Cyrtodactylus jatnai

Cyrtodactylus jatnai
Spesimen Cyrtodactylus jatnai ketika masih hidup: (A) Holotipe (UIMZ 0085), jantan dewasa, SVL 66,8 mm [foto: Thasun Amarasinghe]; (B) Paratipe (MZB 8729), jantan dewasa [foto: Awal Riyanto]
Tidak dievaluasi (IUCN 3.1)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Subordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
C. jatnai
Nama binomial
Cyrtodactylus jatnai
Amarasinghe, Riyanto, Mumpuni & Grismer, 2020[1]
Sinonim
  • Cyrtodactylus fumosusMcKay 2006: 60
  • Cyrtodactylus fumosusRiyanto & Mumpuni 2013: 6

Cyrtodactylus jatnai adalah sejenis cecak jari-lengkung yang menyebar terbatas di Bali Barat, Indonesia. Namanya dalam bahasa Inggris adalah Jatna’s bent-toed gecko.[1] Dalam Bahasa Indonesia cecak ini disebut cecak jari-lengkung jatna (baca: yatna), atau cecak jatna.

Etimologi

Nama penunjuk spesies jatnai diberikan sebagai penghargaan kepada Prof. Jatna Supriatna, ahli konservasi, ekologi, dan primatologi dari Universitas Indonesia.[1]

Pengenalan

Cecak jari-lengkung yang berukuran sedang; panjang tubuh SVL (snout-vent length, dari ujung moncong hingga ke anus) mencapai 66,8 mm pada hewan jantan dan 64,8 mm pada betina.[1]

Kombinasi ciri-ciri berikut membedakan C. jatnai dari semua jenis Cyrtodactylus yang berkerabat dengannya di Asia Tenggara:[1]

  • Perisai supralabial (bibir atas) berjumlah 9–11 buah; infralabial (bibir bawah) 8 atau 9
  • Permukaan (kulit) tubuh dan tungkai dengan banyak bintil-bintil besar; begitu pula, lipatan kulit di sisi tubuh dan pangkal ekor disertai dengan bintil-bintil
  • Bintil-bintil terdapat mulai kepala belakang hingga ke pinggang; semakin ke belakang semakin membesar ukurannya
  • Terdapat 24–29 deret bintil paravertebral di tengah punggung (sisi dorsal)
  • Sisi ventral (perut) tertutupi oleh 40–48 deret (melintang) sisik-sisik halus, rata, yang saling tumpang tindih seperti genting
  • Terdapat dua barisan sisik-sisik femoral (di sisi bawah paha) yang membesar, memanjang hingga wilayah prekloaka (di depan kloaka)
  • Pada hewan jantan, terdapat deretan 40–43 pori femoro-prekloakal yang menerus (bersambungan mulai dari paha hingga wilayah prekloaka, terus hingga ke paha sebelahnya)
  • Terdapat enam deret sisik-sisik pasca prekloaka yang membesar
  • Terdapat 17–19 lamella subdigital (sisik-sisik yang membesar di bawah jari) pada jari ke-4 tungkai belakang
  • Tidak terdapat sisik-sisik subkaudal yang membesar (subkaudal median, sisik di bawah ekor yang membesar sepanjang garis tengah)
  • Tidak terdapat pola serupa jala (retikulasi) di atas kepala
  • Sepasang noktah gelap membentuk pola-V di kepala belakang
  • Punggung (dorsum) dengan pola-pola noktah berwarna gelap

Habitat dan agihan

Cecak ini diketahui menghuni aneka tipe habitat seperti hutan gugur daun tropika dan hutan hujan tropika. Habitat mikro tempat cecak ini ditemukan di antaranya adalah batang-batang pohon, semak belukar, batu-batu besar dekat sungai, serta tonjolan-tonjolan batu karang dekat pantai, pada ketinggian tempat antara 20–130 m dpl.. Semua cecak teramati pada ketinggian kurang dari 3 m di atas tanah.[1]

C. jatnai menyebar terbatas (endemik) di Pulau Bali, Indonesia. Lokalitas tipe adalah Taman Nasional Bali Barat, Bali.[1]

Holotipe: MZB uncat. (UIMZ 0085), jantan, SVL 66,8 mm, dikoleksi dari Teluk Menjangan, Taman Nasional Bali Barat, Bali, Indonesia (08°08′38,6″LS, 114°32′22,5″BT; 20 m dpl.), oleh A.A. Thasun Amarasinghe, pada 26–27 Agustus 2015. Sekarang tersimpan dalam koleksi Museum Zoologi Bogor (MZB, Museum Zoologicum Bogoriense).[1]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h Amarasinghe, A.A.T., A. Riyanto, Mumpuni & L.L. Grismer. (2020). "A new bent-toed gecko species of the genus Cyrtodactylus Gray, 1827 (Squamata: Gekkonidae) from the West Bali National Park, Bali, Indonesia". Taprobanica, 09(01): 59-70. (laman ResearchGate)

  • McKay, J.L. (2006). Field Guide of the Amphibians and Reptiles of Bali. Florida: Krieger Publishing Company. 146 pp.
  • Riyanto, A. & Mumpuni. (2013). "Herpetofauna di Taman Nasional Bali Barat". Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013. Surabaya: FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Hlm 1–7. (laman ResearchGate)

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya