Kerajaan Koying
Koying merupakan sebuah nama kerajaan yang berada di pulau Sumatra, yang terletak di wilayah Jambi. Kerajaan ini, diperkirakan berdiri sekitar abad ke-4 Berdasarkan pada sumber berita-berita Cina yang dibuat oleh para utusan dari Tiongkok yaitu diplomat Kuang-Tai, utusan dari Dinasti Wu di Selatan dan Wan-Cen, Gubernur Dinasti Wu di Tan dekat Nankin pada tahun 222-280. Serta yang ditulis oleh Tu-Yu, disebut sebagai Koying Chia-Ying tahun 375 dan Sartono 1992 mengatakan bahwa sekitar abad ke 3–5 M di wilayah Jambi terdapat tiga kerajaan yakni:
Keberadaan Kerajaan KoyingCatatan yang dibuat oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari wangsa Wu (222-208) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam ensiklopedia T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedia Wen-hsien-t’ung-k’ao (Wolters 1967: 51). Diterangkan bahwa di kerajaan Koying terdapat gunung api da kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po (jambi). Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau pulau. Penduduk yang mendiami pulau itu semuanya telanjang bulat, lelaki maupun perempuan, denga kulit berwarna hitam kelam, giginya putih-putih dan matanya merah. Mereka melakukan dagan tukar menukar arang atau barter dengan para penumpang kapal yang mau berlabuh di Koying seperti ayam dan babi serta bebuahan yang mereka tukarkan dengan berbagai benda logam. Melihat warna kulitnya kemungkinan besar penduduk P’u-lei itu bukan termasuk rumpun Proto-Negrito atau Melayu Tua yang sebelumnya menghuni daratan Sumatera. Menurut catatan Cina yang lain lokasi Koying diperkirakan di Indonesia Barat ataupun di Semenanjung Malaka. Jika lokasinya memang di wilayah tersebut akhir itu pasti hal demikian tidak mungkin karena dilakporkan bahwa Koying merupakan sebuah negeri dengan banyak gunung api sedan di Semenanjung Malaka tidak ada gunung api. Jika kedudukannya di Indonesia Barat, yakni di Kalimantan, Jawa atau Sumatera, di pulau tersebut pertama juga tidak ada gunung api. Kalau negeri itu kedudukannya dianggap di Jawa juga sukar untuk diterima mengingat dengan demikian negeri itu harus berada di selatan gunung api bersangkutan yakni misalnya di Pegunungan Selatan Jawa. Kalau Koying dicoba ditempatkan si sebelah timur pulau Jawa, hal itu juga tidak mungkin karena wilayah itu tidak disebut-sebut dalam catatan Cina, dan besar kemungkinan memang belum dikenal oleh mereka. Namun jika kita lokasi kerajaan koying adalah negeri kerinci, maka posisi geografisnya sangat identik dan tidak berubah sampai sekarang, dimana kerajaan Chu-po, Thu-Po adalah negeri Tapan, yang sampai saat ini masih di sebut Tu-po atau Ta-pa oleh orang kerinci dan penduduk setempat, 5000 li timur Tu-po adalah alam kerinci dan disebelah utara ada gunung api menunjukkan keberadaan Gunung Kerinci, sebelah selatan terdapat teluk Wen adalah teluk inderapura, di tengah-tengah terdapat sebuah p'ulei atau pulau adalah pulau Pagai dengan gamabaran penghuni dan kebiasaan nya yang masih sama. Menurut data Cina Koying memuliki pelabuhan dan telah aktif mengadakan perdagangan, terutama dengan berbagai daerah di bagian barat Sumatera. Catatan Cina tentang hal itu didapatkan dari sumber India dan Funan (Vietnam) karena pengiriman perutusan ke dan perdagangan langsung dengan Cina belum dilakukan. Dilaporkan selanjutnya bahwa Koying