Kebo keboan PonoraganKebo keboan Ponoragan merupakan kesenian yang menirukan hewan kerbau yang berasal dari Ponorogo yang telah ada sejak abad ke 18, Sebagai pengingat Bahwa hewan kerbau dari Ponorogo menjadi jimat dan petunjuk jalan bagi Paku Buwono II kembali ke keraton di Surakarta ketika terjadi Pemberontakan, Kesenian ini juga disebut Kebo Ndanu, Kebo Kendo, Kebo Bule, Kebo Selamet. SejarahPada tahun 1742 Keraton Kartasura di serang oleh Pemberontak Tionghoa yang dipimpin Sunan Kuning , membuat Paku Buwono II terusir dari keraton hingga memilih mengungsi ke Ponorogo sebagai tempat perlindungan, tepatnya di Pondok Pesantren Gebang Tinatar Tegalsari milik Kiai Ageng Muhammad Besari. Kemudian Kiai dan Bupati Ponorogo memberi hadiah berupa hewan kerbau kepada Paku Buwono II, yang diperuntukkan sebagai cucuk lampah (pengawal) yang bernama Kiai Selamet.[1][2] Karena Keraton telah dibakar oleh Pemberontak Pecinan, Maka Paku Buwono II mencari lokasi untuk keraton yang baru, kerbau dari Ponorogo dilepas dan perjalanannya diikuti para abdi dalem keraton Hingga akhirnya berhenti di tempat yang kini menjadi Keraton Solo atau sekitar 500 meter arah selatan Balai Kota Solo saat ini.[3] Tepatnya tanggal 17 Februari 1745 keraton baru di desa Sala secara resmi digunakan sebagai pengganti keraton lama, kemudian diberi nama Surakarta Kemudian Tegalsari menjadi tanah perdikan yakni diwilayah yang istimewa dan bebas dari segala kewajiban membayar pajak, upeti, urusan apapun kepada kerajaan Juga setiap tahun pada malam 1 Suro diaraklah kerbau-kerbau dari Ponorogo yang telah menjadi pusaka keraton ini untuk berjalan ke jalanan sebagai tapak tilas, keberkahan, tolak bala, penyembuh penyakit dan lainnya.[4] Disaat diumumkannya Tegalari sebagai Desa Perdikan, maka dibuatlah Kesenian berbebentuk hewan Kerbau yang dinamakan kebo-Keboan sebagai bentuk kegembiraan warga desa serta berjasanya Tegalsari bagi Paku Buwono II. Biasanya Kebo-Keboan digelar untuk bersih desa secara arak-arakan berkeliling menari bersama-sama yang diiringi musik gamelan, Kompang dan Jidor.[5] Selain arak-arakan Kebo-keboan tampil diatas panggung dengan alur cerita, seperti ditambahkannya hewan macan, ayam atau monyet yang mengganggu warga dan sawah. Pada tahun 2017, pihak kraton Surakarta memberikan hasil ternak keturunan dari kerbau bule kiai Selamet ke Ponorogo sebanyak 4 ekor Kerbau.[6][7]
|