Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah sebuah komite khusus yang dibentuk oleh Parlemen Singapura pada bulan Januari 2018. Tugas utama dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja ialah mengatasi masalah disinformasi di Singapura khususnya berita palsu yang dianggap sebagai sebuah ancaman bagi keberlangsungan tatanan masyarakat di Singapura.

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja mengadakan sidang dengan mengundang anggota masyarakat tertentu dan para pakar internasional. Hasil sidang yang diadakan oleh Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja disusun menjadi laporan yang mengusulkan kepada Parlemen Singapura untuk membuat Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA). Usulan ini diterima dan POFMA disahkan oleh Parlemen Singapura pada tahun 2019.

Pembentukan

Pada tanggal 5 Januari 2018, Kementerian Komunikasi dan Informasi Singapura dan Kementerian Hukum Singapura menerbitkan buku hijau yang berjudul Kebohongan Dalam Jaringan yang Disengaja: Tantangan dan Implikasinya. Kedua kementerian sebagai bagian dari Pemerintah Singapura kemudian meminta Parlemen Singapura untuk membentuk komite khusus untuk mempelajari masalah kebohongan dalam jaringan yang disengaja dan menetapkan rekomendasi tentang cara menanggapi masalah tersebut.[1]

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja terbentuk pada tanggal 11 Januari 2018.[2] Dalam sejarah legislatif Singapura, pembentukan Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja menjadi komite khusus yang pertama sejak Parlemen Singapura terakhir kali membentuk komite khusus pada tahun 1996.[1]

Tugas

Tujuan pembentukan Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja untuk mengatasi masalah disinformasi di Singapura. Bagi Parlemen Singapura, disinformasi dianggap sebagai sebuah ancaman bagi Singapura yang merupakan negara heterogen dengan kondisi multirasial dan multibudaya.[3] Parlemen Singapura menganggap bahwa disinformasi dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga publik dan menghancurkan tatatan masyarakat yang telah terbentuk di Singapura.[4]

Tugas utama dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja adalah membahas isu-isu seputar dampak penyebaran kepalsuan dalam jaringan terhadap kepentingan umum di Singapura.[5] Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja terutama ditugaskan oleh Parlemen Singapura untuk menangani persoalan berita palsu di Singapura.[6]

Kesaksian lisan dan sidang

Sejak tanggal 14–29 Maret 2018, Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja menerima sebanyak 69 pernyataan tertulis dari masyarakat. Selain itu, Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja juga mengundang sebanyak 65 individu serta beberapa organisasi dari Singapura dan luar negeri untuk memberikan kesaksian lisan. Periode pemberian kesaksian lisan selama tiga pekan.[2]

Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja mengundang anggota masyarakat tertentu untuk menghadiri sidang. Anggota masyarakat yang diundang terutama akademikus, pemimpin agama, anggota masyarakat sipil, dan perwakilan pakar teknologi. Selama sidang, Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja menerima masukan pendapat dari anggota masyarakat berkaitan dengan kepalsuan dalam jaringan yang disengaja.[5] Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja juga mengundang para pakar internasional untuk menghadiri sidang.[7]

Pelaporan dan rekomendasi

Pada tanggal 20 September 2018. Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja telah menerbitkan laporan yang berisi sebanyak 22 rekomendasi untuk berbagai kelompok. Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah, industri, dan media.[2] Salah satu rekomendasi yang ditujukan kepada Parlemen Singapura ialah usulan pembuatan kebijakan kepada mengenai kepalsuan dalam jaringan yang disengaja.[8] Hasil jajak pendapat dari Komite Khusus tentang Kepalsuan Dalam Jaringan yang Disengaja ialah pembuatan Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan.[9]

Parlemen Singapura kemudian membahas usulan tersebut selama dua hari perdebatan. Hasil perdebatan ini memutuskan pengesahan rancangan undang-undang yaitu Undang-Undang Perlindungan dari Kepalsuan dan Manipulasi Dalam Jaringan (POFMA).[8] POFMA ditetapkan sebagai rancangan undang-undang nomor 10 tahun 2019 di Singapura.[10] Pada tanggal 8 Mei 2019, Parlemen Singapura meloloskan POFMA sebagai sebuah undang-undang di Singapura.[11] Sedangkan pengesahan POFMA sebagai undang-undang pada tanggal 3 Juni 2019.[12]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b AIC 2020, hlm. 1.
  2. ^ a b c AIC 2020, hlm. 2.
  3. ^ Wong 2023, hlm. 5-6.
  4. ^ Wong 2023, hlm. 5.
  5. ^ a b Tan 2020, hlm. 59.
  6. ^ Bradshaw, S., Neudert, L. M., dan Howard, P. N. (November 2018). Reynolds, Anna, ed. Government Responses to Malicious Use of Social Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Riga: NATO StratCom COE. hlm. 15. ISBN 978-9934-564-31-4. 
  7. ^ Vilmer, J-B J., dkk. (Agustus 2018). Information Manipulation: A Challenge for Our Democracies, Report by the Policy Planning Staff (CAPS) of the Ministry for Europe and Foreign Affairs and the Institute for Strategic Research (IRSEM) of the Ministry for the Armed Forces (PDF) (dalam bahasa Inggris). Paris: CAPS (Ministry for Europe and Foreign Affairs) dan IRSEM (Ministry for the Armed Forces). hlm. 120. ISBN 978-2-11-152607-5. 
  8. ^ a b Tan 2020, hlm. 59-60.
  9. ^ Irwansyah (Maret 2024). Wulandari, D., dkk., ed. ASEAN Guideline on Management of Government Information in Combating Fake News and Disinformation in the Media (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jakarta Pusat: Ministry of Communication and Informatics of the Republic of Indonesia. hlm. 70. ISBN 978-602-17232-6-5. 
  10. ^ Wong 2023, hlm. 16.
  11. ^ Tan 2020, hlm. 53.
  12. ^ International Commission of Jurists (4 Oktober 2021). Dictating the Internet: A Human Rights Assessment of the Implementation of Singapore’s Protection from Online Falsehoods and Manipulation Act 2019 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Jenewa: International Commission of Jurists. hlm. 1. 

Daftar pustaka

Kembali kehalaman sebelumnya