Gambus
Gambus adalah alat musik petik seperti mandolin yang berasal dari Timur Tengah. Paling sedikit gambus dipasangi 3 senar sampai paling banyak 12 senar.[1] Gambus dimainkan sambil diiringi gendang. Sebuah orkes memakai alat musik utama berupa gambus dinamakan orkes gambus atau disebut gambus saja. Di TVRI dan RRI, orkes gambus pernah membawakan acara irama padang pasir. Orkes gambus mengiringi tari Zapin dan Tari Jepen yang seluruhnya dibawakan pria untuk tari pergaulan. Lagu yang dibawakan berirama Timur Tengah. Sedangkan tema liriknya adalah keagamaan. Alat musiknya terdiri dari biola, gendang, tabla dan seruling. Kini, orkes gambus menjadi milik orang Betawi dan banyak diundang di pesta sunatan dan perkawinan. Lirik lagunya berbahasa Arab, isinya bisa doa atau shalawat. Perintis orkes gambus adalah Syech Albar seorang Arab-Indonesia, bapaknya Ahmad Albar, dan yang terkenal orkes gambus El-Surayya dari kota Medan pimpinan AhmadBaqi. Sejarah Gambus di Sumateraalat musik gambus awalnya dikenal oleh masyarakat Melayu yang berdiam di wilayah pesisir pantai, bersama dengan masuknya para pedagang dari daerah Timur Tengah pada abad ke 7 hingga abad ke 15-an. Selain datang untuk berdagang, mereka juga berdakwah memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat. Di samping itu, para pedagang juga membawa peralatan musik, diantaranya yaitu Gambus. Sehingga masuknya para pedagang dari Timur Tengah di daerah Riau, meninggalkan pengaruh dalam bidang budaya dan kesenian. Dengan begitu, kesenian gambus serta tari zapin mulai berkembang di masyarakat Melayu Riau khususnya di Pulau Bengkalis, Pulau Penyengat, dan Siak Sri Indrapura. Masyarakat Melayu Riau mulanya, memainkan Gambus secara tunggal dalam mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan sendiri oleh si pemain Gambus dengan syair-syair Islami sebagai hiburan di dalam rumah dan menyanyikan syair-syair bertema asmara atau kehidupan sehari-hari sebagai hiburan di atas perahu saat nelayan sedang memancing maupun menyusuri sungai. Sebagai hiburan pribadi, Gambus Melayu biasanya bermain secara spontan tanpa dipersiapkan atau dirancang dahulu sesuai dengan kondisi, situasi, dan perasaan yang tercipta dari si pemain Gambus. Penyajian Gambus yang berada di dalam rumah, selain sebagai sarana hiburan secara individu juga sebagai pendekatan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun kini, fungsi alat musik Gambus lebih sering dimainkan untuk mengiringi tarian Zapin yang diiringi juga dengan beberapa alat musik lainnya, seperti marawis. Pergeseran nilai spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di Riau inilah yang menyebabkan perubahan pandangan masyarakat terhadap kesenian Gambus dan Zapin. Musik Gambus semakin berkembang sejak berpindah alih fungsi sebagai pengiring Zapin di pentas. Sehingga, lagu yang mulanya bernuansa Islami berubah menjadi lagu-lagu yang lebih sekuler. Akan tetapi, walaupun musik Gambus dalam tari zapin berkembang, mereka tetap tidak mengubah aturan awal dalam tradisi yang sudah hidup pada masyarakat Melayu Riau. Untuk tari zapin tradisi, pemain musik Gambus biasanya akan membawakan syair nuansa Islami pada acara khitanan, khatam al-quran, cukur rambut, dan acara malam berinai calon pengantin wanita. Sedangkan, untuk tari zapin kreasi pemain akan lebih membawakan syair-syair sekuler pada acara yang sifatnya tidak sakral, seperti acara menerima tamu, acara resepsi pernikahan, dan acara perayaan lainnya. Sejarah Gambus di KalimantanMasuknya gambus di Kalimantan adalah melalui kelompok masyarakat yang berasal dari Kerajaan Brunei Darussalam dan tinggal serta membaur bersama masyarakat Melayu Sanggau lainnya yang pada masa itu berpusat di Desa Mengkiang. Desa Mengkiang inilah menjadi cikal bakal Kerajaan Sanggau yang sekarang menjadi Kabupaten Sanggau. Desa ini berada di alur Sungai Sekayam yang merupakan anak sungai dari Sungai Kapuas. Pada awalnya para penduduk yang berasal dari Kerajaan Brunei tersebut merupakan penjelajah, beberapa diantara mereka ada yang bisa memainkan alat musik gambus. Gambus diserap dan dimainkan oleh penduduk asli Desa Mengkiang dikarenakan ketertarikan mereka pada masa itu melihat alat musik gambus yang unik dengan cara permainan dipetik dan juga sambil mengiringi syair – syair yang dinyanyikan oleh pemain gambus. Kesenian ini biasa disebut besya’er oleh masyarakat setempat.. Selain itu pada masa itu juga tidak ada media hiburan lain yang dilakukan oleh masyarakat Desa Mengkiang untuk menghibur mereka diwaktu senggang. Peran instrumen gambus dalam Ansambel Musik Melayu di Kabupaten Sanggau yaitu sebagai pemimpin dalam Ansambel Musik Melayu. Pemain instrumen gambus dalam ansambel musik Melayu dijadikan pemimpin dikarenakan gambus merupakan melodi utama dalam lagu – lagu yang dimainkan. Selain itu, seorang penggambus juga dituntut untuk bisa menyanyikan syair – syair lagu yang dibawakan. Jadi, seorang penggambus selain mahir memetik dawai instrumen gambus juga harus bisa besya’er. Gambusi di GorontaloGambusi memiliki kesamaan dengan gambus pada umumnya. Gambusi dilengkapi dengan tujuh dawai dan dimainkan dengan cara dipetik. Biasanya alat musik ini dimainkan bersama marwas dan rebana dalam pertunjukkan seni.Gambusi ini dibawa ke Provinsi Gorontalo Oleh Ulama dari Timur Tengah,Karena masyarakat Gorontalo tidak bisa menyebut gambus.maka keluarlah kata Gambusi. Gambus di RiauDi wilayah Riau, seniman kepala gambus sering menggambarkan simbol-simbol seperti burung, bunga, atau kepala hewan dalam karyanya, yang mencerminkan unsur-unsur mitologi.[2] Daftar Pustaka
Pranala luar
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Gambus. |