Gereja Masehi Injili di Minahasa
Gereja Masehi Injili di Minahasa (disingkat GMIM) atau Christian Evangelical Church in Minahasa adalah sebuah denominasi Kristen Protestan di Indonesia yang beraliran Calvinis dengan sistem pemerintahan Presbiterial Sinodal. Gereja ini bermula di Tanah Minahasa, yang tumbuh dari misi Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG). GMIM merupakan Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam persekutuan Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang pada zaman Hindia Belanda bernama de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indië atau Indische Kerk.[1][2][3][4][5][6] SejarahMisi Portugis dan SpanyolKekristenan mulai dikenal di Tanah Malesung (nama Minahasa yang lebih tua) pada tahun 1563 oleh misi Portugis, di mana Pater Diego de Magelhaes, seorang pastor Gereja Katolik Roma membaptis Raja Manado, Raja Siau dan 1.500 rakyatnya. Selanjutnya dilanjutkan oleh misi Spanyol yang pada tahun 1645 meninggalkan Minahasa karena peperangan dengan orang Minahasa sehingga menghalangi misi, dengan ini menandai berakhirnya misi Katolik di Minahasa.[7] Misi BelandaVereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menggantikan kekuatan Portugis dan Spanyol di Minahasa, dan kehadiran para misionaris Protestan mendapat dukungan penuh. Tahun 1663 Ds. J. Burum, Ds. F. Dionisius dan Ds. I. Huisman datang ke Minahasa, membaptis anak-anak dan orang dewasa. Tahun 1675 Ds. Jacobus Montanus yang mengadakan perjalanan menuju daerah Tahuna mampir ke Manado. Pada 27 Desember 1799 VOC bangkrut sehingga wilayah perdagangannya diserahkan ke Pemerintah Belanda, hal ini menyebabkan terjadinya penghentian pekabaran Injil antara tahun 1800-1817. Nederlandsch Zendeling GenoostschapNederlandsch Zendeling Genoostschap (NZG) yaitu Serikat Misionaris Negeri Belanda (berdiri 1797) memberi jasa yang besar dalam pekabaran Injil di Minahasa. Berawal pada tahun 1817 Ds. Joseph Kam mengunjungi Minahasa selama beberapa bulan melayani jemaat disana. Tahun 1819 Ds. Lenting ke Amurang yang kemudian disusul Ds. Jungmichel. Pada 3 Juni 1822 dua pekabar Injil tiba di Minahasa yaitu Ds. L. Lammers ke Kema dan Ds. D. Müller ke Manado namun usaha keduanya tidak berlangsung lama karena meninggal. Pada 7 Januari 1827 Ds. Gerrit Jan Hellendorn datang menggantikan mereka, ia melayani pedalaman Minahasa dan mendirikan beberapa sekolah disana, sehingga pada masanya sudah ada 5.000 orang Kristen dan 70.000 belum. Karena perhatiannya yang sungguh-sungguh terhadap Injil dan pendidikan membuat ia dikenal sebagai peletak dasar kekristenan di Minahasa. Ia kemudian meminta bantuan tenaga kepada NZG, yang kemudian mengirim dua misionaris untuk memperkuat misi di Minahasa yaitu Ds. Johann Friedrich Riedel ke Tondano dan Ds. Johann Gottlieb Schwarz ke Langowan serta daerah sekitarnya, mereka tiba di Minahasa pada 12 Juni 1831 (tanggal ini diperingati oleh GMIM sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa). Kemudian pada tahun-tahun berikutnya disusul para misionaris lainnya untuk bekerja di ressort-ressort NZG di Minahasa. Memasuki abad ke-20, NZG menyerahkan pelayanan penginjilan di Minahasa kepada Indische Kerk. Indische KerkSejarah GMIM tidak dapat dipisahkan dari pembentukan de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk (sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan di Indonesia) yang pada 27 Februari 