berpenduduk sangat banyak dan menghasilkan mutiara, emas, perak, batu giok, batu kristal dan pinang. Dari aktifnya perdagangan rasanya sangat sukar untuk menerima pantai selatan Jawa sebagai kedudukan Koying. Namun dapat ditambahkan selain Koying telah melakukan perdagangan dalam abad ke 3 M juga di Pasemah wilayah Sumatera Selatan dan Ranau wilayah Lampung telah ditemukan petunjuk adanya aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh Tonkin atau Tongkin, Ton-king dan Vietnam atau Fu-nan dalam abad itu juga. Malahan kermaik hasil zaman dinasti Han (abad ke 2 SM sampai abad ke 2 M) ditemukan di wilayah Sumatera tertentu (Ridho, 1979). Adanya kemungkinan penyebaran berbagai negeri di Sumatera Tengah hingga Palembang di Selatan dan Sungai Tungkal di utara digambarkan oleh Obdeyn (1942), namun dalam gambar itu kedudukan negeri Koying tidak ada. Jika benar Koying berada di sebelah timur Tupo atau Thu-po, Tchu-po, Chu-po dan kedudukannya di muara pertemuan dua sungai, maka ada satu tempat yang demikian yakni Tapan, Tu-po di pantai barat Sumatera Barat daerah inderapura . Dengan demikian posisi teluk wen adalah teluk inderapura dimana pelabuhan kuno terdapat di sana yaitu pelabuhan muaro sakai. Interaksi dagang yang terjadi secara langsung dan ada pula melalui perantaraan pihak ketiga. Hubungan dagang secara langsung terjadi dalam perdagangan dengan negeri-negeri di luar di sekitar Teluk Wen dan Selat Malaka maka besar kemungkinan negeri Koying berada di sekitar Alam Kerinci. Adanya kontak atau hubungan antar negeri dapat dilihat dari bukti-bukti peninggalan sejarah kuno di Kerinci berupa barang-barang keramik yang berasal dari zaman Dinasti Han di Tiongkok (202 SM s.d 221 M), barang-barang tersebut berupa guci terbuka, guci tertutup, mangkuk bergagang dan wada berkaki tiga tempat penyimpanan abu jenazah. Benda-benda keramik yang telah ditemukan kelihatannya bukan barang kebutuhan sehari-hari, melainkan barang-barang yang sering digunakan untuk upacara sakral bagi keperluan wadah persembahan. Penemuan benda-benda yang berasal dari negeri Cina sebagaimana diungkapkan di atas, menunjukkan adanya jalur perdagangan atau kontak dagang baik secara langsung maupun tidak langsung antara penduduk negeri Koying dengan penduduk dari daratan negeri Cina. Kontak dagang masa silam antara negeri Cina dengan kerajaan di Alam Malayu menurut catatan geografi kepustakaan Dinasti Han telah berlangsung sejak pemerintahan Kaisar Wu Di. Tentang catatan geografi ini dikemukakan oleh Wan Hashim Wan Teh (1997: 96) sebagai berikut: “Dalam Geografi Kepustakaan Dinasti Han Han Shu Di Li Zhi terdapat catatan yang mengatakan bahwa semenjak pemerintahan Kaisar Wu Di (140 SM – 87 SM) sudah terdapat hubungan resmi antara Dinasti Han dengansebuah kerajaan di Jawa atau Sumatera bernana Diao Bian atau bahasa Tionghoa atau Dewavarman. Hubungan kerajaan Cina dengan kerajaan Alam Malayu pada awal kurun Masehi tersebut mempunyai kepentingan perdangan, membeli mutiara, batu-batu permata, barang-barang antik, emas dan bermacam kain sutra” Melihat pada komoditas perdagangan sebagaimana yang disebutkan dalam catatan geografi kepustakaan di atas, ternyata sebagian besar dari komoditas tersebut dihasilkan oleh negeri yang berada di Alam Kerinci atau salah satu negeri di pusat Alam Melayu. Di negeri ini sejak zaman prasejarah telah dikenal