Korporatisasi
Korporatisasi adalah proses pengubahan dan restrukturisasi dari aset negara, lembaga negara, atau lembaga kota/daerah menjadi korporasi (badan usaha).[1][2][3][4] Proses korporatisasi melibatkan adopsi serta penerapan praktik manajemen bisnis dan pemisahan kepemilikan dari manajemen melalui penciptaan saham bersama atau struktur kepemilikan saham untuk organisasi.[2] Hasilnya adalah suatu badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan pemerintah tetap mempertahankan kepemilikan mayoritas atas saham perusahaan tersebut.[1][5] Korporatisasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi organisasi, untuk menambah nilai komersial, untuk memperkenalkan teknik manajemen perusahaan dan bisnis dalam penyelenggaraan kebijakan publik, serta sebagai pendahulu privatisasi sebagian atau seluruhnya. SejarahLangkah menuju reformasi ekonomi neoliberal serta munculnya gerakan Manajemen Publik Baru pada 1980-an menyebabkan banyak sektor publik diprivatisasi.[6] Proses korporatisasi dipandang sebagai langkah awal menuju privatisasi.[1] Badan usaha milik negara diselenggarakan dengan cara yang sama seperti perusahaan swasta. Hal yang membedakan dengan perusahaan swasta adalah sahamnya tetap menjadi milik negara dan tidak diperdagangkan di pasar saham.[5] Korporatisasi sering dipandang sebagai langkah untuk memperkenalkan otonomi berorganisasi, sehingga diharapkan membawa keuntungan efisiensi.[7] Republik Rakyat Tiongkok menerapkan restrukturisasi besar-besaran BUMN dengan reformasi ekonomi 1978, ketika BUMN mendapatkan otonomi yang lebih besar dalam operasi mereka. Hal ini terus memuncak dalam gelombang korporatisasi besar-besaran antara tahun 1992 dan 2002 dengan adopsi ekonomi pasar dan pembukaan bursa efek Shenzhen dan Shanghai. Korporatisasi melibatkan restrukturisasi BUMN untuk beroperasi sebagai entitas komersial dan pasar dengan tetap mempertahankan kepemilikan negara atau kepemilikan mayoritas negara.[8] Ada yang berpendapat bahwa korporatisasi cenderung meningkat karena krisis keuangan,[4] meski ada bukti bahwa korporatisasi kemungkinan muncul setidaknya sejak awal abad ini.[3] Alasan dan efekKorporatisasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik (dengan berbagai keberhasilan), sebagai langkah menuju privatisasi (parsial), serta untuk mengurangi tekanan fiskal. Peningkatan efisiensiKorporatisasi bertujuan untuk eksternalisasi.[1] Pengaruhnya, lembaga-lembaga negara dan daerah dapat diubah menjadi perusahaan umum dan menempatkan dewan direksi atas persetujuan menteri atau pemerintah kota selaku pemegang saham/pemilik modal sebagai pucuk manajemen [5] Eksternalisasi ini akan menciptakan otonomi secara hukum maupun manajerial, sehingga berpotensi meningkatkan efisiensi. Hal ini dapat melindungi perusahaan dari eksploitasi politik. Akan tetapi, korporatisasi dapat gagal membawa efisiensi (atau menyebabkan inefisiensi), karena otonomi ini mengurangi kemampuan pemerintah dalam pengawasannya. Kebermanfaatan dari korporatisasi dapat bergantung pada sifat layanan yang dikorporatisasi, ketika otonomi dapat saja tidak bermanfaat untuk layanan yang lebih terpolitisasi dan kompleks.[7] Langkah menuju privatisasi dan hibridisasiMeski korporatisasi tidaklah sama dengan privatisasi (yang pertama melibatkan badan hukum publik, yang kedua badan hukum perdata), begitu sektor telah dikorporatisasi, akan lebih mudah untuk diprivatisasi sebagian atau seluruhnya, misalnya dengan menjual sebagian atau seluruh saham perusahaan melalui bursa efek.[5] Dalam beberapa kasus (misalnya Belanda dalam hal pengadaan air) ada undang-undang yang melarang hal ini. Korporatisasi juga dapat menjadi langkah menuju penciptaan bentuk-bentuk hibrida, seperti kemitraan publik-swasta atau organisasi layanan antarpemerintah kota.[7] Mengurangi tekanan fiskalKorporatisasi dapat membantu mengurangi tekanan fiskal suatu negara atau daerah, karena korporasi dapat menjadi organisasi mandiri yang tidak ikut dihitung dalam APBN/APBD.[1][3][4][9][10] PrevalensiKorporatisasi dari BUMN dan perusahaan milik kolektif menjadi komponen utama dari program restrukturisasi ekonomi negara-negara komunis dahulunya, terutama Republik Rakyat Tiongkok.[11] Ekonomi pasar sosialis kontemporer RRT didasarkan pada sektor publik yang dikorporatisasi, dengan BUMN dimiliki oleh pemerintah pusat tetapi dikelola dengan cara semi-otonom.[11] Korporatisasi juga telah digunakan di Selandia Baru dan sebagian besar negara bagian Australia dalam reformasi pasar listrik mereka, serta di banyak negara dan industri lain (misalnya perusahaan penyediaan air baku di Belanda ). Tingkat kewilayahanTingkat nasionalPada tingkat nasional, bidang jasa utama yang telah dikorporatisasi meliputi:[butuh rujukan]
Tingkat daerahPada tingkat daerah, bidang jasa utama yang telah dikorporatisasi meliputi:[7][12]
Bacaan lebih lanjut
Lihat pulaReferensi
|