Baterai kawat nanoBaterai kawat nano menggunakan kawat nano untuk meningkatkan luas permukaan salah satu atau kedua elektrode. Beberapa desain (silikon, germanium dan logam transisi oksida)dan variasi baterai lithium-ion telah diumumkan, meskipun tidak ada yang tersedia secara komersial. Semua konsep baterai kawat nano akan menggantikan anode grafit tradisional dan dapat meningkatkan kinerja baterai.[1] SilikonSilikon adalah bahan yang diinginkan untuk anode baterai litium karena menawarkan sifat material yang sangat diinginkan. Silikon memiliki potensi pengosongan yang rendah dan kapasitas muatan teoretis yang sepuluh kali lebih tinggi daripada anode grafit yang saat ini digunakan pada baterai konvensional. Kawat nano dapat meningkatkan sifat-sifat ini dengan meningkatkan luas permukaan yang tersedia dalam kontak dengan elektrolit, sehingga meningkatkan kerapatan daya anode dan memungkinkan pengisian lebih cepat dan pengiriman arus lebih tinggi. Namun, penggunaan anode silikon dalam baterai telah dibatasi oleh ekspansi volume selama proses litiasi. Silikon membengkak hingga 400% saat ia mengaitkan litium selama pengisian tenaga, mengakibatkan degradasi material. Perluasan volume ini terjadi secara anisotropik, yang disebabkan oleh perambatan retak yang segera menyusul setelah bagian terdepan proses litiasi bergerak. Retakan ini menghasilkan penghancuran dan kehilangan kapasitas yang cukup besar dalam beberapa siklus pengisian pertama.[2] Artikel Peninjauan 2007 yang ekstensif oleh Kasavajjula dkk.[3] merangkum penelitian awal tentang anode berbasis silikon untuk sel sekunder litium-ion. Secara khusus, Hong Li dkk.[4] pada tahun 2000 menunjukkan bahwa insersi elektrokimia ion litium dalam nanopartikel silikon dan kawat nano silikon mengarah pada pembentukan paduan Li-Si amorf. Pada tahun yang sama, Bo Gao dan penasihat doktoralnya, Profesor Otto Zhou menggambarkan siklus sel elektrokimia dengan anode yang terdiri dari kawat nano silikon, dengan kapasitas yang dapat diisi ulang mulai dari setidaknya sekitar 900 hingga 1500 mAh/g.[5] Penelitian yang dilakukan di Stanford University menunjukkan bahwa kawat nano silikon (SiNWs) yang ditanam langsung pada pengumpul arus (melalui metode pertumbuhan VLS) mampu menghindari efek negatif yang terkait dengan ekspansi volume. Geometri ini cocok untuk beberapa keuntungan. Pertama, diameter kawat nano memungkinkan peningkatan akomodasi perubahan volume selama litiasi tanpa kepatahan. Kedua, masing-masing kawat nano melekat pada pengumpul arus sehingga masing-masing dapat berkontribusi pada kapasitas keseluruhan. Ketiga, kawat nano adalah jalur langsung untuk transportasi muatan. Dalam elektrode berbasis partikel, muatan dipaksa untuk melewati area kontak antarpartikel (proses yang kurang efisien). Kawat nano silikon memiliki kapasitas teoritis sekitar 4.200 mAh g^-1, yang lebih besar dari kapasitas baterai silikon bentuk lain. Nilai ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan grafit, yang memiliki kapasitas teoritis 372 mAh g^-1.[6] Penelitian tambahan telah melibatkan pengendapan lapisan karbon pada kawat nano silikon, yang membantu menstabilkan bahan sedemikian rupa sehingga membentuk interfase elektrolit padat (SEI) yang stabil. SEI adalah produk sampingan elektrokimia yang tak terelakkan yang terjadi pada baterai, pembentukannya berkontribusi terhadap penurunan kapasitas baterai karena merupakan fase isolasi elektrik (meskipun konduktif secara ionik). SEI juga dapat larut dan terbentuk kembali melalui beberapa siklus baterai.[7] Oleh karena itu, SEI yang stabil lebih disukai untuk mencegah kehilangan kapasitas yang berkelanjutan saat baterai digunakan. Ketika karbon dilapiskan pada kawat nano silikon, retensi kapasitas telah diamati mencapai 89% dari kapasitas awal setelah 200 siklus. Retensi kapasitas ini setara dengan anode grafis saat ini.[8] GermaniumAnode menggunakan kawat nano germanium diklaim memiliki kemampuan untuk meningkatkan kerapatan energi dan daya tahan siklus baterai litium-ion. Seperti silikon, germanium memiliki kapasitas teoritis yang tinggi (1600 mAh g^-1), mengembang selama pengisian, dan hancur setelah beberapa siklus.[9][10] Namun, germanium 400 kali lebih efektif dalam interkalasi litium dibandingkan silikon, menjadikannya bahan anode yang menarik. Anode germanium diklaim mampu mempertahankan kapasitas 900 mAh/g setelah 1.100 siklus, bahkan pada laju pengosongan 20-100C. Kinerja ini dikaitkan dengan restrukturisasi kawat nano yang terjadi dalam 100 siklus pertama untuk membentuk jaringan berpori yang kuat secara mekanis. Setelah terbentuk, anode yang direstrukturisasi kehilangan hanya 0,01% kapasitas per siklus sesudahnya.[11] Bahan ini membentuk struktur yang stabil setelah siklus awal ini yang mampu menahan kehancuran. Pada tahun 2014, para peneliti di Universitas Sains dan Teknologi Missouri mengembangkan cara sederhana untuk menghasilkan kawat nano germanium dari larutan berair.[12] EmasPada 2016 para peneliti di University of California, Irvine mengumumkan penemuan bahan kawat nano yang mampu lebih dari 200.000 siklus pengisian daya tanpa ada kerusakan kawat nano. Teknologi ini dapat menyebabkan baterai yang tidak perlu diganti di sebagian besar aplikasi. Kawat nano emas diperkuat oleh cangkang mangan dioksida yang terbungkus dalam elektrolit gel seperti Plexiglas. Kombinasi ini andal dan tahan terhadap kegagalan. Setelah menjalani tes elektrode sekitar 200.000 kali, tidak ada kehilangan kapasitas atau kekuatan, atau kepatahan kawat nano terjadi.[13] Referensi
Pranala luar
|