Jagapura Kulon, Gegesik, Cirebon
SejarahSEJARAH DESA JAGAPURA Desa Jagapura awalnya bernama Desa Pasepatan, yang dipimpin oleh Ki Agung Sidum atau Ki Jagabaya Putra tertua Ki Gede Gesik (Plered), yang memiliki tiga anak laki-laki, yaitu; Ki Sumeng (Ki Gede Bayalangu), Ki Gede Guwa (Ki Gede Baluran), dan satu anak perempuan yaitu; Nyi Mertasari (Nyi Gede Gegesik).Ki Jagapura adalah orang yang dekat dengan Pangeran Cakrabuana dan Sunan Gunung Jati. Beliau mendapatkan tugas untuk mensyiarkan agama Islam di daerah perbatasan Cirebon-Indramayu, yang ditugaskan untuk menjaga keamanan perbatasan yang memungkinkan adanya serangan musuh. Pada waktu itu Indramayu-Cirebon memiliki pagar yang sangat tinggi dan kokoh, hanya ada satu pintu masuk untuk lalu lintas saja (gapura). Dikarenakan sebagai penjaga gapura itu, Ki Jagabaya terkenal dengan sebutan Ki Gede Penjaga Gapura yang akhirnya dinamakan Ki Gede Jagapura. Dengan demikian, nama Desa Pasepatan itu berubah menjadi Desa Jagapura. Dahulu kala saat Cirebon berperang melawan Raja Galuh yang dimenangakan oleh Pasukan Cirebon. Ki Jagabaya ikut serta dengan gagah berani memperkuat pasukan Cirebon. Setelah meninggal dunia, Ki Gede Jagapura tidak dimakamkan di wilayah Jagapura. Ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa dimana Ki Gede Jagapura dimakamkan, yaitu di Astana Gunung Jati atau di Desa Bungko.Ki Gede Jagapura pernah datang di Bungko untuk mencoba kesaktian (ngayoni) Ki Gede Bungko, akan tetapi Ki Gede Jagapura terdesak (kasoran), karena terperosok kedalam lumpur lalu pinggang Ki Gede Jagapura dihantam oleh Ki Gede Bungko dengan menggunakan dayung. Ki Gede Jagapura kemudian melarikan diri menuju Keraton Cirebon, namun terlebih dahulu beliau menjatuhkan tongkatnya di luar lokasi peperangan, kemungkinan besar tongkat itulah yang dikuburkan di Wilayah Bungko. Oleh karena itu, setiap tahun warga Jagapura mengadakan kunjungan ke makam Ki Gede Jagapura, baik di Astana Gunung Jati maupun di Desa Bungko. Disamping itu, adat istiadat Mapag Sri (Pesta Rakyat), upacara nebus wetengan (Tujuh Bulanan) masih dilaksanakan sebagian masyarakat Jagapura hingga sekarang.Bekas peninggalan Ki Gede Jagapura yang masih ada, diantaranya terletak di: 1.Selokan Pasepatan terletak di pekarangan Masjid Jami Desa Jagapura. 2.Sumur Kejayaan di sudut barat daya alun-alun di depan SD Jagapura Kidul. 3.Sumur Bandung di Desa Jagapura Lor di tempat itu dahulu sering dipergunakan untuk musyawarah para pangeran Cirebon dalam mempersiapkan taktik dan siasat menghadapi berbagai kemungkinan serangan musuh. Sejalan dengan perkembangan penduduk yang semakin banyak dan wilayah desa yang sangat luas, pada zaman kolonial Belanda sekitar tahun 1885. Desa Jagapura yang terletak disekitar Desa Gegesik ini dibagi menjadi dua bagian yaitu; Desa Jagapura Lor dan Jagapura Kidul.Pada Tahun 1982 Desa Jagapura Lor dibagi kembali menjadi Desa Jagapura Lor dan Desa Jagapura Kulon. Selanjutnya pada tahun 1983 Desa Jagapura Kidul dibagi kembali menjadi Desa Jagapura Kidul dan Jagapura Wetan.Dengan demikian, Desa Jagapura seluruhnya terbagi mejadi empat desa yaitu Desa Jagapura Lor, Jagapura Kidul, Jagapura Kulon, dan Jagapura Wetan.[1] Pranala luar
|