Giovanni Brusca
Giovanni Brusca (Dalam pengejaan Bahasa Italia: [dʒoˈvanni ˈbruska]), atau nama julukannya U verru (Si Babi) atau U scannacristiani (pembunuh warga), lahir 20 Februari 1957, adalah seorang pembunuh bayaran tersadis yang pernah ada di dunia. Ia terhitung telah menghabisi nyawa setidaknya 200 orang. Ia bahkan tega merendam seorang anak belasan tahun dalam larutan asam dalam usahanya membalaskan dendam tuannya.[1] Ia juga terkenal karena membunuh seorang hakim anti mafia, Giovanni Falcone[2] Masa kecilBrusca ahir 20 Februari 1957 di San Giuseppe Jato, Sisilia, Italia. Kakek dan kakek buyutnya, keduanya petani, adalah bagian dari mafia. Ayahnya, Bernardo Brusca (1929–2000), juga tokoh mafia lokal yang disegani, dihukum hukuman seumur hidup untuk beberapa pembunuhan. Bernardo beraliansi dengan Corleonesi daro Salvatore Riina, Bernardo Provenzano dan Leoluca Bagarella saat ia menggantikan Antonio Salamone sebagai capomandamento di San Giuseppe Jato. Ia mewariskan profesi ini kepada tiga anaknya, Giovanni, Vicenzo, dan Emanuele. Tahun 1985, Giovanni Brusca menjadi kepala mafia yang disegani di distrik San Giuseppe Jato setelah Bernardo dipenjara.[2] Kasus pembunuhanIa membunuh Giovanni Falcone, bersama dengan istri dan tiga pengawalnya, pada tanggal 23 Mei 1992 dengan bom seberat 589 kg di jalan raya di Palermo. Kasus ini, bersama dengan pembunuhan Paolo Borsellino, pembantu Falcone, menjadi awal pengungkan jaringan mafia kriminal di Italia. Satu per satu, jaringan Cosa Nostra diungkap dan dipenjara berkat pengakuan terdakwa lainnya yang ditawarkan perlindungan oleh negara.[3] Salvatore Riina, bos dari seluruh bos mafia di Sisilia berhasil ditangkap pada bulan Januari 1993. Menyusul kemudian, Nitto Santapaol, bos mafia di utara Sisilia. Lalu Leoluca Bagarella, adik ipar sekaligus letnan teratas dari Salvatore Riina, ditangkap pada bulan Juni 1995. Namun Giovanni Brusca terbukti sangat licin. Ditangkapnya banyak petinggi mafia Sisilia, justru memberinya kesempatan untuk naik ke posisi lebih tinggi dalam jaringan ini. Berbeda dengan Bernardo Provenzano yang harus hidup dalam pelarian selama 25 tahun atau Pietro Aglieri yang menjadi buronan sejak 1989, Giovanni Brusca berhasil menempatkan dirinya dalam puncak kepemimpinan mafia. Padahal berdasarkan data dari informan, dialah yang menekan tombol bom yang membunuh Falcone atas perintah Riina.[3] Selain pembunuhan Falcone, Brusca juga bertanggung jawab atas berbagai gelombang pemboman di Roma, Firenze, dan Milan pada tahun 1993 untuk memperingatkan penegak hukum agar berhenti mengganggu jalannya operasi mafia. Salah satu pemboman yang terkenal adalah yang menyerang Galeri Uffizi di Firenze. Teror ini dilakukan terhadap penegak hukum dan negara setelah terbunuhnya Giovanni Falcone dan Paolo Borsellino. Setelah penahanan Riina pada Januari 1993, terjadi serangkaian pengeboman terhadap beberapa titik pariwisata di Italia seperti Via dei Georgofili di Firenze, Via Palestro di Milan dan Piazza San Giovanni in Laterano dan Via San Teodoro di Roma. Akibat aksi ini, 10 orang tewas dan 71 luka-luka, selain banyak sisa kerusakan di peninggalan budaya bersejarah.