Cerpelai melayu
Cerpelai melayu ( Musela nudipes ) atau Musang kepala-putih, pulusan chuk-putih, atau jelu masak pisang adalah spesies cerpelai asli Semenanjung Malaya dan pulau Sumatera dan Kalimantan . Cerpelai ini terdaftar sebagai berisiko rendah dalam Daftar Merah IUCN.[1] KeteranganCerpelai Melayu berwarna coklat kemerahan hingga putih keabu-abuan. Warna kepalanya lebih terang dibandingkan bagian tubuh lainnya. Separuh distal ekornya berwarna oranye pucat hingga putih. Telapak kaki telanjang. Ia memiliki panjang tubuh 30–36 cm (12–14 in) dengan 240–260 cm (94–102 in) ekor panjang. Distribusi dan habitatCerpelai melayu berasal dari Semenanjung Malaya dari Thailand selatan hingga semenanjung Malaysia, serta Sumatera dan Kalimantan . Umumnya berasosiasi dengan hutan tropis dataran rendah, namun telah tercatat di habitat mulai dari hutan rawa dan pegunungan hingga perkebunan dan semak belukar pegunungan di dataran tinggi hingga 1.700 m (5.600 ft).[1] Pemahaman yang lebih baik mengenai preferensi habitat memerlukan survei yang secara khusus ditujukan pada cerpelai Melayu karena cerpelai ini jarang terdeteksi oleh kamera jebakan umum, kematian di jalan raya, dan survei visual.[2] Di Kalimantan, ia difoto di dipterokarpa primer dan hutan bekas tebangan pada ketinggian 177–1.032 m (581–3.386 ft) .[3] Ekologi dan perilakuCerpelai melayu sangat kurang dikenal, namun diasumsikan memiliki kepadatan rendah dan berperilaku sulit dipahami berdasarkan tingkat deteksi yang rendah. Ia adalah spesies yang hidup di darat dan morfologinya tidak sesuai untuk memanjat. Makanan mereka tidak diketahui tetapi diasumsikan mirip dengan musang kecil lainnya: kebanyakan karnivora, termasuk hewan pengerat kecil, burung, telur, dan reptil kecil. Sebagian besar pencatatan spesies terjadi pada siang hari, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah cerpelai Melayu juga aktif pada malam hari. Mayoritas penampakan adalah hewan tunggal, menunjukkan sifat soliter seperti yang terlihat pada sebagian besar spesies cerpelai dari genus Mustela . Tidak banyak yang diketahui tentang kebiasaan berkembang biaknya, tetapi tercatat ada empat anak yang tercatat.[2] Hubungan dengan manusiaCerpelai Melayu terekam berkeliaran di hutan, perkebunan, dan bahkan daerah pinggiran kota yang sangat terdegradasi menunjukkan bahwa spesies ini toleran terhadap manusia. Cerpelai Melayu terkadang dibunuh oleh penduduk desa untuk keperluan pengobatan, makanan, piala, bulu, untuk membunuh ayam, dan tangkapan sampingan dalam jerat. Meskipun demikian, di beberapa daerah mereka dipandang positif dan diperbolehkan di desa-desa sebagai predator tikus yang merampok tanaman. Beragamnya spesies di berbagai habitat dan toleransi manusia menunjukkan ketahanan terhadap konversi habitat lokal. Meskipun jumlah keseluruhannya stabil, cerpelai Melayu dilindungi di semenanjung Malaysia dan Thailand karena penurunan jumlah populasinya di tingkat lokal.[2] Referensi
|