Enterobacter sakazakii
Enterobacter sakazakii adalah bakteri gram negatif anaerob fakultatif, berbentuk koliform (kokoid), dan tidak membentuk spora.[2][3] Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobacteriaceae.[4] Sampai tahun 1980 E. sakazakii dikenal dengan nama Enterobacter cloacae berpigmen kuning.[5] Pada tahun 1980, bakteri ini dikukuhkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu spesies baru yang diberi nama Enterobacter sakazakii untuk menghargai seorang bakteriolog Jepang bernama Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini dilakukan berdasarkan studi DNA hibridisasi yang menunjukkan kemiripan 41% dengan Citrobacter freundii dan 51% dengan Enterobacter cloacae.[1] TaksonomiBakteri E. Sakazakii diperkenalkan sebagai jenis bakteri pada tahun 1980 yang baru berdasarkan pada perbedaan analisa hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap antibiotika. Bakteri ini berhubungan dengan infeksi neonatal biasanya terjadi pada level yang sangat rendah (<1CFU/g) dalam susu bubuk bayi. Organisme ini pertama kali didefinisikan sebagai genus baru pada tahun 2007, ketika Iversen et al.(2008) mengusulkan klasifikasi Enterobacter sakazakii dalam genus baru Cronobacter, yang mengandung C. sakazakii, C. malonaticus, C. turicensis, dan C. muytjensii. Setelah itu, diklasifikasi kembali menjadi lima spesies Cronobacter baru yaitu, Cronobacter condiment, Cronobacter universalis, Cronobacter zurichensis, Cronobacter helveticus, dan Cronobacter pulveris yang ditambahkan ke kelompok ini. Pada tahun 2014, Stephan et al., mengklasifikasi ulang menjadi C. zurichensis, C. pulveris, dan C. helveticusas Franconibacter helveticus, Franconibacter pulveris, dan Siccibacter turicensis (Stephan et al., 2014). Saat ini, genus Cronobacter mengandung tujuh spesies, yaitu Cronobacter sakazakii, C. malonaticus, C. turicensis, C. muytjensii, C. dublinensis, C. condimenti, dan C. universalis. Nama Enterobactersakazakii masih tetap digunakan mengingat sebagian besar masyarakat masih mengenalinya demikian.[6] Bakteri ini digolongkan sebagai mikroorganisme patogen kategori B karena dapat mengakibatkan infeksi meningitis, septicemia dan necrotizing enterocilitis (NEC) berbahaya pada bayi kelompok tertentu melalui konsumsi susu formula.[7] Karakteristik Enterobacter sakazakiiBakteri ini termasuk dalam golongan Entrobacteriaceae, merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, tidak dapat membentuk spora, dan bersifat fakultatif anaerob (Iversen danForsythe 2004). Sebagian besar spesies Cronobacter bersifat motil, karena mempunyai flagela peritrikat yang artinya mempunyai banyak flagella yang menyebar pada permukaan sel, organisme ini pun dapat mereduksi nitrat, menggunakan sitrat, menghidrolisis esculin dan arginin, dan positif digunakan untuk dekarboksilasi L-ornithine (Strydom et al., 2012). Selain itu, mereka sering menghasilkan asam dari D-glukosa, D-sukrosa , D-rafinosa, D-melibiosa, D-selobiosa, D-manitol, D-mannosa, L-rhamnosa, L-arabinosa, D-trehalosa, galacturonate, dan D-maltosa (Strydom et al., 2012). Bakteri ini merupakan salah satu anggota Enterobactericeae yang paling tahan terhadap panas.Selain itu bakteri ini juga dapat bertahan terhadap stres osmotik, bahkan dapat meningkatkan fase lag pada penurunan aw (Dancer et al. 2009). Berdasarkan karakteristik tersebut C. sakazakii di khawatirkan keberadaannya terlebih pada pangan yang dikeringkan. Menurut Breeuwer et al.(2003) C. sakazakii toleran terhadap stres akibat desikasi dan panas.[6] Habitat dan Sumber PenyebaranEnterobacter sakazakii bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi.[3] Enterobacter sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan (pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang lembap. Dalam beberapa bahan makanan yang potensi terkontaminasi E. sakazakii antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.