menghasilkan barang-barang dagang tersebut. Oleh sebab itu besar dugaan bahwa penduduk negeri ini telah menjual barang-barang tersebut ke negeri tetangganya yaitu Kerajaan Javadwipa. Selanjutnya Kerajaan Javadwipa yang merupakan salah satu kerajaan maritime di kawasan nusantara pada waktu itu, lalu mengekspor barang-barang tersebut ke negeri Cina. Atas dasar bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan menunjukkan pula bahwa negeri Koying yang pusat intinya di Alam Kerinci telah aktif melakukan kontak dagang dengan negeri luar. Barang-barang tersebut kemudian mereka tukar dengan barang yang dibutuhkan oleh pedagang dari luar yang dibawa para pedagang negeri luar yang berlabuh di Teluk Wen, seperti benda-benda keramik, manik-manik, sutera dan benda-benda perhiasan lainnya. Ensiklopedia negeri CinaSalah satu catatan sejarah penting yang mengungkapkan tentang Alam Kerinci tertulis dalam ensiklopedia yang terdapat di negeri Cina. Ensklopedi ini secara tegas memang tidak menyebutkan Alam Kerinci, namun daerah yang dimaksud berdasarkan ciri-ciri yang dikemukakan mempunyai kemiripan yang sangat dekat. Pengungkapan ciri-ciri ini dapat dipahami mengingat daerah tersebut belum diketahui namanya, disamping itu kesulitan para pedagang Cina untuk menyebut dengan benar kata Kerinci, sehingga hanya mampu menyebutnya sebagai Koying. Informasi negeri Cina yang menyebutkan ciri-ciri keberadaan suatu daerah di pusat inti Melayu pada pergunungan Bukit Barisan dikemukakan S. Sartono (1992), bahwa pada wilayah Provinsi Jambi pernah ada 3 (tiga) kerajaan Melayu Kuno pra-Sriwijaya yang sering disebut-sebut dalam catatan Cina. Ketiga kerajaan itu adalah Koying (abad ke 3 Masehi), Tupo (abad ke 3 Masehi) dan Kuntala (abad ke 5 Masehi). Atas dasar bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan menunjukkan pula bahwa negeri Koying telah aktif melakukan kontak dagang dengan negeri luar. Barang-barang tersebut kemudian mereka tukar dengan barang yang dibutuhkan oleh pedagang dari luar yang diawa para pedagang negeri luar yang berlabuh di Teluk Wen, seperti benda-benda keramik, manik-manik, sutera dan benda-benda perhiasan lainnya. Pedagang dari negeri luar yang singga di pelabuhan Teluk Wen adalah para pedagang dari India Funan dan dari Kerajaan Javadwipa. Melalui perantara para pedagang ini barang-barang yang dihasilkan penduduk negeri Koying berterbaran ke manca negara termasuk ke negeri Cina. Demikian pula sebaliknya barang-barang yang mereka bawa dari negeri luar seperti dari negeri Cina terutama barang-barang keramik masuk pula ke negeri Koying. Setelah satu kerajaan maritime besar merupakan mitra dagang utama negeri Koying, armada dagang kerajaan ini secara berkala menyinggahi pelabuhan Teluk Wen untuk membeli dan kemudian menjualnya ke manca Negara. Melalui hubungan dagang dengan kerajaan Javadwipa telah menyebabkan komoditas negeri Koying menyebar kemana-mana termasuk ke negeri Cina. Demikian pula barang-barang dari negeri luar terutama yang mempunyai hubungan dagang dengan kerajaan Javadwipa masuk pula ke negeri Koying. Hubungan perdagangan secara langsung antara negeri Koying dengan negeri Cina besar dugaan belum pernah terjadi. Kalaupun ada barang-barang perniagaan negeri Cina masuk ke negeri Koying masuk ke negeri Cina, semuanya mealaui perantara armada dagang kerajaan Javadwipa dan para