Dalang

Pagelaran wayang kulit oleh dalang terkenal Ki Manteb Sudharsono dengan lakon "Gathutkaca Winisuda", di Bentara Budaya Jakarta, untuk memperingati ulang tahun harian Kompas.

Dalang dalam dunia pewayangan diartikan sebagai seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan boneka wayang (ndalang). Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun-temurun dari leluhurnya. Seorang anak dalang akan bisa mendalang tanpa belajar secara formal. Ia akan mengikuti ayahnya selagi mendalang dengan membawakan peralatan, menata panggung, mengatur wayang (nyimping), menjadi pengrawit, atau duduk di belakang ayahnya untuk membantu mempersiapkan wayang yang akan dimainkan.

Selama mengikuti ayahnya "ndalang" dalam kurun waktu yang lama—dari kecil hingga remaja—inilah proses pembelajaran itu terjadi dengan sangat alami, dan rata-rata anak dalang akan bisa mendalang setelah besar nanti. Tetapi banyak juga seorang anak dalang tidak akan menjadi dalang di kelak kemudian hari, karena mempunyai pilihan hidup sendiri, misalnya berprofesi menjadi pegawai negeri, swasta, TNI, dan sebagainya.

Tetapi fenomena itu tidak selamanya benar, dengan adanya sekolah-sekolah pedalangan baik tingkat SMK dan perguruan tinggi, seperti Jurusan Pedalangan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta (STSI) misalnya (sekarang Institut Seni Indonesia Surakarta), mencetak sarjana pedalangan yang tidak hanya mumpuni memainkan wayang tetapi juga berwawasa luas dan berpikir kritis. Dalam perguruan tinggi inilah lahir pula dalang yang bukan dari keturunan seorang dalang, tetapi hanya seseorang yang mempunyai niat yang kuat untuk belajar dalang dan akhirnya bisa mendalang.

Seorang dalang cilik di Jakarta

Kata dalang berasal dari bahasa Jawa dalang yang mana berasal dari bahasa Jawa Kuno ḍalaṅ yang bermakna pemain boneka. Dalang dalam keratabasa diartikan pula sebagai "ngudal piwulang" (membeberkan ilmu), memberikan pencerahan kepada para penontonya. Untuk itu seorang dalang harus mempunyai bekal keilmuan yang sangat banyak. Berbagai bidang ilmu tentunya harus dipelajari meski hanya sedikit, sehingga ketika dalam membangun isi dari cerita bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai kekinian.

Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang "penyanyi", penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda, dan juga seorang manajer, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya (pesinden dan pengrawit).

Peran dan Keahlian yang harus dimiliki seorang Dalang

Peran Dalang

Dalang adalah seorang pemimpin atau pemain utama dalam pertunjukan Wayang, sebuah tradisi teater boneka Indonesia. Dalang memiliki beberapa fungsi dan peran penting dalam pertunjukan wayang, antara lain:

  • Narator: Dalang berperan sebagai narator yang menyampaikan cerita dan dialog antar tokoh wayang.
  • Pemeran Utama: Dalang juga sering berperan sebagai tokoh utama dalam pertunjukan wayang.
  • Musikalisasi: Dalang memimpin alunan musik dan melakukan berbagai efek suara untuk menunjang atmosfer pertunjukan.
  • Pencipta Cerita: Dalang sering memiliki peran sebagai pencipta cerita dan penulis naskah pertunjukan.
  • Penentu Alur Cerita: Dalang memiliki hak untuk memutuskan alur cerita dan memodifikasi naskah sesuai dengan kebutuhan.
  • Pemimpin Pertunjukan: Dalang adalah pemimpin pertunjukan dan memimpin semua elemen pertunjukan, seperti tari, musik, dan para pemain wayang.[1]

Keahlian yang harus dimiliki seorang Dalang:

Menurut Raden Ngabehi Ranggawarsito, ada 12 bidang keahlian yang harus dimiliki oleh seorang dalang. Tanpa memiliki keahlian-keahlian tersebut, seorang dalang akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan cerita atau pesan kepada penonton. Inilah bidang-bidang yang dimaksud.