[3][8] Dalam dua puluh tahun terakhir terkumpul sejumlah data tentang infeksi pada kelompok bayi rentan karena E. sakazakii yang mencemari susu formula. Pencemaran selama produksi kemungkinan terjadi setelah proses pasteurisasi susu yaitu selama pengeringan, selama pencampuran kering dan atau pada saat pengemasan. Karena akumulasi laporan terkait E. sakazakii dan susu formula ini, sejak tahun 2004 lembaga pangan dunia Codex Alimentarius Commission, FAO/WHO bekerjasama dengan lembaga-lembaga pakar dan negara anggota Codex mendiskusikan data-data ilmiah terkait temuan E. sakazakii dari berbagai negara dan melakukan analisis risiko dengan data yang terkumpul tersebut, Codex Alimentarius Commission (CAC) sejak Juli 2008, menetapkan pem-batasan mikroba E. sakazakii pada formula bayi yaitu negatif dalam 10 gram. Ketentuan ini diadopsi pada tanggal 28 Oktober 2009 dalam bentuk Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Resistensi Antibiotik dan Perlakuan Enterobacter sakazakiiEnterobacter sakazakii atau Cronobacter sakazakii resisten terhadap antibiotik yang dapat memperburuk pengobatan. Sebuah studi yang dilakukan oleh Kilonzo-Nthenge, et al. mengungkapkan bahwa Cronobacter sakazakii menunjukkan resistensi multidrug terhadap penisilin, tetrasiklin, siprofloksasin, dan asam nalidiksat. Sebagai bakteri gram negatif, E. sakazakii lebih resisten terhadap antibiotik terutama, ampicillin, novobiocin, dan vancomycin. Penggunaan antibiotika yang berbeda untuk menghambat dan menahan pertumbuhan secara in vitro memberikan perbedaan diameter daerah hambat pertumbuhan bakteri yang sangat nyata (P<0,01). Selain itu C. Sakazakii sensitif terhadap antibiotika chlorampenicol, oxytetracyclin, amoxycilin dan gentamycin serta bersifat intermediet terhadap antibiotika neomycin. Hal ini didukung oleh pernyataan Weir (2002) yang menyebutkan bahwa E. sakazakii bersifat resisten terhadap Ampisilin dan Gentamisin atau Ampisilin dan Chloramphenicol. Menurut Lai (2001), Carbapenems atau Cephalosporin terbaru yang dikombinasikan dengan agen kedua seperti Aminoglycosida, Trymetrophine, Sulfametoxazole dapat digunakan untuk pengobatan infeksi akibat bakteri ini.[9] Enterobacter sakazakii bersifat lebih resisten terhadap pengeringan dan stres osmotik dibandingkan spesies lain dari Enterobacteriaceae karena suatu kapsul polisakarida dengan aktivitas antifagositik yang dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk mengeliminasinya. Keberadaan kapsul ini juga memungkinkan E. sakazakii untuk melakukan perlekatan dan membentuk biofilm (perlekatan yang erat pada permukaan) yang menyebabkan resisten terhadap bahan pembersih dan desinfektan. Meutia (2008) menambahkan bahwa beberapa isolat E. sakazakii asal susu dan makanan bayi juga memiliki sifat tahan terhadap pemanasan, namun beberapa penelitian menyatakan bahwa bakteri ini tidak lebih tahan panas dibandingkan dengan L. Monocytogenes (Iversen & Forsythe 2003). Pembentukan Biofilm Enterobacter sakazakii dan Perannya dalam Kontaminasi MakananBiofilm adalah komunitas mikroba yang melekat pada permukaan biotik atau abiotik atau antarmuka satu sama lain dan tertanam dalam matriks zat polimer ekstraseluler yang diproduksi sendiri. Pembentukan biofilm bakteri memerlukan serangkaian proses bertahap yang disertai dengan perubahan fisiologis dan struktural.Proses dinamis ini terdiri dari keterikatan awal, lampiran ireversibel, mikrokoloni, pematangan, dan dispersi. Pembentukan biofilm ini berupa siklus sehingga, bakteri memiliki sarana untuk mengganggu biofilm mereka dan kembali ke bentuk bebas atau gaya hidup planktonik. Pada siklus ini, enzim memainkan peran luar biasa dalam membelah komponen dasar dari biofilm matrix dengan demikian dapat melemahkan kerangka biofilm yang memungkinkan untuk terjadi dispersi. Enterobacter sakazakii adalah patogen bawaan makanan yang dapat mempengaruhi keamanan pangan dengan membentuk biofilm pada sejumlah permukaan pengolahan makanan yang berbeda. Enterobacter sakazakii membentuk biofilm pada permukaan peralatan dan lingkungan pemrosesan yang merupakan sumber penting kontaminasi persisten dalam sampel makanan. Biofilm dari Enterobacter sakazakii pada permukaan peralatan dan lingkungan pemrosesan merupakan sumber penting kontaminasi persisten dalam sampel makanan. Enterobacter sakazakii memiliki potensi untuk bertahan pada berbagai permukaan biotik