Penyiksaan umumnya didefinisikan sebagai perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk menimbulkan "rasa sakit atau penderitaan yang parah" pada seorang tahanan. Akan tetapi, apa arti konsep ini dalam praktiknya masih diperdebatkan.[1]
Untuk tujuan Konvensi ini, istilah "penyiksaan" berarti setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa orang itu atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan pejabat publik. Hal itu tidak meluputi rasa sakit atau penderitaan yang semata-mata timbul dari, melekat pada, atau diakibatkan oleh suatu sanksi hukum yang berlaku.[2][3]
Definisi ini terbatas hanya untuk diterapkan pada negara-negara dan penyiksaan yang disponsori oleh negara. Definisi ini dengan jelas membatasi penyiksaan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada mereka yang bertindak dalam kapasitas resmi seperti personel pemerintah, personel penegak hukum, personel medis, personel militer, atau politisi. Namun, definisi ini tampaknya mengecualikan:
hukuman yang diperbolehkan oleh hukum nasional, bahkan jika hukuman tersebut menggunakan teknik yang serupa dengan yang digunakan oleh penyiksa seperti mutilasi, cambuk, atau hukuman fisik yang dipraktekkan sebagai hukuman yang sah. Beberapa profesional di bidang rehabilitasi penyiksaan mengatakan bahwa definisi ini terlalu membatasi dan bahwa definisi penyiksaan bermotif politik harus diperluas untuk mencakup semua tindakan kekerasan yang terorganisir.[4]
Deklarasi Tokyo
Definisi yang lebih luas digunakan dalam Deklarasi Tokyo 1975 mengenai partisipasi profesional medis dalam tindakan penyiksaan:[5]
Untuk tujuan Deklarasi ini, penyiksaan didefinisikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan untuk menimbulkan penderitaan fisik atau mental yang disengaja, sistematis atau tidak disengaja oleh satu orang atau lebih yang bertindak sendiri atau atas perintah otoritas manapun, untuk memaksa orang lain memberikan informasi, untuk membuat pengakuan, atau karena alasan lain.
Definisi ini mencakup penyiksaan sebagai bagian dari kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan ritual, serta dalam kegiatan kriminal.
Statuta Roma tentang Mahkamah Pidana Internasional
Statuta Roma adalah perjanjian yang membentuk Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Statuta tersebut diadopsi pada konferensi diplomatik di Roma pada 17 Juli 1998 dan mulai berlaku pada 1 Juli 2002. Statuta Roma memberikan definisi paling sederhana tentang penyiksaan berkenaan dengan penuntutan penjahat perang oleh Mahkamah Pidana Internasional. Paragraf 1 berdasarkan Pasal 7(e) Statuta Roma menyatakan bahwa:
“Penyiksaan” berarti ditimbulkannya secara sengaja rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik fisik atupun mental, terhadap seseorang yang ditahan atau dibawah penguasaan tertuduh; kecuali kalau siksaan itu tidak termasuk rasa sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, yang melekat pada atau sebagai akibat dari, sanksi yang sah;[6]
Konvensi Inter-Amerika untuk Mencegah dan Menghukum Penyiksaan
Untuk tujuan Konvensi ini, penyiksaan harus dipahami sebagai setiap tindakan yang dilakukan dengan sengaja agar rasa sakit atau penderitaan fisik atau mental ditimbulkan pada seseorang untuk tujuan penyelidikan kriminal, sebagai sarana intimidasi, sebagai hukuman pribadi, sebagai tindakan pencegahan, sebagai hukuman, atau untuk tujuan lain apa pun. Penyiksaan juga harus dipahami sebagai penggunaan metode pada seseorang yang dimaksudkan untuk melenyapkan personalitas korban atau untuk mengurangi kapasitas fisik atau mentalnya, bahkan jika itu tidak menyebabkan rasa sakit fisik atau penderitaan mental.
Konsep penyiksaan tidak boleh mencakup rasa sakit atau penderitaan fisik atau mental yang melekat pada atau semata-mata akibat dari tindakan yang sah secara hukum, asalkan tidak termasuk pelaksanaan tindakan atau penggunaan metode yang dirujuk dalam pasal ini.[7]
Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa
Terkait penyiksaan, Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Statuta Roma mencakup istilah-istilah seperti "rasa sakit atau penderitaan yang parah". Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa (European Court of Human Rights, ECHR) telah memutuskan perbedaan antara apa yang merupakan perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan martabat dan apa itu rasa sakit dan penderitaan yang cukup parah untuk dapat dikategorikan sebagai penyiksaan.
Dalam perkara Irlandia v. Britania Raya (1979–1980) ECHR memutuskan bahwa lima teknik yang dikembangkan oleh Inggris (berdiri di dinding, berkerudung, tunduk pada kebisingan, kurang tidur, dan tidak diberi makan dan minum), seperti yang digunakan terhadap empat belas tahanan di Irlandia Utara oleh Inggris adalah "tidak manusiawi dan merendahkan" dan melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia, tetapi tidak berarti "penyiksaan".[8] Pada tahun 2014, setelah terungkapnya informasi baru yang menunjukkan keputusan untuk menggunakan lima teknik di Irlandia Utara pada tahun 1971–1972 telah diambil oleh para menteri Inggris,[9]Pemerintah Irlandia meminta ECHR untuk meninjau kembali putusannya itu. Pada 2018, dengan suara enam berbanding satu, ECHR menolak.[10]
Dalam perkara Aksoy v.Turki (1997), ECHR memutuskan bahwa Turki bersalah atas penyiksaan pada tahun 1996 dalam kasus seorang tahanan yang digantung dengan tangannya sementara tangannya diikat ke belakang.[11]
Putusan ECHR (1979-1980) bahwa lima teknik tidak sama dengan penyiksaan kemudian dikutip oleh Amerika Serikat dan Israel untuk membenarkan metode interogasi mereka sendiri,[12] yang mencakup lima teknik.[13]
Dalam perkara Ramirez Sanchez v. France, ECHR telah memutuskan bahwa setiap bentuk penyiksaan sangat dilarang dalam semua keadaan:[14]
Pasal 3 Konvensi mengabadikan salah satu nilai paling mendasar dari masyarakat demokratis. Bahkan dalam keadaan yang paling sulit, seperti perang melawan terorisme atau kejahatan, Konvensi melarang secara mutlak penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
Pasal 3 tidak memberikan pengecualian dan tidak boleh menguranginya berdasarkan Pasal 15 § 2 bahkan dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa (...).
Amnesty Internasional
Sejak 1973, Amnesty International telah mengadopsi definisi penyiksaan yang paling sederhana dan paling luas. Berikut bunyinya:[15]
Penyiksaan adalah tindakan secara sistematis dan disengaja untuk menimbulkan rasa sakit akut oleh satu orang pada orang lain, atau pada orang ketiga, untuk mencapai tujuan yang dimiliki penyiksa yang bertentangan dengan kehendak yang disiksa.
Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
^James Jaranson, "The Science and Politics of Rehabilitating Torture Survivors," in Caring for Victims of Torture, edited by Michael K. Popkin, Amer Psychiatric Pub Inc.1998.