  • Antarwacana adalah kemampuan untuk membedakan suara masing-masing tokoh wayang dalam sebuah dialog.
  • Ranggep adalah kemampuan untuk membuat pertunjukan wayang menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.
  • Enges adalah kemampuan untuk membedakan dialog antara tokoh wayang yang sudah memiliki keluarga dan yang belum.
  • Tutug adalah kemampuan untuk selalu mempergunakan dialog tokoh dalam cerita secara utuh dan tidak pernah memperpendeknya.
  • Sabetan adalah kemampuan untuk memainkan atau menggerakkan tokoh wayang.
  • Keahlian melawak: Untuk membuat acara pewayangan menjadi tidak membosankan, dalang harus memiliki keahlian dalam bercanda.
  • Ahli bermain musik atau syair. Para dalang juga juga harus pandai bermain berbagai jenis musik sebagai pengiring pertunjukan wayang.
  • Tata bahasa yang baik. Dalang juga harus memahami bagaimana menggunakan tata bahasa yang tepat untuk setiap tokoh wayang, seperti para dewa, pendeta, raksasa, ksatria, dan lain-lain. Dalam pewayangan, ada beberapa jenis tokoh dengan tata bahasa yang berbeda.
  • Memahami kawi radya. Dalang juga harus memahami kawi radya, yaitu kemampuan untuk menggambarkan suasana kerajaan dari tiap kerajaan.
  • Mahir berbahasa kawi. Dalang juga harus ahli dan memahami bahasa Kawi yang digunakan untuk menjelaskan nama lain dari para tokoh.
  • Seorang dalang juga harus memahami mengenai parama sastra, yaitu pakem dalam pagelaran yang berhubungan dengan suasana emosi seperti suluk, greget, tegang, terkejut, atau marah.
  • Dalang juga harus mengerti awi carita, yaitu persiapan jenis wayang yang akan digunakan dalam acara pewayangan.[1]

Dalang terkenal di Indonesia

  1. Anom Suroto
  2. Manteb Soedharsono
  3. Asep Sunandar Sunarya
  4. Ki Nartosabdo
  5. Slamet Gundono
  6. Ki Enthus Susmono
  7. Sujiwo Tejo
  8. Tumpak Puspito Adi

Wayang Kulit diakui UNESCO

Pada 7 November 2003 lalu, pesona magis dan keindahan wayang membuat UNESCO menetapkan pertunjukan wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga.

Pada 2008, wayang kembali ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dunia oleh UNESCO. Pertunjukan wayang ditetapkan dalam sesi ketiga Komite Antarpemerintah (3.COM) di Instanbul, Turki pada 4-9 November 2008. UNESCO mulai menggelar penetapan ini setiap tahun sejak 2006. Tiap tahunnya terdapat sejumlah warisan budaya yang diakui.[2]

Untuk forum komunikasi demi memelihara dan mengembangkan mutu dalang dibentuk Persatuan Pedalangan Indonesia (PEPADI).

Bacaan lanjutan

  • Clara van Groenendael, Victoria (1985). The Dalang Behind the Wayang. Dordrecht, Foris.
  • Ghulam-Sarwar Yousof (1994). Dictionary of Traditional Southeast Asian Theatre. Oxford University Press. ISBN 967 653032 8
  • Keeler, Ward (1987). Javanese Shadow Plays, Javanese Selves. Princeton University Press.
  • Keeler, Ward (1992). Javanese Shadow Puppets. OUP.
  • Long, Roger (1982). Javanese shadow theatre: Movement and characterization in Ngayogyakarta wayang kulit. Umi Research Press.
  • Mudjanattistomo (1977). Pedhalangan Ngayogyakarta. Yogyakarta, Yayasan Habirandha (Habirandha Foundation).

Pranala luar

  1. ^ a b Nanda, Akbar (2023-05-24). "Apa Itu Dalang? Pengertian, Peran dan Dalang Terkenal di Indonesia". Gramedia Literasi. Diakses tanggal 2023-12-26. 
  2. ^ tim. "Perjalanan Wayang Kulit Indonesia Diakui UNESCO". gaya hidup. Diakses tanggal 2023-12-26. 
Kembali kehalaman sebelumnya