Kuil LingarajaKuil Lingaraja adalah salah satu kuil Hindu tertua di Bhubaneswar, Odisha, yang didedikasikan untuk Dewa Siwa. Terkenal sebagai ikon arsitektur gaya Kalinga, kuil ini memiliki menara utama setinggi 55 meter dan merupakan bangunan terbesar di Bhubaneswar[1]. Kuil ini diyakini dibangun oleh raja-raja Somavamsi, dengan tambahan dari dinasti Ganga, dan dirancang dalam gaya deula yang terdiri dari empat bagian: vimana (ruang suci), jagamohana (aula pertemuan), natamandira (aula festival), dan bhoga-mandapa (aula persembahan)[2]. Bhubaneswar, yang disebut Ekamra Kshetra, memiliki sejarah panjang di mana Dewa Lingaraja awalnya disembah di bawah pohon mangga, sebagaimana dicatat dalam teks abad ke-13 Ekamra Purana. Selain sebagai tempat ibadah utama, kuil ini juga memiliki pengaruh dari sekte Jagannath dengan hadirnya gambar Dewa Wisnu di dalamnya. Lingaraja, dewa utama kuil ini, disembah sebagai wujud Siwa[3]. Kuil ini dikelola oleh Dewan Kepercayaan Kuil dan Archaeological Survey of India (ASI). Setiap hari, kuil ini menarik ribuan pengunjung, dengan puncaknya selama perayaan Shivaratri[4]. Meskipun hanya terbuka untuk umat Hindu, pengunjung non-Hindu dapat melihat keindahan eksterior kuil dari platform khusus yang awalnya dibangun untuk Curzon saat berkunjung sebagai viceroy (Gubernur Jendral India)[5]. FestivalMenurut cerita Hindu, sungai bawah tanah yang mengalir dari Kuil Lingaraja dipercaya mengisi Tangki Bindusagar, yang dianggap memiliki kekuatan untuk menyembuhkan berbagai penyakit fisik maupun spiritual. Oleh karena itu, air dari tangki ini dianggap suci, dan peziarah sering melakukan mandi ritual saat perayaan tertentu[6]. Lingaraja, dewa utama kuil ini, dihormati sebagai manifestasi Siwa. Setiap hari, berbagai ritual dilakukan, mulai dari Dwara Pita, Mangala Arti, hingga Badashringar Bhoga. Dewa juga dihiasi dengan berbagai busana, seperti Jogi Besha dan Suna Besha. Setelah persembahan, makanan biasanya juga dipersembahkan kepada Dewi Parvati, yang dikenal sebagai Annapurneswari[7]. Festival utama yang dirayakan adalah Siwaratri, yang berlangsung di bulan Phalgun. Ribuan umat berpuasa, mempersembahkan daun bel, dan berdoa sepanjang malam, dengan puncak acara berupa penyalaan lampu besar di puncak kuil[8]. Selain itu, perayaan lain seperti Ratha-Yatra dan Chandan Yatra juga menjadi tradisi penting, di mana para dewa diarak atau dipuja dengan berbagai upacara simbolis[9]. Akses ke kuil dibatasi hanya untuk umat Hindu, sementara non-Hindu dapat melihat kuil dari platform pengamatan di luar. Kesucian kuil dijaga dengan ketat, termasuk larangan bagi individu yang belum mandi, wanita menstruasi, atau keluarga yang baru mengalami peristiwa kelahiran atau kematian. Jika terjadi pelanggaran, ritual pemurnian dilakukan, termasuk membuang makanan persembahan ke dalam sumur[10]. Lihat pulaReferensi
|