dan abiotik seperti area preparasi di fasilitas kesehatan dan membentuk komunitas biofilm yang lebih resisten terhadap intervensi anti mikroba. Seperti yang ditunjukkan pada gambar sel-sel persisten melarikan diri dari "gua" mereka dan tersebar dan mencari lingkungan baru yang kondusif untuk fase berikutnya. Kemampuan untuk melekat pada permukaan yang berbeda, seperti karet, silikon, polikarbonat, dan stainless steel adalah bukti kekuatan Cronobacter sakazakii pada peralatan persiapan susu formula bayi dan di lingkungan saat pemrosesan makanan. Oleh karena itu, pembentukan biofilm oleh Cronobacter sakazakii dan patogen lain pada selang makanan enteral merupakan faktor risiko untuk neonatus yang rentan. Enterobacter sakazakii dapat menempel pada permukaan sendok, nampan, kaleng, dan bahan lain, sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi. Praktik sanitasi yang buruk serta pembentukan biofilm pada permukaan kontak makanan, bahan, dan lingkungan pengolahan makanan memiliki peran tersendiri pada keamanan pangan. Enterobacter sakazakii dapat menghasilkan biofilm dan melindungi sel dari pengaruh desinfektan. Juga lebih sulit untuk membersihkan bakteri tersebut dari permukaan yang mereka lekatkan dengan biofilm dan kemungkinan kontaminasi silang dapat meningkat, Selain menghasilkan biofilm, kemampuan mereka untuk tumbuh dalam kisaran suhu yang luas juga sangat penting. Enterobacter sakazakii mampu tumbuh di PIF pada kisaran suhu yang luas antara 6 °C dan 45 °C dan suhu optimumnya adalah 37 °C hingga 43 °C. Selama persiapan, penanganan, pemberian makan, dan penyimpanan susu formula bayi bubuk mungkin mengalami suhu yang berbeda yang dapat meningkatkan atau menurunkan konsentrasi susu formula. Oleh karena itu, Biofilm adalah masalah kritis dalam industri makanan dan keamanan makanan, karena pembentukan biofilm pada bahan mentah atau permukaan kontak makanan dapat menjadi sumber kontaminasi makanan dengan spoiler atau mikroorganisme patogen.[9] Bahaya KesehatanE. sakazakii tergolong sebagai patogen pangan emerging yang perlu diwaspadai karena dalam 20 tahun terakhir ditengarai dapat mengakibatkan penyakit melalui makanan. Bakteri ini juga dikategorikan sebagai patogen oportunistik, yakni patogen yang menyebabkan penyakit pada kelompok rentan yang memiliki kekebalan tubuh rendah Laporan mengenai infeksi E. sakazakii menunjukkan bahwa bakteri ini dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi.[4] Kelompok bayi yang memiliki risiko tertinggi terinfeksi E. sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga umur 28 hari), bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) [10] Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata [11] Angka kematian akibat infeksi E. sakazakii mencapai 40-80%.[12] Sebanyak 50% pasien yang dilaporkan menderita infeksi E. sakazakii meninggal dalam waktu satu minggu setelah diagnosa.[2] Hingga kini belum ada penentuan dosis infeksi E. sakazakii, namun sebesar 3 cfu/100 gram dapat digunakan sebagai perkiraan awal dosis infeksi [3] Kasus yang dilaporkan juga dapat terjadi pada dewasa dan anak-anak. Selanjutnya ditemukan dua kasus septicemia dan necrotizing enterocolitis, akibat terpapar oleh bakteri ini. Meskipun infeksi bakteri ini terbilang jarang, tetapi bakteri tersebut dapat mengakibatkan penyakit yang berbahaya bahkan dapat mengancam jiwa, diantaranya yaitu penyakit hidrosefalus (Kepala besar karena caira otak yang berlebihan), dan pada kelompok berisiko dapat mengalami infeksi berat misalnya, infeksi otak yang disebabkan E. Sakazakii dapat mengakibatkan infark atau abses otak (kerusakan otak) dengan bentuk seperti kista, gangguan persarafan yang berat dan gangguan perkembangan. Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau anak diantaranya diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak kuning, tingkat kesadaran menurun seperti malas makan dan minum, tidak menangis, terdapat ruam biru dalam tubuh secara tiba tiba, sesak hingga kejang. Bakteri ini dapat mengakibatkan bakterimeia dan osteomielitis (infeksi tulang) pada orang dewasa, namun kasus yang ditemukan masih tergolong redah. Referensi
|