[4] Ia diadili secara in absentia atas pembunuhan Ignazio Salvo seorang abdi negara dan petugas pajak yang dikenal memiliki hubungan dengan jaringan mafia. Ditemukan pula gudang senjata miliknya di San Giuseppe Jato yang menjadi suplai terbesar bagi jaringan mafia yang pernah ada. Di dalam gudang ini ditemukan ratusan pistol, senapan, bahkan pelontar granat.[3] Kasus yang termasuk paling menghebohkan adalah pembunuhan remaja usia 11 tahun, Giuseppe Di Matteo, anak dari Santino Di Matteo, informan yang membocorkan informasi kasus jaringan mafia Casa Nostra ke penegak hukum. Setelah mengurung anak tersebut selama dua tahun, Brusca mencekiknya dengan tangan sendiri dan melemparnya ke ketel besar berisi cairan asam setelah menyiksanya selama kira-kira 800 hari. Santino berupaya bernegosiasi untuk bisa membebaskan anaknya, namun tak berhasil. Ia malah terus menerus dikirimkan foto penyiksaan anaknya. Pada akhirnya anak tersebut mati dicekik dan tubuhnya dimasukkan ke dalam cairan asam agar sama sekali tidak bisa dikenali atau ditemukan, sebuah ritual ala mafia Italia yang disebut lupara bianca. Pembunuhan ini dikecam karena mafia sebenarnya dikenal memiliki kode etik untuk tidak menjadikan wanita dan anak-anak sebagai korban. Santino kemudian menerima kompensasi sebesar 2,2 juta Euro dari negara setelah bebas.[3] PenangkapanPada tanggal 20 Mei 1996, Giovanni Brusca ditahan di sebuah rumah kecil di Sisilia dekat Agrigento, saat sedang makan malam bersama kekasih, anak, adiknya, Vicenzo Brusca, serta adik ipar bersama dua anaknya. Keberadaannya terdeteksi oleh polisi setelah mengukur kebisingan suara sirine petugas berpakaian preman yang tengah berpatroli dengan motor yang didengarkan oleh petugas lainnya yang sedang menyadap telepon Giovanni Brusca. Penangkapannya dirayakan secara meriah oleh polisi.[3] Pembelaan diriSetelah mendapat hukuman seumur hidup beberapa kali lipat, Giovanni Brusca meminta supaya ia dibebaskan dari penjara dan menjalani tahanan rumah saja. Permintaan ini mendapat kecaman dari saudara korbannya, Falcone. Ia merasa Brusca tidak layak mendapat pengistimewaan seperti itu. Brusca tercatat telah dua kali mengajukan keringanan hukuman[5] Kolaborasi dengan penegak hukumSetelah ditahan, Brusca mulai berkolaborasi untuk membuka kebenaran dengan polisi. Awalnya, niat berkolaborasi ini disambut dengan skeptimisme. Ia dicurigai hanya bertobat sementara untuk menghindari hukuman berat yang telah menantinya sebagai bos mafia. Selama tiga bulan awal kerjasamanya, banyak sekali pengakuan Brusca yang tak dapat diverifikasi atau malah bohong. Karena itu para politisi kemudian menuntut pengetatan dalam sistem kolaborasi dengan pelaku kriminal. Brusca menawarkan versi kontroversial dari penangkapan Totò Riina: sebuah kesepakatan rahasia antara penegak hukum Carabinieri, agen rahasia serta anggota jaringan Cosa Nostra yang sudah lelah dengan kediktatoran klan keluarga Corleonesi. Menurut Brusca, Bernardo Provenzano telah "menjual" Riina untuk beberapa arsip berharga di apertemennya di Via Bernini 52 di Palermo. Brusca juga mengklaim bahwa setelah Riina memerintahkan pembunuhan Falcon, ia melakukan negosiasi tidak langsung dengan Menteri Dalam Negeri, Nicola Mancino untuk mencegah pembunuhan-pembunuhan selanjutnya. Awalnya Mancino tidak mengakui ini. Namun pada bulan Juli 2012 Mancino diperintahkan untuk menghadapi pengadilan dengan tuduhan menyembunyikan bukti peembicaraan negara dengan para mafia dan hubungannya dengan pembunuhan Falcone dan Borsellino.