Indonesia Malaise
Indonesia Malaise adalah film tahun 1931 yang disutradarai Wong Bersaudara. Ini merupakan film suara pertama karya mereka dan salah satu film suara pertama di Hindia Belanda. Disebut-sebut bergenre komedi, film ini berkisah tentang seorang wanita yang kehidupannya dirundung masalah. Film ini gagal di pasaran dan hilang dari peredaran. AlurSeorang wanita dipaksa menikahi seorang pria yang tidak dicintainya, bukan kekasihnya. Rumah tangga tidak lancar, seiring sang suami meninggalkannya, anak mereka meninggal dunia, dan kekasihnya dipenjara. Ia jatuh sakit namun disembuhkan oleh nyanyian seorang pria. Sementara itu, seorang pelawak merayu seorang pembantu rumah tangga.[1] ProduksiIndonesia Malaise disutradarai Wong Bersaudara (Nelson, Joshua, dan Othniel), etnis Cina yang belajar perfilman di Amerika Serikat. Mereka juga menangani sinematografi dan penyuntingan suaranya menggunakan kamera sistem tunggal buatan Eropa dan sewaan dari operator asal Bandung.[1] Seperti film-film Wong lainnya, Indonesia Malaise lebih ditargetkan pada penonton pribumi kelas bawah.[2] Hanya dua pemeran film yang namanya disebutkan, MS Ferry dan Oemar. Wanita pemeran utamanya bisa jadi aktris panggung. Reporter Mohammad Enoh, yang sempat menonton Indonesia Malaise saat masih kecil, menulis pada tahun 1976 bahwa wanita tersebut lumayan menarik.[3] Film ini adalah salah satu film suara pertama yang dirilis di Hindia Belanda, sekaligus film suara pertama buatan Wong Bersaudara.[1] Film suara pertama di Hindia Belanda, Karnadi Anemer Bangkong karya G. Kruger, dirilis setahun sebelumnya; The Teng Chun mengikuti dengan film Boenga Roos dari Tjikembang pada tahun 1931, meski masalah apakah film ini mendahului Indonesia Malaise masih belum jelas. Film-film awal tersebut memiliki kualitas suara yang buruk dan banyak adegan statik, tetapi setelah diuji berulang-ulang kualitasnya berhasil dinaikkan ke tingkat yang dapat dimaklumi.[4] Rilis dan tanggapanIndonesia Malaise dirilis tahun 1931 dan diiklankan sebagai film yang "penonton[nya] tentu mesti tertawa").[1] Penayangan film ini didahului oleh komedi berorientasi Belanda Sinjo Tjo Main di Film karya M. H. Schilling. Hal tersebut bisa jadi dilakukan untuk menarik perhatian penonton Belanda.[5] Film ini gagal di pasaran, mungkin karena para penontonnya tidak ingin diingatkan kembali soal Depresi Besar.[1] Studio Wong Bersaudara, Halimoen Film, hanya memproduksi satu film lagi sebelum ditutup. Film yang berjudul Zuster Theresia (1932) ini dibuat atas dasar kontrak.[6] Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[7] Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[8] Catatan kaki
Rujukan
|