pedagang India dan Funaan yang singgah di pelabuhan Teluk Wen. Belum adanya kontak hubungan langsung antara Koying dengan negeri Cina termuat dalam catatan Cina yang dikemukakan oleh Sartono (1992:6) dimana disebutkan bahwa: Negeri Cina mengetahui bahwa Negeri Koying memiliki pelabuhan dan telah aktif mengadakan perdagangan terutama dengan berbagai daerah di bagian barat Sumatera. Informasi tersebut diperoleh Cina dari sumber India dan Funan (Vietnam) karena pengiriman perutusan dan perdaganganlangsung ke Negeri Koying belum dilakukan. Disebutkan juga bahwa penduduk negeri in berjumlah banyak dan menghasilkan mutiara, perak, batu giok,batu kristal dan pinang. Merujuk pada informasi di atas, berarti negeri Cina hanya mengetahui keberadaan negeri Koying melalui pedagang kerajaan Javadwipa, India dan Funan. Selain itu, terdapat indikasi bahwa barang-barang perniagaan yang dibawa dari negeri Koying sebagian besar banyak yang dijual ke negeri Cina. Begitu pula sebaliknya barang-barang dari negeri Cina yang dibeli oleh armada dagang Javadwipa, dan para pedagang India dan Funan, dapat diduga pula kebanyakan dijual ke negeri Koying. Mungkin hal inilah yang menyebabkan keberadaan negeri Koying termuat jelas pada berbagai catatan sejarah negeri Cina. Dalam sebuah tulisan S. Sartono (1992:5 & 7) dikemukakan pula bahwa: Dalam wilayah Jambi ada 3 kerajaan Melayu Kuno pra-Sriwijaya yang seiring disebut dalam catatan Cina yaiut: Koying (abad ke 3), Tupo (abad ke 3) dan Kantoli (Kuntala abad ke 5). Catatan tentang adanya negeri (kerajaan) Koying dibuat oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari wangsa Wu (222-280). Selain itu juga dimuat dalam ensklopedi T’ung-tien yang ditulis Tuyu (375-812 M) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin kedalam Ensklopedi Wenhxien-t’ung-k’ao (Wolters 1967: 51). Catatan negeri Cina yang dikemukakan di atas menerangkan tentang keberadaan negeri/kerajaan Koying dimana disebutkan ciri wilayahnya teradap banyak gunung api, kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po (Tu-po), di daerah ini terdapat banyak sungai yang bermuara ke Teluk Wen, negeri ini berpenduduk banyak dan mendiami pergunungan Bukit Barisan serta penghasil mutiara, emas, perak, batu krisal dan pinang. Dari catatan negeri Cina yang dikemukakan Wan-Hashim Wan Teh dan S. Sartono, mendukung kuat keberadaan negeri Koying terletak di pusat inti Alam Malayu. Sedangkan daerah Alam Kerinci ini, mulai dari Gunung Kerinci di sebelah utara sampai gunung Masumai di sebelah Selatan pada masa lampau diketahui banyak terdapat gunung api aktif. Sekarang gunung api tersebut sudah tidak dijumpai lagi, karena sebagian sudah padam dan sebagian lagi sudah meletus. Berbagai perubahan memang telah terjadi akibat dari peristiwa alam dan rotasi bumi. Sebagai contoh danau Kerinci, danau Gunung Tujuh, danau Pauh dan lain-lain terbentuk akibat dari letusan gunung api. Dalam catatan Cina lainnya yang dikemukaan S. Sartono (1992:6) ada yang menyebut lokasi Koying diperkirakan berada di Indonesia Barat ataupun di Semenanjung Malaka. Namun pada daerah Semenanjung Malaka tidak ditemukan gunung api, demikian pula halnya dengan pulau Kalimantan. Kalau kedudukannya dianggap di Pulau Jawa misalnya dipergunungan Selatan Jawa yang terdapat gunungn api, berarti daerah ini berada pada bagian Selatan dari jajaran