1605 melaksanakan ibadah untuk pertama kalinya di Benteng Victoria Ambon. Tahun 1619 pusat Indische Kerk dipindahkan ke Batavia sehubungan dengan berpindahnya pusat pemerintahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari Ambon ke Batavia. Indische Kerk mewarisi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh Portugis, Spanyol serta karya Belanda dengan wilayah pelayanan meliputi Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda Kecil, serta Sulawesi, Jawa, Sumatera dan lainnya. Karena wilayah pelayanan semakin meluas, maka wilayah-wilayah Indische Kerk mengalami berbagai persoalan. Pada tahun 1927 disepakati bahwa keesaan gereja harus tetap dipertahankan, namun wilayah yang memiliki kekhususan diberi status mandiri yang lebih luas untuk mengatur pelayanannya secara sendiri-sendiri.[6] Pembentukan GMIMDalam Sidang Sinode de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie tahun 1933, jemaat di Minahasa, Maluku dan Timor diberikan wewenang untuk menjadi Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam persekutuan Indische Kerk. Berdasarkan keputusan itu maka pada Minggu, 30 September 1934 dalam Ibadah Jemaat di Sion Kerk te Tomohon (sekarang GMIM Sion Tomohon), dilembagakanlah gereja mandiri pertama de Minahassische Protestantsche Kerk (Geredja Masehi Indjili di Minahasa) dan pada malam hari dilangsungkan perayaan Perjamuan Kudus yang pertama oleh Sinode yang mandiri di Groote Kerk te Manado (sekarang GMIM Sentrum Manado). Tata Gereja dan Peraturan Gereja dipersembahkan oleh Proto Sinode kepada Algemene Moderamen de Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie (Badan Pekerja Am Gereja Protestan di Indonesia). Peresmian GMIM pada tanggal 30 September 1934 turut dihadiri oleh B.C. de Jonge yang merupakan Gubernur Jendral Hindia Belanda. Dalam sambutannya, ia menutupnya dengan suatu harapan. Bahasa Indonesia
Bahasa Belanda
Adapun nyanyian pertama yang dikumandangkan dalam kebaktian pertama GMIM diambil dari Gezang 164 vers 1 Een Veste Burg (Tahlil 264 ayat 1 Seboeah Kota Allah Hoe) karya Martin Luther. Nyanyian ini pada tahun 1984 kembali dimuat dalam Kidung Jemaat 280 dengan judul Allahmu Benteng yang Teguh. Jemaat di Donggala, Buol, Tolitoli dan GorontaloSetelah GMIM mandiri tahun 1934, jemaat-jemaat Indische Kerk di daerah Donggala, Buol, Tolitoli dan Gorontalo diserahkan kepada GMIM menjadi ladang pelayanannya. Kemudian melalui Sidang Sinode GMIM tahun 1964, di Gereja Sentrum Manado jemaat-jemaat tersebut diresmikan menjadi tiga gereja mandiri, yaitu Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID), Gereja Protestan Indonesia di Buol Tolitoli (GPIBT) dan Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG).[6] Pada periode-periode pertama tiga gereja itu bersinode sendiri, ketua sinode dijabat oleh pendeta GMIM. Pekabaran Injil di Tanah Karo dan Tanah BanggaiSebelum GMIM mandiri dan bersinode sendiri, pada zaman Indische Kerk pekabaran Injil ke luar terus berlanjut hingga ke Sumatera. Pada 1890 Ds. H. C. Kruyt datang ke Tanah Karo membawa serta Guru-guru Injil Minahasa yaitu empat pasang suami isteri, mereka adalah Benyamin Wenas dan Suzana, Johan Pinontoan dan Penina, Richard Tampenawas dan Sarah, Hendrik Pesik dan Mintje untuk berkarya di Tanah Karo menjadi cikal bakal lahirnya Gereja Batak Karo Protestan (GBKP). Setelah GMIM bersinode sendiri, dalam usaha pekabaran Injil mengutus Ds. Tumbelaka untuk berkarya di Tanah Banggai menjadi cikal bakal lahirnya Gereja Kristen di Luwuk Banggai (GKLB). Usaha pekabaran Injil ini terus berlanjut yang kemudian berkembang dalam bentuk kemitraan dengan gereja-gereja di Indonesia.