perang saudara di Kesultanan Buton. Selanjutnya, Sultan Sakiuddin Darul Alam, yang memenangi perang tersebut membangun Masjid Agung Wolio untuk mengganti masjid yang terbakar. Masjid berusia lebih dari 300 tahun yang terletak di dalam bekas kompleks keraton Kesultanan Buton kini tetap dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Baubau dan Kabupaten Buton.[1] Pusat bumiMasyarakat setempat percaya bahwa masjid ini dibangun di atas pusena tanah (pusatnya bumi).Pusena tanah tersebut berupa pintu gua di bawah tanah yang berada tepat di belakang mihrab. Disebut pusena tanah karena dari gua konon terdengar suara azan dari Mekkah. Namun cerita itu dibantah Imam Masjid Agung Wolio, La Ode Ikhwan. Lubang di masjid itu sebenarnya adalah pintu rahasia untuk menyelamatkan Sultan Buton jika diserang musuh. Di dalam lubang ada lima jalan rahasia ke sejumlah tempat di kompleks benteng. Salah satu jalan rahasia itu ada yang tembus ke selatan benteng.[2] Ketika masjid ini direhabilitasi pertama pada masa Sultan Muhammad Hamidi pada 1930-an, pintu gua ditutup semen sehingga liangnya menjadi kecil dan sebesar bola kaki. Agar tak menimbulkan persepsi lain dari masyarakat, lubang ditutup dan di atasnya dibuat tempat imam memimpin salat. DeskripsiMasjid Agung Keraton Buton tidak memiliki menara. Tetapi, di sisi bangunan sebelah utara berdiri sebuah tiang bendera yang ujungnya lebih tinggi dibanding puncak masjid. Tiang bendera itu juga berfungsi sebagai tempat pelaksanaan hukuman gantung berdasarkan syariat Islam. Tiang bendera itu didirikan tidak lama setelah masjid dibangun. Kayu yang digunakan untuk tiang bendera tersebut dibawa oleh pedagang beras dari Pattani, Siam. Dahulu setiap Jumat dipasang bendera kerajaan yang berwarna kuning, merah, putih, dan hitam di tiang tersebut. Terdapat 12 pintu masuk ke dalam masjid yang salah satu di antaranya berfungsi sebagai pintu utama. Pada bagian depan masjid - di sebelah timur masjid, terdapat serambi terbuka. Di dalam masjid terdapat sebuah mihrab dan mimbar yang terletak secara berdampingan. Keduanya terbuat dari batu bata yang di bagian atasnya terdapat hiasan dari kayu berukir corak tumbuh-tumbuhan yang mirip dengan ukiran Arab. Kayu yang digunakan untuk membangun masjid berjumlah 313 potong sesuai dengan jumlah tulang pada manusia. Jumlah anak tangga masuk masjid 17 buah, sama dengan jumlah rakaat salat dalam sehari. Bedug masjid yang berukuran panjang 99 cm dianalogikan dengan asmaul husna dan diameter 50 cm dimaknai sama dengan jumlah rakaat salat yang pertama kali diterima Rasulullah. Pasak yang digunakan untuk mengencangkan bedug tersebut terdiri dari 33 potong kayu yang dianalogikan dengan jumlah bacaan tasbih sebanyak 33 kali. Di depan pintu utama di antara dua selasar terdapat sebuah guci bergaris tengah 50 sentimeter dengan tinggi 60 sentimeter. Guci itu terhunjam ke lantai semen berlapis marmer. Guci tersebut telah ditempatkan di situ sejak adanya masjid ini sebagai penampungan air untuk berwudu. Referensi
|