Idrus Hakimy
H. Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu (29 Juni 1931 – 17 April 2001) adalah seorang budayawan dan ulama Indonesia. Ia dikenal sebagai seorang budayawan Minangkabau terkemuka. Riwayat hidupMasa awal dan pendidikanIdrus Hakimy lahir di Supayang, Tanah Datar pada 29 Juni 1931. Ia adalah putra pasangan H. Abdul Hakim, guru agama dan petani di Supayang, dan Raiyah.[1] Dari garis ibu, Idrus adalah anggota suku Caniago Salo.[2] Masa kecil Idrus dihabiskan dengan mengaji di surau dan belajar di volkschool Sumanik pada 1937-1942.[3] Idrus melanjutkan pendidikan berikutnya di Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Candung. Masa awal pendidikannya di Candung terganggu karena masuknya Jepang ke Minangkabau. Ia sempat pulang ke Supayang untuk memimpin Badan Pengamanan Nagari dan Kota (BPNK) dan terlibat di Lasykar Muslimin Indonesia.[4] Selama masa ini, Idrus diangkat menjadi datuk dengan gelar Datuak Rajo Panghulu.[5] Setelah maklumat kemerdekaan Indonesia sampai ke Sumatera Barat, Idrus kembali menuntut ilmu agama di Candung.[6] Selama menjadi anak siak di MTI Candung, Idrus menjabat sebagai ketua Persatuan Murid Tarbiyah Islamiyah Candung. Ia juga menghadiri muzakarah yang sering diadakan oleh alim ulama Persatuan Tarbiyah Islamiyah.[7] Waktu luang di Candung juga ia manfaatkan untuk belajar adat kepada Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang menulis banyak kitab tentang adaik basandi syarak.[8] Idrus lulus pada 1952.[9] Kiprah di LKAAM dan GolkarEmpat tahun setelah lulus, Dt. Rajo Panghulu mendapat pekerjaan di kantor koperasi Kepolisian Daerah Sumatera Tengah. Dua tahun kemudian, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia meletus di Bukittinggi. Dt. Rajo Panghulu kembali ke Supayang pada tahun yang sama. Selama masa gejolak, ia diangkat menjadi wali nagari Supayang.[10] Menjelang berakhirnya Orde Lama, Dt. Rajo Panghulu mulai berkomunikasi dengan Saafroedin Bahar, salah satu petinggi Golongan Karya (Golkar) di Sumatera Barat.[11] Melalui koneksinya dengan pemerintah Orde Baru, Dt. Rajo Penghulu turut serta dalam pembentukan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) pada 18 Maret 1966 di Padang. Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu didapuk menjadi Ketua Pembina Adat dan Syarak.[12] Selama berkhidmat di LKAAM, Dt. Rajo Panghulu mengisi siaran tentang adat bersendi syarak di Minangkabau di Radio Republik Indonesia Padang dan menulis di rubrik Harian Haluan.[13] Dt. Rajo Panghulu mengisi beberapa seminar dan kuliah di beberapa instansi pemerintah dan lembaga pendidikan di Sumbar seperti Universitas Andalas.[14] Di luar Sumbar, ia pernah memberi ceramah tentang adat di Kampar, Negeri Sembilan, dan Jakarta. Di Negeri Sembilan, Dt. Rajo Panghulu dianugerahkan Darjah Setia Negeri Sembilan oleh Yang di-Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Ja'afar, pada 1986.[15] Pada 7 November 1966, Dt. Rajo Panghulu diangkat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong (DPRD-GR) Sumatera Barat dari fraksi Golkar. Ia duduk di kursi DPRD Sumbar sampai 1987.[16] Dalam perannya sebagai anggota dewan, Idrus Hakimy banyak mengusulkan beberapa gagasan tentang kebudayaan di Sumatera Barat, seperti penggunaan gonjong pada gedung-gedung pemerintahan dan usaha memasukkan pelajaran adat Minangkabau dalam kurikulum sekolah.[17] WafatIdrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu wafat di Padang pada 16 April 2001. Ia dimakamkan di kampung halamannya di Supayang pada keesokan harinya.[18] Pemakamannya dihadiri oleh beberapa tokoh seperti mantan Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, Bupati Tanah Datar Masriadi Martunus, Wali Kota Padang Panjang Yohanis Tamin, dan Ketua LKAAM Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie.[19] Kehidupan pribadiIdrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu selama hidupnya menikah sebanyak dua kali. Istri pertamanya adalah Darisa yang dinikahi pada 1947.[20] Dari Darisa, Dt. Rajo Panghulu dikaruniai 2 putra dan 6 putri.[21] Istri keduanya adalah Nursiah yang dinikahi pada 1960.[10] Dari Nursiah, Dt. Rajo Panghulu dikaruniai 2 putra dan 2 putri.[18] KaryaIdrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu menulis buku-buku tentang adat Minangkabau dan hubungannya dengan syariat Islam. Dalam menjelaskan hubungan tersebut, ia mengutip beberapa ayat al-Qur'an dan hadis sebagai penguat.[22] Beberapa buku karangannya antara lain:
Catatan kakiRujukan
Daftar pustaka
|