Layang-layang
Layang-layang, atau biasa disebut sebagai layangan atau wau, merupakan sebuah mainan tradisional yang berasal dari Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan di bagian ini, layang layang tertua di dunia adalah Kaghati Kolope, dimana benda tersebut sudah ada sejak 4,000 tahun yang lalu, tepatnya di Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. FungsiTerdapat berbagai tipe layang-layang permainan (di Sunda dikenal istilah maen langlayangan). Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena kuatnya angin berhembus pada saat itu. Di beberapa daerah Nusantara, layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu, kemudian diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga beberapa bentuk layang-layang tradisional asal Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun. Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat lain di Indonesia, layang-layang digunakan sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain misalnya, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar. Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik. Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar. SejarahCatatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Tiongkok sekitar 2500 Sebelum Masehi.[1] Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode mesolitik di pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang dipercaya telah ada sejak 4.000 tahun yang lalu.[2] Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut kaghati, yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern.[3] Layang-layang terbuat dari daun kolope (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali, meskipun layang-layang modern menggunakan senar sebagai tali.[4] Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Tiongkok dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan. Dari Tiongkok, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa. Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir. Rujukan
Catatan kaki
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Layang-layang. |