Haris Purnomo
Sejak meraih penghargaan The Schoeni Public Vote Prize, Souvereign Asian Art Award 2017 di Hong Kong, nama Haris Purnomo mulai diperhitungkan di dunia. Karya-karyanya yang berobjek bayi melejit seiring mengalirnya tawaran menggelar pameran di pelbagai kota di dunia, seperti Shanghai, Taipei, Miami, Seattle, New York, Zurich, Milan, dan Praha. Karyanya menjadi buruan kolektor pada balai-balai lelang terkemuka. Haris Purnomo sempat vakum dalam dunia seni rupa Indonesia selama lebih dari 20 tahun, sejak menggelar pameran bersama kelompok PiPa (Kepribadian Apa) pada tahun 1984 yang bertajuk "Luka", Haris muncul kembali pada 2006 saat berpameran tunggal di Nadi Gallery, Jakarta. Kelompok PiPa dikenal sebagai kelompok seniman yang kritis pada era 1970 sampai 1980-an. Mereka beranggotakan para seniman yang mengusung idealisme seni kontemporer. Semasa kecil, Haris Purnomo memiliki hobi membaca buku komik tradisional dan menyaksikan banyak pertunjukan wayang. Wayang dan komik banyak meninggalkan kesan tersendiri, tetapi hal yang mendorongnya untuk berkarier sebagai pelukis datang dari sebuah rumah milik Affandi.[3] Haris telah menggelar pameran (tunggal maupun bersama) di dalam dan luar negeri. Pamerannya tunggalnya yang terakhir adalah Beyond the Mirror Stage, MiFA Gallery, Melbourne (2013). Sebelumnya, antara lain: Baby in Transcendent Space, Primae Noctis Art Gallery, Lugano (2012); The Babies: Alegory of Docile Bodies, Bentara Budaya, Jakarta, dan CoCA, Seattle (2009); Di Bawah Sayap Garuda, Galeri Nadi, Jakarta (2006).[4] Referensi
|