Han Bwee Kong
Han Bwee Kong, Kapitan Cina (1727 – 1778), atau juga dikenal sebagai Han Bwee Sing, Han Bwee Ko, dan dalam literatur sejarah Belanda dikenal sebagai Han Boeijko, dulu adalah seorang tokoh dan pejabat pemerintah berlatar belakang Tionghoa Indonesia yang merupakan sekutu dari VOC.[1][2][3][4] Ia adalah anggota keluarga Han dari Lasem pertama yang memegang jabatan pemerintahan, yakni Kapitan Cina Surabaya.[4][5] Ia juga merupakan pachter dari wilayah Besuki dan Panarukan.[4] Han Bwee Kong lahir pada tahun 1727 di Lasem, Jawa Tengah.[4] Ia adalah anak terakhir dari lima bersaudara yang lahir pada Han Siong Kong (1673 – 1743), seorang migran Tionghoa, dari pernikahannya dengan seorang wanita yang kemungkinan pribumi Indonesia atau setidaknya Peranakan Tionghoa.[3][4] Pada suatu waktu pada paruh pertama abad ke-18, Han Bwee Kong pindah ke Jawa Timur bersama dua orang kakaknya, yakni Soero Pernollo (1720 – 1776) dan Han Hing Kong.[4] Setidaknya pada tahun 1748, Han Bwee Kong telah menikahi anak Peranakan dari tokoh Tionghoa terkemuka di Surabaya, yakni Tan Ho Goan (1672 – 1744).[3] Keduanya lalu dikaruniai dua belas orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan.[4][6][7] Kemungkinan berkat campur tangan dari keluarga istrinya, Han Bwee Kong lalu diangkat menjadi Kapitan Cina Surabaya.[4] Jabatan tersebut pun membuatnya memegang otoritas atas komunitas Cina di Surabaya sebagai bagian dari pemerintahan tidak langsung yang diterapkan di Hindia Belanda.[8][9] Pada tahun 1768, dengan bantuan dari kakaknya, yakni Ngabehi Soero Pernollo, yang menjadi kepala polisi di Besuki dan Panarukan, Kapitan Han Bwee Kong menjadi pemilik wilayah Besuki dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan sebesar 10 koyan beras dan 1.000 rixdollar ke VOC.[4] Sebagai gantinya, ia membantu anak dari kakaknya, yakni Adipati Soero Adinegoro, untuk diangkat sebagai Ronggo dari Besuki pada tahun 1772.[4][6] Kapitan Han Bwee Kong lalu juga menjadi pemilik dari wilayah Panarukan pada tahun 1777 dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan sebesar 500 dolar Spanyol.[4] Kapitan Han Bwee Kong akhirnya meninggal pada tahun 1778, dan dimakamkan bersama istrinya di Pasar Bong Diarsipkan 2023-04-04 di Wayback Machine., di Surabaya.[2][4] Pada nisannya, ditulis 'Zhensi' dan 'Ia yang mengguncang Surabaya'.[4] Anak sulung dan wakilnya, Han Khee Bing, Letnan Cina (1749 – 1768) telah meninggal terlebih dahulu.[4] Sehingga, ia digantikan sebagai Kapitan Cina Surabaya serta sebagai pemilik wilayah Besuki dan Panarukan oleh anak kelimanya, yakni Han Chan Piet, Mayor Cina (1759 – 1827).[4][10] Anaknya yang lain, Han Kik Ko, Mayor Cina (1766 – 1813), kemudian juga diangkat menjadi Temenggong dan pemilik dari wilayah Probolinggo.[4][6][8] Keturunan Kapitan Han Bwee Kong, sebagai bagian dari baba bangsawan atau Cabang Atas, pun tetap memainkan peran penting di kancah politik dan ekonomi di Hindia Belanda hingga berakhirnya pendudukan Belanda pada tahun 1945.[4][11] Referensi
|