gunung api Bukit Barisan. Sedangkan kebanyakan sumber Cina menyebutkan negeri Koying berada pada daerah yang banyak gunung api di wilayah pergunungan Bukit Barisan. Selanjutnya, bila negeri Koying tersebut dicoba untuk ditempatkan di sebelah Timur pulau Jawa, kelemahannya tidak satupun wilayah tersebut dinyatakan dalam catatan Cina. Sungguhpun S. Sartono memperkirakan kerajaan Koying telah ada sekitar abad ke tiga masehi, namun catatan negeri Cina menyatakan hubungan perdagangan dengan daerah ini telah berlangsung semenjak sebelum masehi. Selain itu bukti peninggalan sejarah yang ditemukan di daerah ini menunjukkan benda-benda peninggalan sejarah semasa dinasti Han, yakni kekuasaan raja-raja didaratan Tiongkok sebelum masehi. Berdasarkan hal di atas maka dapat disumpulkan dan diyakini bahwa negeri Koying yang disebutkan dalam beberapa catatan sejarah negeri Cina, tidak lain merupakan sebuah negeri yang keberadaannya terletak di wilayah Alam Kerinci, yaitu daerah yang dihuni oleh suku bangsa Kerinci. Sungguhpun demikian masih terdapat pertanyaan yang perlu dijawab, yaitu: apakah nama Koying tersebut merupakan nama negeri/kerajaan yang diberikan suku bangsa Kerinci pada waktu itu, atau semuah nama yang diberikan oleh bangsa lain? Berdasarkan berbagai catatan peninggalan sejarah yang pernah ditelusuri dan dipelajari terutama dari catatan Tulisan Rencong, incung yang terdapat di Alam Kerinci, sampai saat ini belum ditemukan kata Koying. Oleh sebab itu besar dugaan kata Koying hanya sebutan yang diberikan orang dari negeri Cina kepada sebuah negeri di Alam Kerinci yang merupakan tempat mereka menjual dan memperoleh barang-barang perniagaan. Dugaan ini cukup kuat mengingat secara langsung bangsa Cina disebutkan belum pernah mengunjungi daerah tersebut, baik mengirim perutusan secara resmi, apalagi melakukan perdagangan secara langsung. Mereka hanya mengetahui daerah tersebut dari mitra dagangnya yaitu bangsa India dan Fungan yang telah sering berniaga ke sana. Namun yang jelas, di wilayah Alam Kerinci sebelum atau sekitar permulaan abad masehi telah terdapat sebuah pemerintahan berdaulat yang diakui keberadaanya oleh negeri Cina yang disebut dengan negeri Koying atau kerajaan Koying. Berakhirnya kerajaan KoyingKeberadaan Koying yang pernah dikenal di manca negara sampai abad ke 5 M sudah tidak kedengaran lagi. Diperkirakan setelah Koying melepaskan kekuasaanya ata kerajaan Kuntala, kejayaan pemerintahan Koying secara perlahan-lahan menghilang. Koying yang selama ini tersohor sebagai salah satu negara nusantara pemasok komoditas perdagangan manca negara sudah tidak disebut-sebut lagi. Keadaan seperti ini sebenarnya tidak dialami Koying saja, karena kerajaan lain pun yang pernah jaya semasa itu banyak pula yang mengalami nasib yang sama. Kerajaan Javadwipa yang tersohor, akhirnya juga tenggelam secara tidak menentu. Dari berbagai literature dapat dipelajari, bahwa keberadaan suatu pemerintahan atau kerajaan yang telah ratusan tahun lamanya, suatu ketika akan mengalami masa kemunduran dan kemudianbahkan lenyap sama sekali. Penyebabnya bias karena factor dari dalam seperti: perubutan kuasaaan, hilangnya pengaruh terhadap wialyah kerajaan yang sudah sangat luas, terjadinya pemberontakan rakyat karena ingin memisahkan diri, atau sebalinyak disebabkan faktor dari luar seperti: ditaklukan kerajaan lain