Jan Pieterszoon Coen
Jan Pieterszoon Coen adalah Gubernur Jenderal Hindia Timur Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC atau Kompeni) yang keempat dan keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah antara tahun 1619 – 1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung antara tahun 1627 – 1629. Kehidupan awalJ. P. Coen lahir di Hoorn, Noord Holland, kemungkinan pada penghujung tahun 1586. Catatan gereja menunjukkan bahwa ia dibaptis pada tanggal 8 Januari 1587 dengan nama ayah Pieter Janszoon van Twisk namun tidak disebutkan tanggal lahirnya. Tidak diketahui pula bagaimana ia memperoleh nama keluarga "Coen". Di tahun 1607, ketika ia memulai tugasnya di VOC, ia terdaftar sebagai J. Pn. Coen. Pada usia 13 tahun, ia magang di Roma di kantor seorang pedagang bernama Joost de Visscher (Justus Pescatore dalam bahasa Italia). Di Roma, Coen memperoleh pendidikan dalam perdagangan, pembukuan, serta beberapa bahasa-bahasa Eropa.[2] KarierDi tahun 1607, ia kembali ke Hoorn dan mendaftar untuk bekerja di VOC.[2] Pada tanggal 22 Desember di tahun yang sama, ia berangkat ke Hindia Timur di bawah armada Pieter Willemszoon Verhoeff. Pada tahun 1609, Verhoeff dibunuh di Banda setelah terlibat perselisihan dengan penguasa lokal. Coen yang bekerja sebagai juru tulis berhasil menyelamatkan diri.[3] Ia kemudian menceritakan perjalanannya ke Banda kepada para petinggi VOC dan pada tanggal 12 Mei 1612, ia kembali ke Hindia Timur dengan memimpin armadanya sendiri dan mendarat di Banten di tanggal 9 Februari 1613.[2] Pada 18 April 1618, ia kemudian diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC meskipun pengangkatan tersebut baru disahkan di tahun 1619.[3] Pengangkatan sebagai Gubernur-JenderalKejadian pengangkatan tersebut membuat karier J. P. Coen naik dengan cepat.[4] Pada usia 31 tahun, tepatnya tanggal 18 April 1618, ia diangkat menjadi gubernur jenderal, namun baru pada 21 Mei 1619 ia resmi memangku jabatan tersebut dari gubernur jenderal sebelumnya, Laurens Reael. Setelah menjadi gubernur jenderal, ia tidak tahan terhadap perlakuan orang Banten dan orang Inggris kepadanya di Banten, maka ia pun memindahkan kantor Kompeni ke pelabuhan Sunda Kelapa di Jayakarta, di mana ia mulai membangun angkatan pertahanan sendiri untuk VOC. Pada tanggal 30 Mei 1619 Coen berhasil merebut Jayakarta dari Kesultanan Banten dan mengubah namanya menjadi Batavia (Batavieren). Awalnya, ia mau mengubah nama kota ini menjadi Nieuw Hoorn seperti kota kelahirannya, tetapi usul itu ditolak pimpinan VOC di Belanda. Nama Batavia diberikan untuk menghormati Suku Batavi yang dianggap sebagai leluhur bangsa Belanda dan digunakan sampai tahun 1942. Penduduk Batavia memberi julukan Mur Jangkung pada J. P. Coen, tetapi tidak jelas apa yang menyebabkan ia diberi julukan tersebut. Secara fisik, ia memang bertubuh kurus dengan tinggi di atas rata-rata. Pendapat lain menyebutkan bahwa julukan tersebut berasal dari karya sastra jawa pra-kolonial berjudul Moer Djang Koeng di mana orang pribumi melafalkannya sebagai Mur Jangkung.[5] Beberapa persoalan yang harus dihadapi oleh J. P. Coen pasca resmi menjabat sebagai gubernur jenderal diantaranya yaitu protes keras Maluku terhadap monopoli VOC, naiknya harga lada di Banten akibat ulah para pedagang Inggris dan Cina, perlawanan dari laskar pendukung Mataram Islam, dan konflik dengan Kesultanan Banten di Jayakarta yang melibatkan Inggris.