[6] Brusca akhirnya diputuskan dipenjara di Rebibbia, Roma, walaupun ia telah berkali-kal memohon penahanan rumah sejk 2002, yang semuanya ditolak. Namun pada 2004, ia dilaporkan keluar selama seminggu tiap 45 hari untuk bertemu keluarga, sebagai hadiah atas perilaku baiknya sebagai informan dan keinginannya bekerasama dengan penegak hukum. Sebagai hasil kolaborasinya dengan polisi, hukumannya diturunkan menjadi 26 tahun penjara.[2] PembebasanBos Mafia Italia, Giovanni Brusca, Bebas Setelah 25 Tahun Mendekam di Bui. Giovanni Brusca, bos mafia Italia yang dikenal sebagai si pembantai atau people-slayer bebas dari penjara. Ia telah menjalani masa tahanan selama 25 tahun. Brusca menjalani bebas bersyarat selama 4 tahun ke depan. Brusca dikenal sebagai dalang pembunuhan hakim anti-mafia asal Sisilia, Giovanni Falcone, pada 1992. Ia membunuh Falcone dengan bom mobil. Bom mobil yang membunuh sang hakim anti-mafia itu juga merenggut nyawa istri beserta tiga polisi yang mengawalnya. Selain itu, Brusca terkenal atas pembunuhan seorang bocah laki-laki dengan melarutkan tubuh korban dalam larutan asam. Brusca mengaku telah melakukan hingga 100 pembunuhan sehingga ia memperoleh julukan sebagai "si pembantai". Salah satu pembunuhan paling keji yang dilakukan Brusca adalah pembunuhan bocah laki-laki berusia 14 tahun, Giuseppe Di Matteo, yang merupakan anak dari seorang informan mafia. Ia dibunuh pada 1995. Giuseppe disandera selama dua tahun. Setelah disandera, Giuseppe dicekik dan dibunuh. Jenazahnya kemudian dilarutkan dalam larutan asam. Pembebasan Brusca dari Penjara Rebibbia di Kota Roma pada Senin (31/5) waktu setempat menimbulkan keresahan warga Italia. Dikutip dari portal berita 9news[7], Tina Montinaro, istri dari polisi yang terbunuh dalam insiden bom mobil tersebut, mengungkapkan kemurkaannya. “Negara ini menentang kita, 29 tahun kemudian pun kita masih belum mengetahui kebenarannya, dan orang yang menghancurkan keluarga saya sekarang bebas,” ungkap Montinaro. Pembebasan Brusca juga menyulut kemarahan di ranah politik pemerintahan Italia. “Orang yang melakukan tindakan-tindakan keji itu, yang melarutkan seorang anak di dalam asam, yang membunuh Falcone, menurut saya adalah monster liar yang tak boleh dibebaskan dari penjara,” tegas Ketua Partai Lega Nord Italia, Matteo Salvini. Selama masa tahanannya, Brusca membelot dan mulai membeberkan rahasia-rahasia anggota kelompok mafia Italia, Cosa Nostra. Ia membocorkan informasi seputar serangan-serangan bom Cosa Nostra pada medio 1980-an dan 1990-an. Brusca juga memberikan testimoni di persidangan mengenai negosiasi yang terjadi antara pejabat-pejabat Italia dan kelompok mafia tersebut demi menghentikan serangan bom. Harta bendaKeluarga Brusca memiliki lahan yang kemudian disita pemerintah tahun 2000, dan kemudian dialihkan ke organisasi Konsorsiu untuk Pembangunan Legal. Organisasi ini memulihkan kembali properti dari mafiosi yang dihukum dan mengembalikannya kepada komunitas. Sebuah rumah ladang di San Giuseppe Jato, 40 menit dari Palermo, direnovasi pada tahun 2004, dan dijadikan tempat wisata dengan tema anti mafia. Wisatawan bisa menikmati pasta organik yang berasal dari gandum yang ditanam di lahan milik keluarga Brusca[8] Bibliografi
Referensi
|