Cunnilingus

Cunnilingus, atau dalam slang bahasa Indonesia disebut main mulut adalah tindakan seks oral yang dilakukan oleh seseorang pada vulva atau vagina orang lain.[1][2] Klitoris adalah bagian yang paling sensitif secara seksual pada alat kelamin perempuan manusia, dan rangsangan pada klitoris dapat menyebabkan seorang wanita menjadi terangsang secara seksual atau mencapai orgasme.[3][4][5]

Cunnilingus dapat membangkitkan gairah seksual bagi pelakunya dan dapat dilakukan oleh pasangan seksual sebagai pemanasan untuk memicu gairah seksual sebelum aktivitas seksual lainnya (seperti hubungan seks vaginal atau seks anal)[1][6] atau sebagai tindakan erotis dan intim secara fisik.[1][2] Cunnilingus dapat menjadi risiko tertular infeksi menular seksual (IMS), tetapi risiko penularan untuk seks oral, terutama penularan HIV, secara signifikan lebih rendah daripada risiko seks vaginal atau anal.[7][8]

Seks oral sering dianggap tabu,[1] tetapi kebanyakan negara tidak memiliki undang-undang yang melarang praktik tersebut. Umumnya, pasangan heteroseksual tidak menganggap cunnilingus memengaruhi keperawanan salah satu pasangannya, sementara pasangan lesbian umumnya menganggapnya sebagai bentuk kehilangan keperawanan.[9][10][11] Seseorang mungkin juga memiliki perasaan negatif atau hambatan seksual tentang memberi atau menerima cunnilingus atau mungkin menolak untuk melakukan atau menerimanya.[1]

Main mulut mandiri

Main mulut mandiri adalah main mulut yang dilakukan oleh seorang perempuan pada dirinya sendiri, dengan menghisap atau menggunakan lidahnya pada alat kelamin sebagai salah satu cara masturbasi.[12] Kelenturan yang sangat tinggi diperlukan agar main mulut mandiri dapat dilakukan, dan mungkin hanya bisa dilakukan oleh gadis plastik.[13][14][15][16]

Pada pria tidak terdapat bukti yang cukup, bahwa main mulut mandiri dapat dilakukan, mengingat kesulitan untuk melakukannya.[17]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e Janell L. Carroll (2009). Sexuality Now: Embracing Diversity. Cengage Learning. hlm. 265–267. ISBN 978-0-495-60274-3. Diakses tanggal 29 August 2013. 
  2. ^ a b Wayne Weiten, Margaret A. Lloyd, Dana S. Dunn, Elizabeth Yost Hammer (2008). Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in the 21st century. Cengage Learning. hlm. 422. ISBN 978-0-495-55339-7. Diakses tanggal 26 February 2011. 
  3. ^ Rodgers, Joann Ellison (2003). Sex: A Natural History. Macmillan. hlm. 92–93. ISBN 978-0805072815. Diakses tanggal 4 September 2014. 
  4. ^ Greenberg, Jerrold S.; Bruess, Clint E.; Conklin, Sarah C (2010). Exploring the Dimensions of Human Sexuality. Jones & Bartlett Learning. hlm. 95–96. ISBN 978-0-7637-7660-2. Diakses tanggal 15 November 2012. 
  5. ^ Carroll, Janell L. (2012). Sexuality Now: Embracing Diversity. Cengage Learning. hlm. 110–111. ISBN 978-1-111-83581-1. Diakses tanggal 12 September 2012. 
  6. ^ "What is oral sex?". NHS Choices. NHS. 15 January 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 September 2010. 
  7. ^ Dianne Hales (2008). An Invitation to Health Brief 2010-2011. Cengage Learning. hlm. 269–271. ISBN 978-0495391920. Diakses tanggal 29 August 2013. 
  8. ^ William Alexander, Helaine Bader, Judith H. LaRosa (2011). New Dimensions in Women's Health. Jones & Bartlett Publishers. hlm. 211. ISBN 978-1449683757. Diakses tanggal 29 August 2013. 
  9. ^ See pages 11 and 47-49 for male virginity, how gay and lesbian individuals define virginity loss, and for how the majority of researchers and heterosexuals define virginity loss/"technical virginity" by whether or not a person has engaged in vaginal sex. Laura M. Carpenter (2005). Virginity lost: An Intimate Portrait of First Sexual Experiences. NYU Press. hlm. 295 pages. ISBN 978-0-8147-1652-6. Diakses tanggal 9 October 2011. 
  10. ^ Bryan Strong, Christine DeVault, Theodore F. Cohen (2010). The Marriage and Family Experience: Intimate Relationship in a Changing Society. Cengage Learning. hlm. 186. ISBN 978-0-534-62425-5. Diakses tanggal 8 October 2011. Most people agree that we maintain virginity as long as we refrain from sexual (vaginal) intercourse. But occasionally we hear people speak of 'technical virginity' [...] Data indicate that 'a very significant proportion of teens ha[ve] had experience with oral sex, even if they haven't had sexual intercourse, and may think of themselves as virgins' [...] Other research, especially research looking into virginity loss, reports that 35% of virgins, defined as people who have never engaged in vaginal intercourse, have nonetheless engaged in one or more other forms of heterosexual sexual activity (e.g., oral sex, anal sex, or mutual masturbation). 
  11. ^ Blank, Hanne (2008). Virgin: The Untouched History. Bloomsbury Publishing USA. hlm. 253. ISBN 978-1-59691-011-9. Diakses tanggal 8 October 2011. 
  12. ^ "autocunnilingus", The Complete Dictionary of Sexology, expanded ed., ed. Robert T. Francoeur et al., New York: Continuum, 1995, ISBN 978-0-8264-0672-9, p. 49.
  13. ^ "Schlangenfrau gesucht" - "Sought: snake-woman", Mario Günther-Bruns, Sexgott: 1.000 Tabubrüche, Diana 60223, Munich: Heyne, 2013, ISBN 978-3-453-60223-6, n. p. (Jerman)
  14. ^ Eva Christina, The Book of Kink: Sex Beyond the Missionary, New York: Perigee, 2011, ISBN 978-0-399-53694-6, OCLC 706018293, n. p.
  15. ^ Jesse Bering, "So Close, and Yet So Far Away: The Contorted History of Autofellatio", in Why Is the Penis Shaped Like That?: And Other Reflections on Being Human, New York: Scientific American / Farrar, Straus, Giroux, 2012, ISBN 978-0-374-53292-5, pp. 11–16, p. 16.
  16. ^ Drawing, Art of Love: Nearly 100 Sex Positions and Wealth of Illustrated Material from Foreplay to Anatomy, e-book, Mobilereference.com, 2007, ISBN 978-1-60501-117-2, n.p.[pranala nonaktif permanen]
  17. ^ William Guy and Michael H. P. Finn, "A Review of Autofellatio: A Psychological Study of Two New Cases", Psychoanalytic Review 41 (1954) 354–58.

Pranala luar


Kembali kehalaman sebelumnya