[4] Sementara itu orang-orang Inggris tidak diam, mereka marah atas perlakuan orang Belanda terhadap pedagang Inggris di Maluku. Sebagai tindakan balas dendam mereka merebut sebuah kapal Belanda De Swarte Leeuw yang berisi penuh dengan muatan dagang. Setelah itu pertempuran antara kedua kubu pun dimulai, lalu Coen sebagai pemimpin Belanda bisa memenangkan pertempuran melawan orang Inggris. Setelah menang melawan Inggris, ia meratakan Jayakarta dan membangun benteng Belanda di kota itu. Di atas puing-puing kota Jayakarta ia membangun kota baru yang dinamakannya menjadi Batavia. Pembantaian terhadap Orang-Orang BandaPengalaman Coen saat mendampingi Laksamana Pieterszoon Verhoeven yang berujung pada pembantaian puluhan orang Belanda oleh warga Banda membuatnya bertekad untuk membalas dendam. Pada tahun 1621, sebanyak 13 kapal angkut dan beberapa kapal pengintai bertolak ke Banda.[6] Coen memimpin langsung armadanya yang membawa sedikitnya 1.600 tentara, 300 narapidana dari Jawa, beserta 100 orang ronin (samurai tak bertuan dari Jepang), 285 budak belian dan 40 awak kapal.[7] Pasukan Coen menghabisi hampir semua penduduk di Kepulauan Banda yang pada saat itu berjumlah sekitar 15 ribu penduduk.[8] Diperkirakan kurang dari 1.000 penduduk saja yang selamat dari pembantaian tersebut. Penyerahan kekuasaan dan masa jabatan keduaDi tahun 1623, ia menyerahkan kekuasaan kepada Pieter de Carpentier dan pulang ke Belanda. Oleh pimpinan Kompeni (VOC) ia disuruh kembali ke Hindia Belanda dan menjadi gubernur jenderal kembali. Maka ia pun tiba di Batavia di tahun 1627. Pada masa jabatannya yang kedua ia terutama berperang melawan Kesultanan Banten dan Mataram. Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung menyerang Batavia sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Kedua serangan tersebut gagal merebut Batavia, tetapi dalam serangan tersebut Coen tewas secara mendadak di tanggal 21 September 1629, empat hari setelah istrinya, Eva Ment, melahirkan seorang putri yang juga meninggal. KematianJan Pieterszoon Coen meninggal di Batavia pada tanggal 21 September 1629. Terdapat dua versi yang berbeda mengenai penyebab kematiannya. Menurut versi Belanda, Coen meninggal karena terjangkit wabah kolera yang juga dikenal dengan muntah darah, sedangkan versi lainnya meyakini bahwa kematian Coen akibat serangan bala tentara Sultan Agung dari Mataram. Dari kedua versi ini dapat disimpulkan bahwa Coen meninggal karena wabah kolera yang sengaja disebarkan oleh pasukan Mataram di Sungai Ciliwung setelah penyerbuan di tahun 1628. Jasad Coen awalnya dimakamkan di Stadhuis (kini Museum Sejarah Jakarta), kemudian dipindahkan ke De Oude Hollandsche Kerk (kini Museum Wayang).[9] Namun, beberapa sejarawan meragukan jasad J. P. Coen terdapat di tempat tersebut. Untuk mengenang Coen sebagai gubernur jenderal, pemerintah kolonial Hindia Belanda telah mendirikan sebuah monumen dan patung pendiri Kota Batavia itu. Patungnya dibuat pada tahun 1869, bertepatan dengan hari peringatan 250 tahun Kota Batavia oleh Gubernur Jenderal Pieter Mijer (1866-1872). Patung Coen tersebut berdiri dengan raut angkuh sambil menunjuk jari telunjuknya dengan mottonya yang terkenal: Dispereert Niet ("pantang berputus asa").[10] Setelah berdiri selama 74 tahun di depan Gedung Putih yang kini menjadi Gedung Kementerian Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, patung dari tembaga ini pun digusur dan dihancurkan pada 7 Maret 1943 pada masa pendudukan Jepang.[11] Pada masa kolonial Belanda, ulang tahun Jakarta selalu diperingati pada 30 Mei, ketika pada tanggal tersebut di tahun 1619 Coen menaklukan Jayakarta. WarisanCoen dikenang sebagai pendiri Hindia Belanda di Belanda. Namanya banyak dipakai sebagai nama-nama jalan dan bahkan di Amsterdam terdapat sebuah gedung yang dinamai dengan namanya (Coengebouw).[12] Di Batavia sendiri, Coen semasa hidupnya dikenal sebagai seorang yang religius namun berperilaku kejam. Ia dikenal karena tercatat menggunakan cara-cara yang biadab dalam memperluas jaringan perdagangan Perusahaan Hindia Timur Belanda di Asia. Namun cara-cara biadab yang dilakukannya selalu memperoleh pembenaran.[13] Rujukan
Lihat pula
|