Buntoi, Kahayan Hilir, Pulang Pisau
SejarahBerdasarkan cerita dari para tokoh masyarakat sebelum menjadi Desa, nama Desa Buntoi sebelumnya adalah bernama "Petak Bahandang" yang artinya Tanah Merah. Disebut dengan tanah merah, karena pada zaman dahulu di tanah Kalimantan terdapat tradisi "Kayau" atau dengan istilah tradisi pemotongan kepala manusia, yang diyakini pada saat itu apabila seseorang telah banyak memotong kepala manusia maka dia akan menyandang sebagai orang yang paling hebat atau sakti. Pada saat itu ceritanya pada malam hari pihak Kayau sedang akan melaku aksi Kayau di Desa Buntoi {saat ini} akan tetapi pihak Kayau sebelum melaksanakan aksi mereka telah dihadang dan dihabisi oleh makhluk gaib penjaga Desa sehingga pada pagi harinya warga menjumpai mayat dan tanah telah dibasahi oleh darah, sehingga Desa ini disebut "Petak Bahandang". PemerintahanDesa Buntoi ini didirikan sekitar Tahun 1670 M, yang pada masa Pemerintahan Hindia Belanda Desa Petak Bahandang atau Buntoi telah memilik Pemerintahan setingkat Desa, dengan Kepala/Pemimpin Desa yang sesuai dengan sebutan/gelar pada masa itu, yaitu: 1. Tamanggung Singa Raja Tahun 1819-1843. 2. Tamanggung Singa Mantir Tahun 1843-1867. 3. Dambung Djala Tahun 1867-1880. 4. Dambung Anom Tahun 1880-1893. 5. Dambung Surung Tahun 1893-1918. 6. Dambung Suling Tahun 1918-1935. 7. Pambakal Hiskia Mangkin Tahun 1935-1952. 8. Pambakal Ednan Akar Tahun 1952-1960. 9. Pambakal Raim Laman Tahun 1960-1972. 10. Langeh D. Awan Tahun 1972-1993. 11. Frantika P. Dewel Tahun 1993-2008. 12. Tambang S. A. Nuhan Tahun 2008- sekarang. Dengan luas wilayah lebih kurang 180 km2 tersebut, Desa Buntoi yang beriklim tropis dan lembap memungkinkan masyarakatnya dari dulu hanya melakukan aktivitas pertanian atau bercocok tanam secara berladang, menyadap karet/getah dan mencari ikan. Objek wisataDari pengamatan awal yang dilakukan di lapangan, adanya keberadaan bangunan-bangunan tradisional dan bangunan bercirikan heritage. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar rumah-rumah masyarakat masih berupa rumah panggung, memiliki bangunan-bangunan tradisional berusia diatas 50 tahun dengan orientasi menghadap sungai dan memiliki benda cagar budaya berupa “huma gantung” yang merupakan rumah dari Damang Singa Jala, tokoh Desa Buntoi, dimana Rumah Tradisional Damang Singa Jala ini merupakan lokasi benda cagar budaya yang ditetapkan oleh Dirjen sejarah dan purbakala. Adapun keberadaan Rumah Tradisional Damang Singa Jala ini diperkuat lagi dengan Surat Keputusan Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Samarinda Nomor : SK. 0260/KP.207/BPPP.SMD/KPEK/V/2012. Oleh sebab itu maka kawasan cagar budaya ini perlu menjadi perhatian dan direncanakan dengan baik agar menjadi potensi bagus untuk wisata budaya/heritage. Segmen pasar wisatawan yang berkunjung ke lokasi bervariatif oleh wisatawan nusantara atau wisatawan local maupun wisatawan mancanegara. Dilihat dari asalnya, sebagian besar berasal dari daerah yang dekat dengan lokasi yaitu dari kota Pulau Pisau, Kuala Kapuas dan Palangka Raya. Adapun wisatawan mancanegara berdatangan sejak sebelum perang dunia ke II sampai sekarang telah silih berganti dikunjungi oleh peninjau-peninjau dari Eropa dan Amerika seperti halnya dari Jerman, Swiss, Inggris, Perancis, Belanda, Amerika, Rusia, Jepang dan Malaysia. Sampai saat ini telah ada 3 Kedutaan Besar yang pernah meringankan langkahnya menaiki tangga rumah adat budaya dayak ini, yakni: a. Duta Besar Jerman Barat tanggal 16 November 1973 serta rombongan b. Duta Besar Swiss Tahun 1974 beserta rombongan c. Duta Besar Australia tanggal 25 Juli 1977 beserta rombongan. Dengan pengembangan dan promosi yang bagus diharapkan wisatawan yang datang ke lokasi ini makin bertambah dan berasal dari daerah yang makin luas.Hasil pengamatan awal juga menunjukkan bahwa jika dilihat dari kategori usia, wisatawan yang datang berkunjung ke area kawasan Betang Buntoi sangat beragam meliputi kelompok usia remaja dan dewasa bahkan orang tua. Dengan demikian kawasan Betang Buntoi merupakan obyek wisata yang dapat dinikmati oleh semua kalangan/ kelompok usia. Pranala luar
|