[8][6] Kerja Sama EkumenisDalam kerja sama ekumenis, GMIM merupakan anggota/pembentuk Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia (GPI) 1934; anggota/pembentuk Sinode Am Gereja-Gereja di Sulawesi bagian Utara dan Tengah (SAG Sulutteng) 1948; anggota/pembentuk Dewan Gereja-Gereja di Indonesia - DGI (sekarang Persekutuan Greja-Gereja di Indonesia - PGI) 1950; dengan gereja Katolik dan semua gereja Protestan di Indonesia non anggota PGI; dengan Nederlandse Hervormde Kerk - NHK dan De Gereformeerde Kerken Nederland - GKN 1829 (sekarang NHK dan GKN menjadi Protestantse Kerk in Nederland); anggota/pembentuk World Alliance of Reformed Churches (WARC) 1954; anggota/pembentuk Christian Conference of Asia - (CCA) 1965; United Church of Christ (UCC-USA) 1969; Evangelische Kirche in Hessen und Nassau (EKHN) 1982; Orchard Road Presbyterian Church (OPC) 1984; Covenant Church of USA 1969; Basel Mission 1970, Hilfswerk der Evangelisch-reformierten Kirche Schweiz (HEKS) dan Evangelical Mission in Solidarity (EMS), Japan Overseas Christian Service (JOCS) 1973, World Association for Christian Communication (WACC) 1982, Protestant Church in Sabah (PCS) 1978, dan sejumlah lembaga ekumenis di luar negeri antara lain Interkerkelijke Organisatie voor Ontwikkelingssamenwerking (ICCO), EKUMENDO, Overseas Missionary Fellowship (OMF), Vreinte Evangelische Mission (VEM), SOAM, DEH, SIMAVI, Evangelische Kirche in Deutschland (EKD), Evangelische Zentralstelle für Entwicklungshilfe (EZE), CWI, Wahana Visi Indonesia (WVI), dan lain-lain.[9] Presbyterian Church of Korea (PCK), Reformed Church in America (RCA), dan Uniting Church in Australia (UCA). Teologi, Bentuk dan Pengakuan ImanTeologi dan Bentuk GerejaGMIM menganut teologi Calvinisme yang didasari ajaran Reformasi dari Yohanes Calvin, seorang tokoh Reformasi Gereja Protestan berkebangsaan Prancis. Dalam menata dan mengembangkan panggilan dan pengutusannya, GMIM disusun berdasarkan sistem pemerintahan Presbiterial Sinodal yang dijalankan oleh para Pelayan Khusus (Pelsus) yaitu Pendeta, Guru Agama, Penatua dan Diaken. Kepemimpinan gereja terdiri dari tiga lingkup pelayanan, yaitu:
Sinode adalah lingkup pelayanan yang paling luas dan terdiri dari seluruh Wilayah dan Jemaat, serta dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS). Wilayah adalah lingkup pelayanan yang terdiri dari beberapa Jemaat di suatu wilayah tertentu, serta dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Wilayah (BPMW). Jemaat adalah lingkup pelayanan yang paling dasar dan ditata ke dalam wilayah-wilayah pelayanan yang terdiri dari beberapa kepala keluarga yang disebut Kolom, serta dipimpin oleh Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ). Pengakuan Iman GerejaGMIM bersama dengan Gereja di segala abad dan tempat mengikrarkan Pengakuan Imannya dalam:
Kategorial dan Fungsional
Bidang Pelayanan, Komisi Kerja dan YayasanBidang Pelayanan dan Komisi Kerja
Yayasan
Arti Logo GMIM
Daftar Ketua Sinode GMIM
Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS)
Kantor SinodeJl. Raya Tomohon - Manado, Kelurahan Talete II, Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara. Mitra
Referensi
|