Kuil BeopjuKuil Beopju (Bahasa Korea: Beopjusa, makna: "Kuil tempat bernaungnya ajaran Buddha"[1]) adalah sebuah kuil Buddha yang terletak di kaki Gunung Songni, Provinsi Chungcheong Utara, Korea Selatan.[2][3][4] Kuil ini pertama kali didirikan pada zaman kerajaan Silla dan selanjutnya berkembang pesat pada zaman Dinasti Goryeo. Pada periode Joseon kuil ini sempat hancur karena peperangan, tetapi perlahan-lahan dibangun kembali dengan arsitektur baru. Monumen dan bangunan-bangunan tua kuil Beopju dilindungi sebagai harta negara. Pada masa kini Kuil Beopju menjadi salah satu kuil Buddha yang ikut dalam program Templestay yang bertujuan memperkenalkan agama Buddha Korea.[1] SejarahPendirian Kuil Beopju generasi pertama diperkirakan dimulai pada tahun 553 Masehi,[1] tahun ke-14 masa pemerintahan Raja Jinheung dari Kerajaan Silla.[1][2] Dalam buku sejarah kuno Samguk Yusa tercatat bahwa Paderi Jinpyo memerintahkan agar seorang pengikutnya bernama Youngsim pergi ke Gunung Songni dan mendirikan sebuah kuil untuk menyebarkan ajaran Buddha.[3] Awalnya kuil itu dinamakan Kuil Gilsang yang menandakan di tempat itu tumbuh rumput kusa (Desmostachya bipinnata), lalu namanya diganti menjadi Kuil Songni. Kuil ini tercatat mendapat dukungan pembangunan oleh Raja Seongdeok (tahun 720).[3] Memasuki periode Dinasti Goryeo, Korea menjadi negara Buddhis. Kuil Songni menjadi tempat peribadatan penting bagi raja-raja kerajaan itu. Tercatat Raja Taejo pendiri dinasti itu memberikan dukungan untuk pembangunan pada tahun 918. Pada masa pemerintahan Raja Munjong (1046-1083), ketiga orang putranya menjadi biksu di Kuil Beopju.[3] Pada zaman Goryeo, adalah suatu kehormatan bagi kerajaan jika ada pangeran yang menjadi biksu. Dosaeng-Seungtong yang merupakan putra ke-6 Raja Munjong menjabat sebagai paderi kepala. Sejarawan ternama Kim Bu-sik menulis tentang sejarah Kuil Songni dan Paderi Dosaeng Seungtong pada masa pemerintahan Raja Injong (tahun 1122-1146).[3] Nama kuil telah berganti menjadi Beopju menurut dokumen yang tertulis pada masa kekuasaan Raja Chunghye (tahun 1342). Tokoh penting lain yang tinggal di kuil ini adalah Jajeong Misu (1240-1327). Diperkirakan pada periode itu, kuil tersebut menjadi tempat tinggal bagi sekitar 3000 orang biksu.[5] Raja-raja Dinasti Joseon telah menjadikan Konfusianisme sebagai ideologi sehingga agama Buddha tidak lagi berperan penting dalam kerajaan. Di kalangan rakyat jelata masih mempercayai Buddhisme. Di antara raja-raja Joseon, masih juga sering berziarah ke kuil-kuil Buddha dan memberikan dukungan pembangunan.[3] Paderi Sinmi didukung oleh Raja Sejo (tahun pemerintahan 1455-1468) untuk memperluas Kuil Beopju. Paderi Sinmi pada masa pemerintahan Sejong yang Agung berjasa membangun kembali Kuil Bokcheon (tahun 1449). Kuil Beopju pada pertengahan Joseon merupakan sebuah komplek besar dengan lebih dari 60 buah bangunan dan 70 padepokan.[3] Namun, sebagian besar kuil musnah terbakar dalam peristiwa Perang Tujuh Tahun yang pecah tahun 1592 (tahun ke-25 kekuasaan Raja Seonjo). Sebagian kuil yang baru dibangun kembali juga musnah dalam serbuan Jepang yang kedua kalinya dari tahun 1597 sampai 1598. Pada periode perang, kuil ini dijadikan sebagai markas biksu yang ikut berperang di wilayah Chungcheong.[3] Paderi Samyeong berkontribusi dalam pembangunan kembali arsitektur pagoda Palsangjeon antara tahun 1605-1626. Pembangunan kuil skala besar setelah masa peperangan dilakukan mulai tahun 1624 oleh Paderi Byeokam Gakseong (1575-1660). Pembangunan skala besar terakhir tercatat dilakukan pada tahun 1851 atas perintah Perdana Menteri Kwon Don-in.[3] ArsitekturBangunan-bangunan dan monumen seni Buddha Korea yang penting dalam Kuil Beopju, antara lain:
GaleriPembangunan dan renovasi
Pranala luar
Referensi
|