Dalam mitologi Hindu, Ciranjiwi (Dewanagari: चिरंजीवि; ,IAST: Ciraṅjīvi,चिरंजीवि) adalah sebutan untuk delapan makhluk abadi (kadangkala Jembawan diikutsertakan sebagai yang kesembilan). Istilah tersebut berasal dari kata "ciraṁ" (selamanya) dan "jivi" (hidup).[1] Makhluk-makhluk yang termasuk ciranjiwi disebut "abadi" dalam pengertian "berumur panjang", yaitu sampai akhir Kaliyuga (432.000 tahun) atau satu Manwantara (306.720.000 tahun), bahkan satu Kalpa (4.320.000.000 tahun), bukan selama-lamanya.[2]
Seorang brahmana dalam wiracaritaMahabharata, putra dari Drona, keponakan Krepa. Ia memihak Duryodana dan bertempur melawan Pandawa saat perang Kurukshetra meletus. Pada akhir perang, ia dikutuk oleh Kresna agar mengalami penderitaan abadi sampai akhir zaman Kaliyuga karena membunuh kelima putra Pandawa yang sedang tidur, serta berusaha membunuh cucu Arjuna (Parikesit) yang masih berada dalam kandungan. Saat dikutuk, ia juga dipaksa untuk mencabut permata yang melekat di dahinya. Luka yang timbul akibat pencabutan tersebut meninggalkan borok yang tidak akan sembuh sampai akhir Kaliyuga.[3] Menurut ramalan dalam Purana, setelah Kaliyuga berakhir, dan Manwantara kedelapan dimulai, Aswatama akan menjadi anggota Saptaresi yang baru.[4]
Wanara yang mengabdi kepada Rama dan dikisahkan dalam wiracarita Ramayana. Ia membantu Rama dalam mengalahkan Rahwana. Setelah Rahwana kalah, Rama memberikan hadiah kepada Hanoman dan pihak lain yang telah membantunya. Namun Hanoman menolak dan menyatakan bahwa ia tidak perlu hadiah sebagai kenang-kenangan dari Rama, sebab Rama selalu berada dalam hatinya. Terkesan akan pengabdian dari Hanoman, maka Rama memberinya anugrah umur yang sangat panjang. Ia diberkati untuk hidup sampai masa satu kalpa berakhir.[5][6]
Salah satu guru para pangeran Kuru dalam Mahabharata (ipar dari Drona). Ia dan keponakannya, yaitu Aswatama dikutuk agar hidup abadi dan menderita sepanjang sisa hidupnya karena dosa yang mereka lakukan pada malam hari terakhir perang Kurukshetra.[3] Setelah Kaliyuga berakhir, dan Manwantara yang baru dimulai, Krepa akan menjadi salah satu anggota Saptaresi yang baru.[4]
Raja raksasa yang menaklukkan surga, bumi, dan dunia bawah (patala), tercatat dalam sejumlah Purana, terutama Bhagawatapurana. Pada saat acara pembagian sedekah yang diadakan olehnya, ia dipaksa oleh Wamana (brahmana mungil) untuk menyerahkan apa yang telah ia taklukkan. Setelah kepalanya diinjak oleh Wamana, dikisahkan bahwa Mahabali diusir untuk tinggal di patala, beberapa versi mengisahkan ia diangkut oleh Garuda untuk tinggal di kediaman Wisnu.[7] Wisnu pun menganugerahkan umur yang sangat panjang kepadanya, dan memberinya kesempatan untuk kembali ke bumi setiap setahun sekali. Festival Balipratipada dan Onam di India dirayakan untuk menyambut kedatangannya.[8]
Salah satu resi muda yang kematiannya dicegah oleh Batara Siwa. Kisahnya tercatat dalam Markandeyapurana dan sejumlah Purana lainnya. Saat Dewa Wisnu dan Siwa menanyakan permohonannya, Markandeya meminta agar para penyembah Wisnu dan Siwa senantiasa diberkati. Siwa mengabulkan permohonan tersebut, dan memberikan umur yang sangat panjang kepadanya.[9][10]
Salah satu AwataraWisnu yang sering disebutkan dalam sastra Hindu. Dalam kitab Purana dikisahkan bahwa pada suatu zaman, kaum kesatria telah berbuat semena-mena, menindas kaum non-kesatria dan menyalahgunakan kekuasaan mereka hingga melampaui batas. Parasurama mengembalikan keseimbangan dunia dengan membantai para kesatria hingga dua puluh satu kali. Ia seorang Brahmana yang memiliki kemampuan bertarung sangat mumpuni, telah menjadi guru bagi tokoh legenda Hindu seperti Bisma, Drona, Rukmi, dan Karna.[11][12] Menurut sastra Hindu, ia akan menjadi guru Kalki (awatara Wisnu yang terakhir) yang terlahir pada akhir Kaliyuga.[13]
Adik Rahwana yang kisahnya tercatat dalam Ramayana. Saat Rama berperang melawan Rahwana, Wibisana membelot kakaknya dan bersekutu dengan pasukan Rama. Setelah Rahwana kalah, ia diangkat menjadi Raja Alengka, menggantikan kakaknya. Setelah itu, ia menjadi pemuja dan pengikut Rama yang setia. Ia juga turut hadir saat Rama dinobatkan sebagai raja di Ayodhya. Ketika Rama hendak mangkat, Rama kembali ke wujud aslinya yaitu Wisnu, dan ia menitahkan agar Wibisana tetap berada di bumi, untuk mengayomi manusia dan menuntun mereka ke jalan darma sampai akhir Kaliyuga.[14]
Orang suci yang mengisahkan Mahabharata, sekaligus orang suci yang diceritakan dalam kisah tersebut. Ia merupakan putra seorang resi bernama Parasara, dengan ibu bernama Satyawati dari keluarga nelayan. Ia memegang peran penting dalam Mahabharata, baik sebagai sesepuh, penasihat, maupun narator dalam kisah tersebut.[15] Wyasa juga diyakini dalam kepercayaan Hindu sebagai inkarnasi atau awatara dari Wisnu, dan menghimpun mantra-mantra dalam Weda menjadi empat bagian (Caturweda), serta menjadi penyusun dari delapan belas kitab Purana (Mahapurana) dan kitab-kitab Brahma Sutra.
Terdapat beberapa tokoh lain yang dikenal sebagai Ciranjiwi, misalnya Jembawan dan Sesa. Namun dalam Agama Hindu, "abadi" tidak berarti kekal. Bahkan segala sesuatu yang abadi dihancurkan pada saat akhir dunia. Yang kekal hanyalah Brahma, Wisnu dan Siwa yang merupakan Trimurti yaitu penjelmaan dari Brahman (Yang mutlak memiliki sifat berada dimana-mana).
Mantra ini mengandung makna bahwa dengan mengingat-ingat delapan makhluk abadi (Aswatama, Mahabali, Byasa, Hanoman, Wibisana, Krepa, Parasurama, dan Markandeya), seseorang diharapkan agar memperoleh usia yang panjang serta dijauhkan dari penyakit.