dan lenyap karena terjadinya bencana alam yang dahsyat. Namun demikian, biasanya setelah lenyapnya suatu kerajaan, maka akan muncul pemerintahan baru atau kerajaan baru sebagai penggantinya. Besar dugaan menghilangnya Koying secara perlahan-lahan dikarenakan sudah tidak mampu lagi mengayomi wilayahnya yang sudah semakin luas akibat berkembangnya pusat-pusat negeri baru yang semakin banyak. Menyebarnya pusat-pusat pemukiman telah melemahkan kendali pemerinthan Koying terutama dalam mengatur dan mengontrol keberadaan negeri-negeri baru yang tersebar dalam wilayah kekuasaanya. Ketidakmampuan ini bisa dikarenakan faktor jarak antara pusat-pusat pertumbuhan negeri baru dengan pusat pemerintahan Koying berada dalam radius yang jauh. Selain itu, antara pusat-pusat pertumbuhan pemukiman baru tersebut hanya bisa dijangkau dengan menempuh jalan pintas melalui hutan belantara. Kondisi alamiah itu telah menyebabkan hubungan pemerintahan menjadi sulit berjalan baik. Kemunikasi antara penyelenggara pemerintahan dan masyarakat pada pusat-pusat pemukiman baru dengan negeri asalnya sebagai pusat pengendalian pemerintahan menjadi renggang. Penduduk pada banyak negeri-negeri baru sebenarnya juga berasal dari komunitas yang sama yaitu dari orang-orang yang berasal dari negeri yang telah ada sebelumnya. Jadi penyebaran penduduk dalam wilayah Alam Kerinci antara satu tempat dengan tempat lainnya masih mempunyai hubungan pertalian daerah. Mereka membuat pusat-pusat permukiman baru tidak lain untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih layak. Pada negeri baru yang dibuat, mereka lalu membuka sawah, ladang dan mencari kehidupan dari lingkungan alam yang ada. Mereka mengumlkan hasil-hasil hutan seperti damar, rotan, mendulang dan menambang emas serta mencari batu permata, untuk kemudian menjualnya ke para pedagang. Selanjutnya para pedagang kemudian membawa ke pelabuhan-pelabuhan dagang, sehingga menyebar ke berbagai pelosok negeri. Negeri-negeri baru ini dalam perjalanannya tumbuh dan berkembang menjadi negeri yang makmur dengan penduduk yang kian bertambah. Malahan negeri-negeri yang pernah ada sebelumnya menjadi tertinggal sama sekali. Pertumbuhan banyak negeri baru ini diduga kuat telah menimbulkan pengaruh yang besar terhadap kelangsungan pemerintahan Koying. Keterbatasan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan penduduk dengan wilayah yang semakin tersebar, menjadikan penguasa Koying lemah dalam pengawasan. Kerapuhan dalam menjalankan roda pemerintahan, akhirnya menyebabkan pengaruh dan kekuasaan Koying secara perlahan-lahan pada negeri-negeri baru tersebut menjadi hilang. Lahirnya negeri-negeri baru di Alam Kerinci pada saat itu, tidak lain merupakan proses gerakan migrasi penduduk yang terpencar dalam berbagai kelompok kecil atau talang dan koto, lalu bersatu dalam kelompok yang lebih besar sehingga terbentuklah dusun. Dusun yang terbentuk pada masa itu dapat dikatakan sebagai dusun awal (dusun purba) yang kemudian dalam perjalan sejarah berkembang menjadi banyak dusun. Sudah barang tentu proses pertumbuhan negeri atau dusun-dusun baru ini berjalan secara bertahap dan diperkirakan berlangsung dalam kurun waktu cukup lama. Adapun dusun awal yang menjadi cikal bakal negeri-negeri yang akan berlangsung dalam pemerintahan Segindo sebagai pengganti dari pemerintahan Koying. Referensi |