Ereksi klitoris

Glans klitoris
Gambar 3D dari klitoris yang tegak

Ereksi klitoris adalah fenomena fisiologis saat klitoris membesar, mengeras, dan mengencang. Ereksi klitoris adalah hasil dari interaksi kompleks antara kondisi psikologis, saraf, faktor endokrin vaskular, dan biasanya terkait dengan gairah seksual. Namun, ereksi klitoris bisa saja terjadi secara spontan tanpa gairah seksual.

Klitoris adalah organ wanita yang homolog dengan penis. Bagian klitoris yang terlihat, glans clitoridis, ukurannya bervariasi dari beberapa milimeter hingga satu sentimeter dan terletak di persimpangan depan labia minora (bibir bagian dalam), di atas lubang uretra. Bagian klitoris yang terlihat umumnya ditutupi oleh tudung klitoris pada beberapa wanita. Rangsangan pada daerah ini dapat meningkatkan aliran darah ke organ ini dan akan meningkatkan lubrikasi vagina.

Ereksi klitoris terjadi ketika corpora cavernosa, dua jaringan erektil yang dapat memanjang, dipenuhi aliran darah. Respon ini mungkin hasil dari berbagai rangsangan fisiologis, termasuk gairah seksual. Selama gairah seksual, aliran darah arteri ke klitoris meningkat, dan otot polos trabekula di dalam klitoris akan berelaksasi sehingga darah membanjiri jaringan erektil klitoris. Otot ischiocavernosus dan bulbospongiosus berkontraksi untuk menekan vena dorsal klitoris untuk menghentikan drainase darah dari klitoris, dan menjebak darah di dalam klitoris. Klitoris memiliki dua jaringan erektil corpus cavernosa (corpus cavernosa clitoridis) yang berdampingan dan membentuk tubuh utama yang menghubungkan ke glans clitoridis. Pada wanita juga terdapat lajur jaringan erektil (mirip dengan corpus spongiosum pada laki-laki) di sepanjang permukaan ventral corpus cavernosa, bagian utama klitoris yang menghubungkan glans clitoridis ke commissure bulbus vestibular.[1][2] Tubuh utama corpus cavernosa dengan lajur jaringan erektil ventral membentuk poros yang terhubung ke glans klitoridis. Tunika albuginea tersusun dari selubung fibrosa-elastis, mengelilingi batang dan glans klitoris. Tunica albuginea tidak mengelilingi bulbus vestibulum.[3] Jaringan erektil terdiri dari ruang vaskular berlapis endotel dalam matriks trabekular, dengan ruang vaskular berlapis endotel yang dikelilingi oleh otot polos yang mampu berkontraksi dan berelaksasi.

Selama gairah seksual, aliran darah arteri ke klitoris meningkat, dan di dalam klitoris, arteri bercabang untuk memasok jaringan erektil. Otot polos trabekula jaringan ereksi mengendur meningkatkan aliran darah untuk mengisi ruang vaskular, mengisi jaringan ereksi sampai terisi penuh dengan darah.[1] Otot ischiocavernosus dan bulbocavernosus berkontraksi, menekan vena dorsal klitoris. Kompresi vena ini membatasi drainase struktur erektil dan menjebak darah.[4] Proses ini meregangkan tunika albuginea. Akibatnya, klitoris menjadi tegang, membesar, dan mengencang untuk mengakomodasi peningkatan tekanan intracavernosus. Tunika albuginea klitoris terdiri dari satu lapisan sehingga lebih elastis daripada tunika albuginea penis, yang terdiri dari dua lapisan.[5] Erick Janssen (2007) menguraikan laporan bahwa "korpora kavernosa klitoris pada dasarnya mirip dengan penis kecuali bahwa pada klitoris tidak ada lapisan subalbugineal yang berada di antara tunika albuginea dan jaringan erektil. Pada penis,[6] jaringan ini berisi darah selama gairah seksual dan terkompresi terhadap tunika, menciptakan kekakuan penis dan ereksi sejati. Kurangnya pleksus ini di klitoris menunjukkan bahwa meskipun klitoris dapat menegang atau membesar, klitoris tidak bisa tegak dan kaku seperti penis. Klitoris dengan demikian, tidak benar-benar ereksi selama gairah seksual, tetapi lebih tepat disebut membesar dan mengencang."[6] Selain itu, tunika albuginea di sekitar kepala penis lebih tipis daripada di sekitar batang klitoris dan penis. Hal ini membuat glans lebih kendur dibandingkan dengan pangkalnya. Ekstrusi glans clitoridis dan penipisan kulit meningkatkan kepekaan terhadap kontak fisik. Setelah seorang wanita mengalami orgasme, ereksi klitoris biasanya menghilang, tetapi pada beberapa wanita klitoris tetap dalam kondisi ereksi selama beberapa waktu.

Referensi

  1. ^ a b Bono, Christopher M.; Lin, Vernon W. (May 14, 2014). Spinal Cord Medicine: Principles and Practice (edisi ke-2nd). Demos Medical Publishing. hlm. 1176. ISBN 9781935281771. Diakses tanggal 17 March 2015. 
  2. ^ Clemente, Carmine D. (2010). Clemente's Anatomy Dissector. Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 205. ISBN 978-1-60831-384-6. Diakses tanggal 15 March 2015. 
  3. ^ Mulhall, John P.; Incrocci, Luca; Goldstein, Irwin; Rosen, Ray (Apr 23, 2011). Cancer and Sexual Health. Springer Science & Business Media. hlm. 17. ISBN 9781607619161. 
  4. ^ Hornstein, Theresa; Schwerin, Jeri (Jan 1, 2012). Biology Of Women (edisi ke-5th). Cengage Learning. hlm. 62–63 of 816. ISBN 9781285401027. Diakses tanggal 17 March 2015. 
  5. ^ Goldstein, Irwin; Meston, Cindy M.; Davis, Susan; Traish, Abdulmaged (November 17, 2005). Women's Sexual Function and Dysfunction:Study, Diagnosis, and Treatment. CRC Press. hlm. 176. ISBN 9781842142639. 
  6. ^ a b Jansen, Erick (September 27, 2007). The Psychophysiology of Sex. Indiana University Press. hlm. 41. ISBN 9780253117045. Diakses tanggal 29 March 2015. 
Kembali kehalaman sebelumnya