Setelah pemilihan umum Indonesia 2019 yang diadakan pada 17 April 2019, lebih dari 550 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dan 3.788 orang lainnya menerima perawatan[1][2] akibat beban kerja yang dilakukan dalam pemilu tersebut.[3] Selain itu, kasus tabrakan, bunuh diri dan keguguran juga dikabarkan terjadi di kalangan petugas KPPS usai melaksanakan tugas.
Pada 21 April, 54 petugas KPPS meninggal.[8] 91 orang meninggal pada 22 April.[9] Jumlah orang yang meninggal meningkat menjadi 119 orang pada 23 April.[10] Pada 25 April, 144 orang dikabarkan meninggal dunia dan 884 orang lainnya dirawat.[11] Jumlah meningkat pada 26 April, dimana 230 orang dikabarkan meninggal dunia dan 1.671 orang lainnya dirawat.[12] Jumlah kembali meningkat menjadi 272 orang meninggal dan 1.878 orang dirawat pada 28 April.[13] Pada 29 April, jumlah petugas KPPS yang meninggal bertambah menjadi 326 orang, 253 berasal dari jajaran KPU, 55 dari unsur Bawaslu, dan 18 personel Polri.[14] Pada 2 Mei, jumlahnya meningkat menjadi 382 petugas KPPS meninggal dunia dan 3.538 orang lainnya dirawat.[15]
Pada 4 Mei, jumlah petugas yang meninggal bertambah menjadi 440 dengan jumlah petugas yang dirawat berjumlah 3.788.[2]
Rincian petugas KPPS yang meninggal menurut provinsi di Indonesia:[15]
Dua petugas pemilu di Jawa Barat[35] dan seorang ketua KPPS Sleman[36] juga dikabarkan bunuh diri akibat beban tugas saat pemilu.
Tanggapan
Komisi II DPR menyatakan niat untuk mengevaluasi pemilu serentak akibat insiden tersebut.[37]Sandiaga Uno melakukan salat gaib atas meninggalnya para petugas KPPS tahun 2019.[38]Hinca Panjaitan meminta penghitungan suara dalam pemilu 2019 dihentikan atas insiden tersebut.[39]
Pemerintahan provinsi Jawa Barat memberikan santunan kepada para ahli waris dari para petugas pemilu yang wafat.[40]Joko Widodo menyebut para petugas pemilu yang menjemput ajal dalam pemilu 2019 dengan sebutan "pahlawan demokrasi".[41]
Anggota BPN Mustofa Nahrawardaya mencurigai banyaknya jumlah petugas KPPS yang meninggal dan meminta autopsi terhadap jenazah-jenazah petugas yang meninggal agar tak "semakin misterius", meskipun dinilai tak manusiawi.[42] Sementara Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah lebih ke arah melakukan wawancara terhadap para keluarga korban alih-alih autopsi sesambil memberikan wacana untuk pembentukan tim investigasi dan memberikan pernyataan bahwa sebagian petugas tersebut telah diracun.[43]Ali Mochtar Ngabalin menyayangkan kecurigaan tersebut dengan sebutan "pernyataan yang tidak berempati".[44]
Prabowo Subianto menyatakan bahwa fenomena meninggalnya ratusan petugas KPPU merupakan hal pertama terjadi pada pemilu di Indonesia. Pada pernyataan hal tersebut pula Prabowo menyerukan pihak berwajib melakukan tes visum dan pemeriksaan medis terhadap ratusan petugas KPPU yang meninggal dunia. Dalam kesempatan yang sama juga Prabowo dan Badan Pemenangan Nasional mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya petugas pemilu.[45]
Berbeda dari pihak Tim Kampanye Nasional menilai isu tersebut sangat bermuatan politik. TKN juga menyebutkan bahwa tim Prabowo-Sandi tidak dapat memperlihatkan data dan fakta soal kecurangan-kecurangan dan terlalu berlebihan dalam menanggapi kasus sehingga menjadi bahan politik. Namun TKN juga mendukung meninggalnya petugas pemilu itu juga perlu diusut namun hasil investigasi tersebut tidak bernuansa politis dan digunakan untuk evaluasi pelaksanaan pemilu ke depan.[46]